Sampailah ke hari dimana merupakan hari penentuan bagi Leo. Suasana pengadilan begitu riuh ketika sang pembunuh bernama Leo itu memasuki ruang pengadilan. Orang-orang menatapnya dengan tatapan jijik seolah-olah Leo adalah sampah. Seperti yang kalian bisa tebak, Leo tidak mempedulikan tatapan mereka sama sekali. Dia berjalan dengan begitu percaya diri ditengah orang-orang yang membencinya.
Crystal juga berada diantara orang-orang itu. Ia merasa dirinya begitu aneh. Di saat orang-orang menatap jijik pada Leo, ia justru memberi tatapan penuh belas kasihan pada Leo. Tak lama kemudian, pengadilan dimulai.
"Saya menuntut terdakwa dengan hukuman penjara seumur hidup dan hukuman mati atas pembunuhan yang dilakukan oleh terdakwa," ujar jaksa penuntut di altar pengadilan.
"Pengacara terdakwa, apakah terdakwa menerima tuduhan tersebut?" balas sang hakim di atas meja hijau.
"Terdakwa menerimanya," ucap pengacara Leo membuat suasana pengadilan semakin ricuh oleh makian orang-orang terhadap Leo.
"Hadirin dimohon untuk tenang selama persidangan berlangsung!" tegas sang hakim sembari memukul palu pengadilannya.
Ada banyak sekali hal yang melintas dipikiran Crystal saat itu. Ia mendapati dirinya telah menaruh hati kepada seorang pembunuh. Crystal tidak bisa membiarkan Leo dijatuhi hukuman seumur hidup sekaligus hukuman mati karena menurutnya Leo tidak sepenuhnya salah.
"Ini tidak bisa ku biarkan El" ujar Crystal menoleh ke Elder yang berada di samping tempat duduknya dan mulai berdiri.
"Crys, apa yang kau lakukan? Cepet duduk lagi sebelum kau ditegur!" bisik Elder sembari menarik tangan Crystal untuk kembali duduk.
Crystal menarik nafasnya dalam-dalam dan menghembuskannya kembali. Crystal sudah siap dengan segala risiko yang akan ia hadapi ketika ia berani lancang di depan pengadilan.
"Yang Mulia, mohon maaf saya lancang, tapi saya rasa hukuman untuk terdakwa terlalu berat," tegas Crystal membuat Elder panik menoleh kanan dan kiri memeriksa reaksi orang-orang.
Semua orang di pengadilan dibuat terkejut oleh ucapan Crystal kepada sang hakim. Sementara itu, seorang pemuda yang duduk di kursi terdakwa menatap Crystal dengan heran.
"Apa yang barusan kau lakukan?" ucap Leo tanpa suara hanya menggerakkan bibirnya pada Crystal.
Crystal hanya menarik kedua sudut bibirnya saat dirinya dan Leo bertatapan. Leo tidak mengerti maksud dari lengkungan manis yang terlukis di wajah Crystal saat itu. Leo membalas senyuman Crystal. Setelah sekian lama, Leo dapat kembali tersenyum simpul kepada orang lain.
"Apa maksudmu? Kau yang menginterogasi terdakwa bukan?" balas sang hakim membuat Crystal sedikit ciut.
"Benar Yang Mulia. Ada alasan pribadi dari terdakwa yang membuat hukuman tersebut terlalu berat," ujar Crystal meyakinkan sang hakim dengan harapan dapat mengurangi hukuman Leo.
"Alasan apa? Apakah kau punya datanya?" balas sang hakim tidak langsung percaya pada Crystal.
"Di tangan saya ada data-data dari terdakwa selama interogasi beberapa hari lalu," ujar Crystal sembari menunjukkan beberapa lembar kertas yang ada di tangannya.
Sang hakim mempersilahkan Crystal memasuki altar pengadilan untuk menunjukkan data yang ada pada kertas-kertas tersebut. Orang-orang di pengadilan masih tidak terima dengan kemungkinan pengurangan hukuman untuk Leo. Sementara itu, Elder takut Crystal akan mendapat masalah dari atasan setelah ia membuat onar di pengadilan.
Masih dengan pendiriannya yang lama, Leo sudah tidak peduli akan dijatuhkan hukuman seberat apa nantinya. Tentu saja ia kaget ketika melihat betapa susah payah Crystal membela dirinya. Sebelumnya, tidak ada seorang pun yang peduli dengan nasibnya.
Mau senang atau sedih. Mau sehat atau sakit. Tidak pernah ada yang peduli. Itulah kenapa ia merasa heran ketika ada yang berusaha membela dirinya. Tak lama kemudian, sang hakim memberikan keputusan.
"Hmm...berdasarkan data yang telah saya baca. Saya tidak dapat memberikan hukuman seberat itu kepada terdakwa. Saya memutuskan untuk mengirim terdakwa ke rumah rehabilitasi dengan pengawasan untuk pemulihan pasca trauma," tegas sang hakim menyelesaikan pengadilan dengan memukul palunya.
Leo yang tadinya menundukkan kepalanya spontan mengangkat kepalanya dan menatap sang hakim. Semua orang tidak dapat mengucapkan sepatah kata pun ketika mendengar keputusan sang hakim. Tadinya mereka mengira bahwa Leo membunuh secara acak korbannya karena ia hanyalah seorang psikopat, namun kenyataannya ia melakukan semua ini karena ada trauma dalam dirinya yang sudah tidak dapat ia bendung.
Crystal menatap Leo dengan perasaan lega. Ia tidak menyangka bahwa ia dapat meyakinkan sang hakim pada saat itu. Orang-orang mulai meninggalkan ruang pengadilan menyisakan Crystal, Elder dan Leo dengan dua penjaga di kanan dan kirinya. Leo membisikkan sebuah kalimat ke telinga Crystal yang membuat ia tersentuh.
"Terima kasih sudah berusaha sekuat tenaga untuk melindungiku," bisik Leo pada Crystal dengan senyuman manis diwajahnya.
Crystal membalas senyuman Leo dan memperhatikan punggung Leo yang semakin menjauh meninggalkan ruang pengadilan dengan dua penjaganya. Pikiran Crystal melambung di udara sampai rekannya Elder memecah keheningan diantara mereka.
"Aku tidak salah liat kan? Barusan Leo senyum ke kamu kan? Crys? Kamu dengerin aku ngga sih?" tanya Elder sembari melambaikan tangannya di depan wajah Crystal.
Crystal menepis tangan Elder dari depan wajahnya.
"Apa sih El? Ganggu aja," ujar Crystal kesal.
"Aku tidak melakukan apa-apa loh Crys" balas Elder heran dengan sikap Crystal.
"Nevermind," ucap Crystal senyum-senyum sendiri sembari keluar dari ruang pengadilan meninggalkan Elder sendirian.
"Kenapa lagi sih dia?" ujar Elder menggelengkan kepalanya sembari menyusul Crystal keluar dari ruang pengadilan.
***
Crystal segera menjatuhkan dirinya ke kasur kesayangannya setelah ia sampai ke apartemen miliknya. Ia tidak dapat melupakan apa yang baru saja terjadi padanya hari ini.
"Kenapa aku bisa seberani itu tadi? Wah, kau memang hebat Crystal," ujar Crystal membanggakan dirinya sendiri.
Crystal merasa sangat lelah pada hari itu sehingga ia memutuskan untuk tidak meninggalkan kasurnya sama sekali. Ia hanya menonton film dan memakan cemilan favoritnya. Setelah berapa lama, pikiran Crystal mulai tidak fokus dengan film yang sedang ia tonton.
"Apa aku salah telah membela dia di pengadilan? Eh tapi dia kan emang mengalami trauma masa kecil yang cukup parah. Ya sudahlah tidak apa-apa, lagipula aku merasa sangat senang bisa membantunya," ucap Crystal dalam hati dengan perasaan campur aduk.
Crystal menyelesaikan film yang ia tonton dan tak lama kemudian ia memasuki alam mimpi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Retak
Short Story"Apakah kalian tahu apa yang membuat seorang manusia menjadi lengkap? Melalui rasa sakit," Manusia telah dilahirkan dengan emosi, tetapi hanya beberapa yang dapat mengendalikannya. Apakah kalian salah satunya?