Wattpad Original
Ada 3 bab gratis lagi

4. 11, 17:17

7.4K 830 113
                                    


Seperti tak kenal waktu, Aksa menghabiskan banyak waktunya di tempat kosong ini. Bangunan kosong dengan dinding yang tinggi adalah minatnya. Ia seolah mempunyai kanvas ukuran besar yang bisa ia apakan semaunya.

Belum lama ia menemukan tempat ini. Sepulang sekolah, ia lebih suka berkeliling kota dengan sepeda motornya, ketimbang pulang ke rumah lebih awal. Dan, ketika ia menemukan bangunan ini, Aksa seolah menemukan 'tempatnya'.

Bermodal pilox dan alat mewarnai dinding lainnya, Aksa suka mengekspresikan perasaannya lewat coretan.

Aksa melepas respirator yang melindungi pernapasannya dari tajamnya bahan kimia piloks. Hari ini langit sore lebih gelap tidak seperti biasa. Itu artinya ia harus menyudahi kegiatan yang ia sukai karena lampu penerangan sekitar tidak banyak mendukungnya.

Ia mengumpulkan alat-alat yang digunakannya ke satu tempat, kemudian beranjak dari tempat itu menggunakan motornya.

Mendung. Aksa menepikan motornya dengan segera ketika merasakan getaran panjang di saku celananya yang berasal dari ponselnya.

Alarm ponselnya berbunyi. Aksa menatap pengingat itu dengan ekspresi yang sulit dibaca. Hari ini tepat tanggal 11, pukul 17:17. Langit sore seolah mengerti yang ia rasakan. Maka, Aksa sama sekali tidak terusik ketika rintik-rintik hujan membasahi tubuhnya. Awalnya sedikit, kemudian dengan cepat berganti menjadi sangat deras.

Aksa menyimpan kembali ponsel ke dalam sakunya. Kemudian melajukan motornya ke suatu tempat.

***

Yang kelima, tersenyumlah.

Sambil menarik napas dalam-dalam, Chesa memejamkan mata sambil tersenyum. Ia mempraktekkan sekali lagi kata-kata penyemangat dari sang kekasih. Dan berhasil. Ia merasakan ketenangan. Namun, hal itu tak berlangsung lama. Beberapa saat kemudian senyumnya hilang, berganti dengan kerutan di keningnya. Ia merasakan aroma yang tidak sedap di sekitarnya.

Perlahan Chesa membuka mata dan terkejut ketika menemukan sebelah kaus kaki putih tepat di hadapannya. Ia mundur beberapa senti sambil menutup rapat hidungnya dengan jari-jarinya. Bersamaan itu pula suara tawa yang menggelegar terdengar jelas di dekatnya. Orang itu menjauhkan kaus kaki dari Chesa sambil tertawa nyaring.

"Rese banget, sih, Bang! Bau tau!" Chesa masih menugaskan jari telunjuk dan ibu jarinya untuk menjepit hidungnya.

"Lagian lo ngapain merem sambil senyum-senyum sendiri? Lagi ngebayangin yang jorok-jorok lo, ya?" goda cowok yang masih berpakaian seragam putih abu itu.

"Apaan, sih. Enak aja! Bang Kelvin tuh yang pikirannya kotor!" Chesa membela diri.

Kelvin meneliti kembali ekspresi yang ditunjukkan Chesa, kemudian pikirannya mulai menduga kemungkinan yang lain. "Jangan bilang lo udah punya pacar!"

Chesa luar biasa terkejut. Matanya membulat sempurna. Ia tidak mau sampai Kelvin dan orang tuanya tahu bahwa ia sudah punya pacar. Itu yang ia sepakati dengan Lius.

"Asal ngomong aja! Chesa mau fokus belajar!" elak Chesa.

Kelvin memicingkan matanya, curiga. "Awas aja kalo gue tahu lo punya pacar. Kalian berdua dalam bahaya!"

"Apaan, sih! Siapa juga yang punya pacar?" Chesa bertahan mati-matian. Ia berharap Kelvin mengakhiri pembahasan soal pacar ini.

"Sayangnya kita nggak satu sekolah. Jadi gue nggak bisa ngawasin pergaulan lo di sekolah!" ungkap Kelvin.

"Kan, memang Bang Kelvin sendiri yang ngelarang aku buat masuk ke SMA Abang. Abang mati-matian minta Mama buat masukin aku ke SMA lain. Kenapa? Abang takut Echa aduin kejelekan Abang di sekolah, kan?"

UndercoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang