Sang Penyerang

56 10 0
                                    


Crystal hanya bisa tertawa melihat Elder yang kesal dengannya. Crystal memutuskan untuk berpisah dengan Elder karena sudah waktunya untuk pulang ke apartemennya. Sesampainya di apartemen, Crystal tidak menunggu lama untuk segera membersihkan dirinya kemudian berbaring di tempat tidurnya.

Entah apa yang ia rasakan pada malam itu. Ia tidak merasa lelah sedikit pun. Dia tidak dapat memejamkan matanya untuk tidur.

"Kenapa aku tidak bisa tidur? Mungkin aku harus jalan-jalan sebentar agar merasa lelah," ucap Crystal pada dirinya sendiri sembari memakai mantel tebalnya.

Crystal menyusuri jalan di sekitar apartemennya. Ia melewati jalan yang sunyi seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan. Tiba-tiba terdengar suara seseorang berteriak. Suaranya seperti tertahan oleh sesuatu menurut pendengaran Crystal.

"Suara apa itu barusan?" Crystal bertanya-tanya dari mana suara itu berasal.

Crystal berusaha mencari asal suara tersebut. Ia menyusuri setiap jalan di sekitar tempat itu sampai nafasnya terengah-engah. Crystal mengangkat kepalanya dan meluruskan pandangannya ke seberang jalan. Ia melihat sesuatu yang ganjal di bawah redupnya lampu jalanan.

Crystal memicingkan matanya untuk memperjelas pandangannya. Betapa terkejutnya Crystal ketika ia melihat seseorang dengan hoodie oversize berwarna hitam siap mengayunkan bola besi dari tangannya kepada seseorang yang terbaring lemas di aspal. Sebelum ada hal buruk yang terjadi, Crystal mengeluarkan pistol yang selalu ia bawa untuk berjaga-jaga dari saku mantelnya.

"Hentikan!" perintah Crystal sembari menodongkan pistolnya ke sang penyerang dari seberang jalan.

Sang penyerang menurunkan bola besinya dan perlahan-lahan membalikkan badannya menghadap Crystal. Ia mengangkat kedua tangannya dan membuka kupluk yang menutupi wajahnya. Crystal dapat melihat jelas bahwa ia menyeringai saat menatap Crystal dengan kedua bola matanya.

Crystal yang tadinya siap menembak tiba-tiba menahan tindakannya. Entah apa yang terjadi padanya, ia tidak tega menembak sang penyerang. Ia memperhatikan setiap bagian dari wajah sang penyerang dengan penuh ketelitian. Ia mendapati raut wajah yang menyeramkan, namun ada hal tak terduga yang Crystal sadari.

Crystal merasa dibalik wajah itu ada perasaan campur aduk dari sang penyerang. Sedih, kecewa, marah, dendam. Semua dapat terlihat jelas oleh Crystal ketika ia menatap mata sang penyerang. Sang penyerang mengatakan sesuatu hingga membuyarkan lamunan Crystal.

"Kenapa berhenti? Tembak saja aku kalo emang berani," ujar sang penyerang dengan tatapan merendahkan.

Crystal berusaha lagi untuk menarik pelatuknya, tetapi ia tetap tidak bisa melakukannya.

"Ohh...atau kamu tidak bisa menarik pelatuknya? Cih, polisi macam apa kamu," tambah sang penyerang dengan nada mengejek Crystal.

Crystal kesal diperlakukan seperti itu oleh orang yang tidak ia kenal. Ia menghubungi rekan-rekannya untuk datang dan membawa tim penyelamat untuk sang korban. Sementara itu, Crystal memasangkan borgol pada sang penyerang. Tak lama kemudian, rekan-rekannya datang.

"Crys! Kamu tidak apa-apa?" tanya Elder mengkhawatirkan kondisi Crystal.

"Aku tidak apa-apa El," jawab Crystal dengan lengkungan manis terlukis di wajahnya.

Sang penyerang memperhatikan mobil-mobil yang berdatangan. Sang penyerang melihat tulisan CIA tertera pada mobil itu. Ia langsung menoleh ke arah Crystal.

"Ternyata dia seorang agen intelijen. Menarik," ucap sang penyerang bernama Leo itu dalam hati.

RetakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang