Satu bulan menjadi mahasiswi baru, tak serta merta mengubah kehidupan zylla. Ia tidak terlalu memikirkan tugas, praktek, atau apapun itu yang bersangkutan dengan kampus. Dia tetap dia, wanita yang menganggap hidup ini menjijikkan.
Hari ini tidak ada perkuliahan. Tapi menghabiskan waktu dirumah, bukanlah kebiasaan Zylla. Maka dia memutuskan untuk berkeliling kota menaiki bus."Kamu mau keluar? Jangan pulang larut ya" Mamah nya berpesan.
Sambil bersungut-sungut, ia menjawab "Hm".Di kota ini, identitas diri tidak hanya berfungsi sebagai tanda pengenal, tapi juga bisa dijadikan akses jual beli. Seperti menaiki bus, membayar barang di minimarket, dan lain-lain. Jika saldo habis, isi ulang, dan kartunya aktif kembali.
Zylla tidak tahu mau kemana. Ia lantas pergi saja menaiki bus yang berkendara, sampai berhenti di pusat kota. Ramai sekali. Disamping karena hari ini weekend. Ternyata di pusat kota sedang mengadakan pentas seni tahunan. Gedung yang tingginya mencapai 25 meter, dengan masing-masing menara di kanan kirinya, dipadati ratusan makhluk bumi.
Zylla turun, berjalan menatap sekeliling "What the hell?!"
Ya. Ia benci sekali keramaian. Pasrah mengikuti laju bus sampai ke halte terakhir di pusat kota. Sangat disesali nya. Maka dengan sangat terpaksa ia meneruskan langkah kakinya.
Gerai-gerai kudapan di halaman pusat kota, melengkapi acara ini. Hingar bingar lautan manusia segera menguar, ketika Zylla memasuki pintu masuk gedung pusat kota.
Ia menyaksikan acara pembukaan pensi yang menampilkan para pemain teater. Lalu duduk di kursi paling belakang.
Berkeliling tanpa tujuan akan menghabiskan separuh energi. Maka menyaksikan teater walau ditengah keramaian bukanlah masalah. Pikir Zylla.Ia duduk dengan santai, sambil sesekali menatap sekitar "Lumayan juga" desisnya.
Namun kata yang dilontarkannya terdengar oleh manusia lain, lalu di timpalinya.
"Nggak ada yang buruk, selama kita melihat situasi itu dari sudut pandang yang baik". Tanpa sadar, ia sudah ada di belakang Zylla, lalu mengambil alih kursi di sampingnya."Kamu, aku tunggu di kelas Sastra 4, kenapa nyasar nya kesini? Amnesia?" Laki-laki itu membuka suara, lagi.
Zylla yang tidak suka diganggu, merasa risih sekali disampingnya. Ia tetap diam, membiarkan laki-laki itu mengambil alih dunia nya."Oh, apa kamu lupa untuk mencari nama siapa di kelas Sastra 4? Oke, aku ingatkan. Kamu bisa cari Grandy, kelas ku ada di ujung koridor. Lebih singkatnya. Hai, aku Grandy" ia memperkenalkan diri, lagi. Atau lebih tepatnya, mempromosikan diri.
Zylla tetap tidak bergeming. Menatap lawan bicara nya pun, tidak.
"Jadi, sejak kapan Malaikat Izroil suka nonton teater?" Dan, ya! Kali ini ia berhasil. Zylla memalingkan wajah, menatap lawan bicara nya. Grandy tersenyum.
"Kamu bisa pergi, sebelum aku yang pergi". Bukan Zylla, kalau tidak menjawab semua pertanyaan umat manusia dengan nada yang super dingin.
"Aku pilih option ke-tiga. Kita pergi sama-sama". Lalu, tanpa menunggu jawaban, Grandy menggenggam tangan Zylla, membawanya pergi, meninggalkan dua kursi kosong di barisan belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
PSYCHO
Teen FictionMayoritas manusia di bumi berpikiran bahwa, hidup adalah segalanya, berlomba-lomba mencari kebahagiaan, dan mengutamakan keindahan. Tapi ia. Zylla Zidney, justru sangat membenci kehidupan, tidak mengenal kebahagiaan, dan tak peduli akan keindahan...