Barangkali ada beberapa kenangan yang tak kan mungkin dengan mudah untuk sebagian orang lupakan. Sama seperti mereka, aku pun demikian merasakannya. Ada saat dimana sungguh sangat tak bisa di lupa rasanya—aku bisa gila. Akan tetapi, ingin jua rasanya ku tenggelam dalam sajakmu menjadi kata, atau tanda baca. Kan ku rajut asa meski tak berdua lekas lah bahagia dan temukan siapa orangnya agar aku bisa melupakanmu sepenuhnya. Karena sejatinya suka tak suka, pada akhirnya akan jadi begini. Apabila kau menemukan pendampingmu nanti. Dan aku akan diam–diam mencintaimu secara sembunyi–sembunyi.
Kepada kata yang tak tersampaikan mengapa demikian? Mungkin, barangkali kau pun akan bertanya jua. “Mengapa namaku masih melekat di dalam hatimu selama itu?” untuk menjawabnya saja aku membutuhkan waktu. Karena menjelaskan betapa indahnya namamu dan juga dirimu, aku pun perlu merangkai puisi dulu.
Jadi kau bisa menyimpulkannya sendiri betapa indahnya namamu yang sangat ingin ku dedikasikan seindah mungkin. Sebab, kau adalah pemilik suara dalam hati. Walau kau bukan tokoh utama dalam kehidupanku ini, tetapi kan kujadikan dirimu karakter utama dalam sastra ciptaanku nanti. Kepada dirimu di masa lalu, dan kepada dirimu yang masih tersimpan sangat rapi di hati. Ku ucapkan kata maaf dengan sangat sebab pernah menyuruhmu pergi sekasar itu. Mungkin, kau bisa saja melupa namun bagiku—seharusnya aku tak pernah melakukannya. Bahkan hari ini aku perlu berhati-hati untuk tak melukaimu lagi meski kisah kita telah berakhir. Ku harap kau tak menemukan orang seperti ku lagi.
Namun, kau tak kan mungkin paham; sesedih apa tulisan yang terbuat dari kepergianmu itu. Aku masih berusaha merangkainya seindah yang ku bisa. Selagi aku mengingat kenang saat bersama, selagi aku bisa mengabadikan namamu selain di dalam do'a. Aku sanggup memilah kata supaya enak di baca terima kasih, ya. Walau kita tak berakhir bersama setidaknya—saat–saat bersama kau selalu punya cara memperlakukanku dengan sebaik-baiknya.
Dengan waktu yang sesingkat itu mampu membuatku tak pernah berlabuh. Dan, aku pun tak pernah menyesali keputusanku itu yang masih mencintamu. Namun hari ini mungkin barangkali semuanya perlu ku katakan sekali lagi, meski terdengar egois sekali. Ku harap—kau tak berniat menjauhiku karena sikap kekanak-kanakan ini. Yang katanya menyuruhmu pergi, malah memintamu kembali. Aku jadi malu sendiri akan tetapi kata yang tak sempat tersampaikan hanya dapat kuucap demikian.
Aku pun tak kunjung melupa jika diibaratkan kau itu seperti sebuah panorama pada lanskap waktu, yang tertangkap dengan sangat jelas dalam kamera ingatanku. Ada banyak sekali kata kemungkinan yang akan ku tuliskan, mungkin kau pun berpikir demikian. “Mau sejauh mana kau akan mencintaiku?” Sungguh, itu diluar kuasa kendaliku. Saat tiba masanya ku harap hanya satu semoga semesta tak menarik paksa dirimu tuk dihapuskan dalam memori ingatan. Dulu, sebelum aku memutuskan untuk mengusirmu pergi. Aku tak sempat mengatakan ini ribuan kali mau siapapun yang di ganti untuk mengisi kekosongan di hati. Pilihanku masih sama, aku tak ingin bila itu bukan dirimu.
Mungkin, kau akan berpikir bahwasanya ini adalah surat cinta yang ku tulis dengan berdalih sebagai bualan saja. Padahal aku menulisnya karena aku ingin mengabadikan sebuah nama dan meminta maaf setulus–tulusnya. Semoga saja perasaan ini, menghilang seiring berjalannya waktu. Namun, sejujurnya aku tak sanggup merelakan semua itu.
Sejujurnya, saat–saat masih bersamamu kala itu. Masih tersimpan sangat rapi di dalam ingatanku. Aku, masih belum siap untuk melupakan itu. Sebab aku mencintaimu selayaknya embun kepada daun, meski selalu di usir pergi oleh pagi namun tak pernah berhenti datang lagi.
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗞𝗲𝗽𝗮𝗱𝗮 𝗞𝗮𝗹𝗶𝗺𝗮𝘁 𝗬𝗮𝗻𝗴 𝗧𝗮𝗸 𝗧𝗲𝗿𝘀𝗮𝗺𝗽𝗮𝗶𝗸𝗮𝗻 [✓]
Short StoryDengan berakhirnya kisah kita, aku tak ingin semua ini berakhir sia-sia saja. Maka untuk membuatnya bertahan sedikit lebih lama, aku mulai merangkai kata. Menyuratkan beberapa kalimat yang tak kunjung tersampaikan melalui frasa tanpa lisan dan pena...