Bersama Cipta & Keluarga

11.2K 524 2
                                    

𝓢𝓽𝓮𝓪𝓵 𝓜𝔂 𝓖𝓲𝓻𝓵

Keseharian Sajna kala Minggu tiba adalah menyambutnya dengan biasa saja. Bila mana bagi kebanyakan orang itu adalah hari dalam pembalasan dendam dengan bermalas-malasan ria, maka bagi Sajna jauh sekali. Di hari ini ia justru harus tetap bangun pagi dan bersiap-siap.

Tok tok tok

Ketukan dari luar menghentikannya sejenak yang hendak menyisir rambut.

Membuka pintu, tampaklah sesosok cowok jangkung berpakaian serba hitam; t-shirt, jaket bomber, serta celana jeans dibagian lutut terdapat sobek. Tak lupa anting magnet ditelinga kiri yang menjadi ciri khas seorang Cipta Ghani Suwandi.

Tanpa dipersilahkan, Cipta melewati Sajna masuk ke dalam kostan gadis itu. Sajna menutup pintu kembali.

Sajna duduk di depan cermin meja belajar yang merangkap menjadi meja riasnya. Sedang Cipta membuka kulkas satu pintu yang terletak di sebelah kanannya mengambil minuman.

Usai beberapa teguk air dingin melepas dahaga, Cipta mengembalikan botol kaca itu ke tempat semula lalu menutup lemari esnya.

Kini netranya beralih seutuhnya pada Sajna. Kekasihnya itu memilih spaghetti strap top putih sebagai atasan yang dipadu denim skirt jeans pudar sebatas paha. Selalu sempurna dimata Cipta.

Cipta mendekat bersamaan Sajna yang bangkit setelah selesai merapikan rambutnya. Namun belum sempat bergerak lebih, Cipta sudah terlebih dulu menghalau tubuhnya dengan memeluk Sajna dari belakang.

Meski sudah sering bahkan melakukan lebih intens dari ini, nyatanya Sajna tak bisa menyembunyikan respon spontan tubuhnya yang enggan. Terlebih Cipta mulai menciumi bahu dan semakin naik ke lehernya.

"Kata kamu mama udah nunggu kita. Pergi sekarang aja ya?" ucap Sajna mencoba menahan Cipta agar berhenti menciuminya.

"Lo nolak gue?" Cipta terjeda sebentar menatap Sajna dari samping.

"Bukan gitu. Aku gak enak aja sama mama papa kamu yang udah nunggu. Kalo kamu gini nanti pasti lama." jelas Sajna sehalus mungkin agar tidak menyinggung cowok itu.

Beruntung cowok itu mengerti. Karena setelahnya ia melepaskan rengkuhannya dari pinggang ramping Sajna.

"Ngapain pake itu?" tanya Cipta mengerut ketika melihat Sajna memakai cardigan putih menutupi kulit porselen yang sebelumnya terekspos banyak.

"Ngapain pake itu?" tanya Cipta mengerut ketika melihat Sajna memakai cardigan putih menutupi kulit porselen yang sebelumnya terekspos banyak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Disana pasti panas. Aku gak betah." sekali lagi, Sajna bersyukur Cipta tidak protes.

Ya, karena dari segi penampilan saja Sajna harus mengikuti kemauan Cipta. Apa dan bagaimana yang bagus dimata cowok itu, maka itulah yang Sajna pakai. Dan kemauan Cipta sangat simple. Harus sexy.

Keduanya pun keluar dari kamar kost Sajna dan berlalu dengan mobil meninggalkan kawasan itu.

•••

Tujuan utama keluar hari ini adalah jalan-jalan. Bisa juga disebut liburan dadakan yang dicetuskan Hena, ibunda Cipta. Mula-mula keempatnya pergi ke dunia fantasi alias Dufan. Nampak sekali wajah ceria dari wanita yang lebih tua dari Sajna itu saat selalu menaiki wahana ditemani sang suami, Kurniawan. Berbanding terbalik dengan Sajna yang menarik senyum pun dengan modal keterpaksaan.

Terlebih Cipta kebanyakan sibuk berkutat dengan benda pipih ditangannya. Hanya sesekali cowok itu ikut bergabung menaiki wahana yang dipilih Hena. Lalu setelahnya ia kembali terhanyut dalam dunianya sendiri.

Hah.. Sajna semakin kehilangan mood nya. Dia memang tidak berharap apapun dari sikap Cipta akan lebih baik. Tapi kesal saja. Dirinya diajak, tapi cowok itu seperti tidak menganggapnya ada. Bahkan ketika kedua orang tua Cipta mengajak mereka naik hysteria, cowok itu menolaknya. Yang mau tak mau dengan bibir berkedut kaku, Sajna turut tidak ikut.

Dirinya melirik Cipta yang berdiri disebelahnya bete maksimal. Lalu tatapannya beralih lagi kedepan. Melihat iri pada orang-orang yang berteriak histeris mencoba wahana disana.

Setelah puas menjajal semua wahana--hanya orang tua Cipta--mereka mangkir dari sana dan merubah haluan ke salah satu restoran yang memilih rooftop sebagai primadonanya. Dan yeah, tidak mengecewakan. Dengan nuansa perpaduan tema kolonial dan artdeco temporary yang ciamik, membuat penat yang dirasakan mereka terasa melebur disajikan pemandangan indah di tengah kota yang padat dengan gedung itu. Menunya pun sangat bersahabat bagi Sajna yang tidak terlalu biasa dengan makanan yang ke barat-baratan apalagi yang masih mentah.

"Sajna apa sayang?" tanya Hena.

"Sajna ikut makan pizza nya aja Ma." jawabnya yang sempat mendengar Hena menyebutkan pizza juga untuk dimakan bersama-sama.

"Lho, itukan beda sayang. Kamu pesen yang buat kamu sendiri." Hena tidak setuju.

"Itu aja cukup kok Ma. Mungkin Sajna mau minumnya aja kiwi cooler." ujar Sajna yang memang tidak ingin makan banyak.

Karena kekasih anaknya terus menolak, Hena pun akhirnya menyerah menawarkan lagi. Mengucapkan pesanan Sajna pada pelayan, kemudian pelayan meminta mereka menunggu kurang lebih 15 menit lalu mereka pun sibuk masing-masing.

Sajna menoleh cepat kala merasakan usapan dipinggangnya. Siapa lagi pelakunya kalo bukan Cipta. Cowok itu mengambil bantal sofa disebelah kanan Sajna lalu ditaruhnya diatas paha Sajna. Tubuh Sajna menegang ketika merasakan elusan Cipta didalam sana. Sekali lagi diliriknya cowok itu dengan mata membulat ingin menyuarakan protes.

Bukannya apa, tapi sangat tidak waras rasanya melakukan hal itu ketika saat ini didepan mereka ada orang tua laki-laki itu sendiri.

Tapi Cipta sama sekali tidak peduli. Tangannya bahkan semakin kurang ajar menyingkap rok yang dipakai Sajna membuat cewek itu semakin waspada pada kakinya yang jika tidak diantisipasi dengan merapatkan kaki dan menekan bantal, maka ia tidak tahu lagi akan ditaruh dimana mukanya nanti jika ada yang melihat.

Sajna mencoba menahan geliat pinggulnya yang sensitif akan sentuhan Cipta. Sajna menelan salivanya amat berat hampir mengeluarkan suara laknat sebelum kedatangan pelayan menyalamatkannya dari situasi memalukan yang hampir menjadi sejarah buruk hidupnya.

Sajna membenarkan roknya cepat kala Cipta menarik tangannya. Keduanya pun menyantap hidangan sore hari itu seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

•••

Setelah tiga jam perjalanan Jakarta-Bandung, Cipta terlebih dulu mengantar Sajna ke kostan. Seperti saat menjemput, iapun ikut turun dan mengantar kekasihnya itu sampai kedepan kamarnya yang berada dilantai dua.

Tiba didepan pintu coklat itu, Cipta merangkum wajah Sajna dan memiringkan wajahnya mencium dalam gadis itu. Sajna spontan meletakkan kedua tangannya di sisi-sisi pinggang cowok itu ketika Cipta lama memangut disertai hisapan pada bibir ranumnya.

Sajna mencegat tangan besar Cipta yang hendak menyentuh tubuh bagian depannya sambil mendorong dada bidang Cipta menyudahi tautan bibir mereka. Samar, napas keduanya terengah. Ada binar kekesalan dimanik coklat gelap milik Cipta akan penolakan Sajna.

"Udah malem. Orang tua kamu juga kasian nunggu di mobil. Mereka pasti udah kecapekan banget." untuk kedua kalinya hari ini Sajna menggunakan orang tua Cipta agar terbebas dari cowok itu.

Dan benar saja, Cipta akhirnya tidak bertindak lebih lagi tapi dengan decakan kesal yang cowok itu keluarkan dari bibirnya.

Tanpa berbasa-basi sekedar pamit, Cipta berbalik pergi meninggalkan Sajna yang justru menghela napas lega ketika cowok itu berlalu tak terlihat lagi.

•••

Chapter ini khusus Cipta Sajna ternyata. Arbadi di next aja ya...😌

Steal My Girl [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang