"Maaf Doyoung aku telah membohingimu," gumam Jennie setelah ia naik ke dalam taksi.
Seharusnya sekarang dia dan Doyoung pergi untuk menemui pengacara mereka, tapi Jennie beralasan kalau dia tidak enak badan dan memilih untuk istirahat di rumah.
Namun sejujurnya Jennie ingin membututi Taeyong yang sudah pergi lebih dulu ke kantor polisi, dan entah kenapa dia memiliki firasat buruk soal hal ini.
Tak berselang lama Jennie sudah sampai di kantor polisi, ia tidak keluar dan tetap berdiam diri di dalam taksi sambil memperhatikan sekitar.
Cukup lama Jennie menunggu hingga akhirnya dia melihat sosok Taeyong yang keluar dari kantor polisi dengan sebuah berkas di tangannya.
"Paman, tolong ikuti motor itu!" ujar Jennie pada si sopir taksi begitu melihat Taeyong mulai melajukan motornya.
"Baik!" Si sopir mengangguk patuh dan segera melajukan taksinya ke arah yang sama dengan Taeyong.
Setelah hampir satu jam mereka melaju di jalanan, motor Taeyong mulai memasuki daerah yang tidak Jennie kenali.
Daerah itu cukup sepi dan banyak ditemukam bangunan-bangunan tidak terpakai di sekitarnya yang dibiarkan begitu saja.
Mungkin dulunya daerah ini bekas kawasan industri. Pikir Jennie.
Dari kejauhan Jennie melihat Taeyong turun dari motornya, refleks dia juga meminta sang sopir agar berhenti.
"Paman bisa tunggu di sini sebentar?" Sang sopir taksi tampak ragu. Mungkin ia mengira kalau Jennie akan melarikan diri tanpa membayar ongkos taksinya terlebih dulu. "Aku akan meninggalkan tasku di sini." Seolah bisa melihat keraguan pria di depannya, Jennie berusaha meyakinkan.
"Sepertinya saya tidak punya pilihan." Jennie tersenyum kemudian mengucapkan terima kasih pada si sopir sebelum ia keluar dan berlari diam-diam mengikuti Taeyong.
"Tempat apa itu?" Jennie bergumam begitu melihat Taeyong memasuki bangunan tua yang tak jauh darinya.
Ragu-ragu akhirnya gadis itu mulai melangkahkan kakinya ke dalam sana dan Taeyong tampaknya masih belum menyadari kehadirannya.
Sejurus kemudian Jennie mengeluh dalam hati saat beberapa helai rambutnya terjebak pada sarang laba-laba yang memang banyak ditemukan di dalam bangunan tua itu.
Tadi ia sempat melihat Taeyong menghilang menuruni tangga yang berada di ujung lorong.
Setelah selesai membenahi rambutnya, Jennie bergegas menyusul Taeyong. Menyusuri tangga yang mengarah ke lorong lain yang semakin gelap dan pengap.
Gadis itu melompat kaget saat mendengar derit pintu disusul debaman yang keras.
Saat ini Jennie merasa seperti sedang berada di film-film horor yang sering dilihatnya.
Melihat keadaan sekitar yang masih sepi, Jennie yakin debaman tadi ditimbulkan oleh Taeyong.
Dengan hati-hati, Jennie memutuskan mendekati ruangan yang ia yakini sebagai sumber suara tadi. Kakinya berjinjit perlahan.
Ia sudah berdiri di depan pintu, hendak mengintip namun urung saat tak menemukan celah sedikit pun.
Akhirnya yang ia lakukan hanyalah menempelkan telinganya pada daun pintu. Menguping tentu masih bisa ia lakukan, meski ia penasaran apa yang sedang Taeyong lakukan di dalam sana.
Cukup lama Jennie berdiri mematung dan mempertajam pendengarannya.
Namun tak satu pun suara yang bisa didengarnya.
Jangan-jangan Taeyong bukan masuk ke ruangan ini. Pikirnya sambil menjauhkan kepalanya dari pintu.
Jennie baru akan kembali ke posisi semula ketika pintu tiba-tiba saja terbuka dari dalam. Menampakkan sosok Taeyong yang nyaris membuat Jennie jantungan.
Jennie kelabakan. Keringat dingin mulai bercucuran di dahinya. Melihat mata Taeyong yang berkilat marah, nyali Jennie seketika menciut.
Ia sudah tertangkap basah dan ia tak mungkin bisa mengelak.
"Ma ... maaf ... Tae ... Taeyong ... a ... aku ...,"
"Apa yang kau lakukan di sini?!" Bentakan Taeyong membuat Jennie terlonjak kaget.
"Aku hanya ...," cicit Jennie tak melanjutkan ucapannya.
Ia belum pernah melihat Taeyong semarah ini.
"Kau juga ... apa yang kau lakukan di tempat seperti ini?" Jennie memberanikan diri menatap mata Taeyong.
Sedetik kemudian ia menunduk. Menyesal dengan pertanyaan yang sudah ia lontarkan barusan.
"Kau seharusnya tidak di sini!" Jennie bergidik ngeri. Ucapan Taeyong terdengar lebih dingin dari biasanya.
"Kau bisa terbunuh!" Lanjutan kalimatnya seketika membuat tubuh Jennie menegang.
Apa maksudnya dengan terbunuh?
Belum sempat Jennie bertanya, suara gaduh di belakang Taeyong berhasil menarik atensinya.
Ia melongo dan terkejut saat melihat sosok perempuan yang terikat di atas kursi dengan mulut yang ditutup solatip hitam.
Jennie tahu siapa wanita itu.
Ketika ia kembali menatap Taeyong dan hendak bertanya, laki-laki itu sudah lebih dulu bertindak.
Membekap mulut dan hidung Jennie yang seketika membuatnya tak sadarkan diri.
"Maafkan aku Jennie ...." Taeyong bergumam lirih.
Apa yang dilakukannya saat ini benar-benar di luar dugaan.
Ia tidak menyangka Jennie akan membuntutinya dan membunuh Jennie tidak pernah ada dalam skenario yang telah dibuatnya selama ini.
※ To be continued ※
KAMU SEDANG MEMBACA
Venganza [END]
Fanfiction[Jenyong ft Doyoung] Tentang cinta, persahabatan dan balas dendam. Judul sebelumnya : Am I Wrong?