𝟬𝟭.

752 71 8
                                    

Malam yang tenang tanpa cahaya rembulan, terpaan angin kencang dengan rasa dingin yang mencengkram. Dengan satu–satunya asa aku ingin sekali berbagi cerita tentang ia, tentang seseorang yang sangat ku cinta. Kala itu hatiku sangat menggebu-gebu hanya dengan mendengar namanya saja. Melihatnya memperlakukan sesama dengan luar biasa buatku jatuh cinta nan terpana. Wahai, semesta. Mengapa ia yang sangat ingin ku miliki seorang diri suatu ketika justru ku usir pergi, mengapa ia yang jadi satu–satunya orang yang buatku bahagia bisa kukhianati begitu saja?

Wahai semesta, mengapa akhir dari cerita cintaku ini harus berakhir begini. Mengapa aku menjadi tokoh antagonis di dalam ceritaku sendiri. Kepada kisah yang belum ku selesaikan, kepada kisah yang sengaja kubiarkan menggantung begitu saja. Tolong abadikan ia selama–lamanya jangan biarkan buku itu berdebu meski nantinya tak akan pernah terbaca. Biarkan ia abadi di dalamnya bersama ribuan diksi yang telah ku susun dengan rapi ini.

Kepada kisah yang tak terjamah, kepada asa yang telah terlupakan begitu saja. Kuharap dimana dirimu berada tolong, ya. Jangan lupakan kisah kita yang memiliki sejarah panjang pada masanya meski masa kini dan keesokan hari tak kan selalu sama, kuharap dimana pun kau berada. Kuharap Tuhan yang Maha kuasa—melindungi setiap langkahmu yang tengah berkelana.

Kepada cinta yang tak tersampaikan dan kepada cinta yang akhirnya berhasil kuucapkan dengan ketikan jari–hari tangan. Terima kasih karena telah menerimanya dengan senang hati, meski ada keraguan di balasanmu nanti. Setidaknya aku merasa senang sekali sebab aku berhasil menyampaikan kepada angan yang sebelumnya tak pernah kesampaian.

Sesosok laki-laki yang berjiwa bersih, kemana langkahmu di bawa pergi. Kuharap kau selalu di lindungi dan seribu kata maaf ku katakan, aku minta maaf sedalam-dalamnya kepada kisah kita berdua. Kepada kisah yang berakhir dengan sia–sia. Kuharap kau tak menilaiku seburuk itu nantinya kelak jika semesta berkenan menyatukan kita, dan jika semesta tak mengijinkannya. Aku sama sekali tak punya kuasa tuk memaksa.

Lagipula aku merupakan seseorang pertama kali yang telah memberikanmu luka. Aku menggores kepercayaanmu dengan rasa kecewa dan pengkhianatan cinta aku menjadi satu-satunya seorang wanita yang tak tahu diri. Jadi, jika aku masih mengharapkanmu kembali rasanya mustahil sekali. Kau dulunya terlalu memuji, kau dulunya menatapku teduh sekali bahkan hingga hari ini sikapmu kepadaku tak berubah sama sekali. Kini aku tengah berkelana mencari cinta selain dirimu di masa lalu, aku berkelana berharap ada seseorang yang sama sepertimu. Walau ku tahu mencari pengganti yang sama tak akan pernah bisa memuaskan keinginanku. Karena sejujurnya seluruh cintaku—telah ku habiskan kala itu bersamamu.

Pernah sekali, aku menerima seseorang yang hadir menawarkan bantuan untuk singgah di hati. Ku ijinkan ia masuk sendiri yang pada akhirnya aku menjadi sesosok penjahat itu lagi. Itu karena aku lupa, untuk mengisi sebuah rumah baru aku perlu memastikan penghuni lamanya sudah pergi. Dan itu kesalahan yang terus terulang berkali-kali tanpa henti tanpa diberikan jeda sama sekali. Bahkan aku pun pernah membuat janji untuk menua bersama dengan seseorang yang bahkan tak pernah bisa kucinta. Dan diriku pun tersadar, untuk berhenti menerima bila hanya menjadikanku sebagai penjahat utamanya saja.

Akan tetapi hal tersebut membuatku tersadar juga bahwa aku adalah aksara tanpa makna, sementara dirimu adalah metafora yang fana. Layaknya bagaskara dan bentala kita adalah dua atma yang tak diijinkan bersama.

Dan jujur saja tak seorangpun yang akan bisa menerima akan fakta yang sudah terpampang seterang–terangnya.

Namun, seperti lembar terakhir pada sebuah buku. Pulangku, tertuju padamu. Senang bisa mengenalmu kala itu meski kisah kita adalah salah satu contoh dari banyaknya kisah yang berakhir tak bahagia. Itu sebabnya aku mengganggap kisah kita tak pernah selesai hingga di detik ini juga. Dan hingga hari ini langkahku masih berkelana, mencari asa yang tiada habisnya.

Sebab, dekapanmu sehangat arunika. Sehingga pergimu meninggalkan lara yang tak kunjung ku temukan obatnya.

BERSAMBUNG

𝗞𝗲𝗽𝗮𝗱𝗮 𝗞𝗮𝗹𝗶𝗺𝗮𝘁 𝗬𝗮𝗻𝗴 𝗧𝗮𝗸 𝗧𝗲𝗿𝘀𝗮𝗺𝗽𝗮𝗶𝗸𝗮𝗻 [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang