[SATU]

64 15 62
                                    

Happy Reading...
_________________

Ava, Caroline Ava Wizard anak pertama dari pasangan kaya yang harmonis. Berhubung dia anak pertama maka ia yang dimanja, kok bisa? Ya nggak tau tanya orang tuanya. Gadis polos dan periang itu juga mempunyai seorang adik laki-laki bernama, Sagara Evanders Wizard.

Evan berumur 15 tahun, lebih muda setahun dari kakaknya. Namun dari segi sifat dan sikap, Evan lah yang dewasa di sini. Mengingat sifat kakaknya yang manja dan polos, seringkali malah Elvan yang memberikannya pengertian. Seperti saat ini, kakaknya sedang bertanya perihal bullying. Ia taunya melakukan kekerasan, kalo istilahnya Ava belum tau.

Mereka sedang duduk di karpet bulu depan Tv, sementara chanel yang mereka lihat saat ini menampakkan berita seorang Bullying masuk penjara akibat aniyaya korban hingga meninggal.

"Evan" panggil Ava antusias, mau nambah pengetahuan jadi harus semangat.

"Apa kak?"Jawab Evan, adik yang baik dan pengertian.

"Bullying itu apa dek?" Sesi tanya dijawab dimulai.

"Bullying itu, istilah dari orang yang suka jahil ataupun melakukan kekerasan kepada orang lain yang dibencinya" jelas Evan singkat dan jelas.

"Tapi kata mami kita nggak boleh membenci"

"Emang gak boleh kak, makanya itu jangan ditiru."

"Tapi mereka kok meniru?" Tanyanya lagi dengan tampang polos. Evan menghela napas sabar, orang ganteng gak boleh marah-marah.

"Karena dia anak nakal, emang kakak anak nakal?"

"Ya enggak lah, Ava kan baik, pintar, suka menabung, dan tidak sombong" dengan lantang ia mengucapkan semua itu, memang orang yang jujur. Evan tersenyum melihat kelakuan kakaknya yang seperti anak kecil. Pemuda itu kemudian mengubah duduknya menjadi berbaring dan menjadikan paha kakaknya sebagai bantalan, lalu secara reflek Ava mengelus lembut rambut sang adik yang kepalanya berada di pangkuannya.

Memang ini enaknya punya kakak yang polos dan baik hati, kebanyakan diluar sana persaudaraan antara laki-laki dan perempuan lebih banyak pertengkaran kalau Ava dan Evan selalu adem ayem.

Evan pun termasuk kurang suka keluar rumah, karena kalau diluar cuma main aja. Kalau dirumah main sambil dimanja, mama dan kakaknya juga suka sekali memanjakan nya. Walaupun tidak se berlebihan kakaknya, tapi menurut Evan itu wajar karena kakaknya perempuan.

Makanya setiap hari libur sekolah Evan tidak mau repot dengan mencari teman bermain, dirumah saja bermain dengan kakaknya senangnya pun luar biasa sama dimanja pula. Uhh enaknya.

Kalo Ava tipe yang netral, dirumah saja mau main diluar juga mau. Dirumah main sama adik diluar main sama teman, Ava punya teman banyak karena ia orang yang mudah bergaul dengan sesama. Setiap ketemu orang dijalan Walaupun kenal tidak kenal dia tetap menyapanya, ya namanya ada orang baik dan kurang baik. Kadang ada yang menyapa balik kadang malah melengos begitu aja.

Orang se kompleks ini aja semuanya kenal Ava, saking ramahnya gadis itu. Kecuali Ray, tetangga baru samping rumahnya yang cuek dan pendiam. Kaku banget orangnya, diajak kenalan nggak mau. Tapi Ava tidak akan pernah menyerah untuk mengajak Ray berkenalan lalu berkawan. Maju terus pantang mundur.

Ngomong-ngomong mumpung mamanya lagi ngerumpi sama mamanya Ray, Ava mau cari kesempatan ah kali aja Ray mau berkawan.

"Dek awas dulu deh, kakak mau keluar" Evan sontak menegakkan punggungnya lagi dan memasang raut tanya, Ava paham jadi kemudian ia menjelaskan.

"Mau ajak kenalan tetangga baru di sebelah, mumpung mama juga ada disana" Evan yang paham dengan keramahan kakaknya mengangguk.

"Jangan siang-siang pulangnya, nanti aku mau bobo sambil di elusin rambutnya" kebiasaan yang susah di hilangkan.

"Iya aku pulang sebelum jam 12" berhubung ini masih jam 8, masih ada banyak waktu untuk membujuk Ray. Ava bergegas pergi dari rumah lalu melangkah semangat menuju rumah Ray yang berada tepat di samping kiri rumahnya.

***
"ASSALAMUALAIKUM, MAMI OH MAMI! APAKAH ANDA DI DALAM?"teriakkan cempreng dari luar rumah minimalis itu menganggetkan semua orang yang sedang berbincang-bincang di dalam sana.

"MAMI"lagi, suara itu ada lagi. Mereka yang berada di dalam sana sempat berpikir jika itu mbak kunti, karena suaranya mirip sekali. Tapi nggak mungkin juga, lagian ini masih termasuk pagi. Daripada menebak-nebak, akhirnya salah satu dari mereka berjalan mendekat ke arah pintu untuk membukanya lalu melihat siapa pemilik suara cempreng mirip mbak kunti tersebut.

Kok makin kesini makin serem sih hawanya, apa jangan-jangan itu mbak kunti beneran?. Ayahnya Ray, pemilik rumah yang di demo oleh suara cempreng itu mengusap tengkuknya agak ngeri. Ah yaudah trobos ajalah anying.

"MAMI OH MAMI" suara itu makin terdengar jelas mirip mbak kunti ketika Ayahnya Ray sudah berada di belakang pintu yang masih tertutup, dengan ragu-ragu lelaki setengah baya itu memutar knop pintu dan membukanya.

Ceklek

Ketika pintu terbuka, Ayah Ray dibuat terperangah kemudian mundur dua langkah ke belakang begitu melihat penampakan yang membuat tangan gatal ingin menabok. Siapa sangka ketika sudah membuka pintu ia malah menemukan sosok imut dan cantik berwajah polos tengah melambaikan tangan dengan riang kearahnya.

Sosok itu tak lain adalah Ava yang sekarang sudah menyengir tidak merasa bersalah sama sekali sudah membuat rusuh dirumah orang, memalukan sekali. Sayangnya urat malu Ava mungkin sudah putus, mari kita ucapkan bela sungkawa untuk Malu yang telah pergi meninggalkan Ava di dunia ini sendirian.

"Halo om" Ava menyapa Ayah Ray sambil tersenyum konyol, setelah sadar dari terkejutnya Ayah Ray segera menormalkan ekspresi kaget di wajahnya tadi.

"Hai juga cantik" Ava tersipu malu, ah Tapi kan Urat malunya Ava udah pergi.

"Duh om bisa aja, tapi saya emang cantik sih. Bila berkenan tolong kenalin duda ganteng dong om" Ayah Ray tertawa ngakak mendengar ucapan absurd gadis kecil itu. Ava? Di gak tau apa-apa tapi iku ketawa yang malah membuat Ayah Ray tertawa keras akan kepolosan gadis itu.

"Ahaha, udah sekarang masuk. Kamu tadi teriak manggil mami, anaknya Sarah ya?" Tanya Ayahnya Ray kemudian diangguki Ava dengan ringan.

"Mami kamu di dalam lagi ngerumpi sama istri om, ayo masuk om punya anak ganteng siapa tau cocok jadi pasangan hidup" celetuknya ngawur lalu pergi meninggalkan Ava yang masih cengo di belakang, mencoba mencerna perkataan lelaki itu namun sayangnya tetap saja tidak bisa.

Ava mengedikkan bahu santai, kemudian berjalan menyusul Ayahnya Ray yang berjalan menuju ruang tamu. Disana terlihat dua orang dewasa sedang merumpi, tapi kemudian salah satu dari mereka menoleh dengan mata membola.

"JADI INI KUNTINYA?!"

"IHH MAMI, MASA ANAK SENDIRI DI KATAIN KUNTI"

***
TBC

Vote comment kalian itu motivasi nulis buat aku.

Kalo komen nembus 50 baru lanjut, kalo gak ya.......gatau

See you next chapter.....

AvaRayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang