🤕Part 1😲

834 30 1
                                    

Nuhai Fihandinia, perempuan berusia sembilan belas tahun. Anak bungsu dari tiga bersaudara. Kedua kakaknya adalah laki-laki yang sudah berkeluarga. Dirinya bukanlah tipikal perempuan yang memiliki keahlian yang dapat ditonjolkan, hidupnya berjalan datar-datar saja, tidak punya bakat apa pun jadi kerjaannya selepas lulus SMA adalah bekerja, lumayan gaji yang didapat bisa menambah uang untuknya bertahan hidup.

Keinginan berkuliah, Nuhai sama sekali tidak tertarik. Ia tidak ada niat atau gairah untuk melanjutkan pendidikannya walau banyak yang bilang sekolah itu penting. Tapi, tidak bagi Nuhai. Belajar bisa di manapun dan kapanpun juga. Lagian dirinya tidak memiliki cita-cita tinggi, ia hanya ingin menjadi manusia yang sederhana serta dipenuhi rasa syukur.

Malam hari, jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Nuhai sudah merebahkan diri di atas kasur di kamarnya. Bukannya tidur, ia malah asik bermain handphone berselancar di dunia sosial media.

Nuhai melihat di instagram banyak sekali sepasang kekasih atau suami istri yang berfoto memamerkan kemesraan mereka. Terbesit dalam benaknya apakah dia juga nanti bisa memiliki pasangan seperti orang pada umumnya?

"Jodoh sudah ada yang ngatur, tapi ... aku aja gak punya kenalan cowok, terus gimana nasib aku nanti? Jangan-jangan jadi perawan tua lagi. Amit-amit Ya Allah jangan sampai," ucapnya seorang diri.

Itulah masalahnya, Nuhai bukan tipikal anak muda yang pandai bergaul, dia adalah anak bontot yang hobinya di rumah sambil asik main handphone jika sedang libur bekerja.

Lalu di tempat kerjanya? Nuhai bekerja jadi pelayan salah satu restoran di mall. Emang sih dia punya teman laki-laki tapi dari gelagatnya mereka sama sekali gak tertarik dengan dirinya. Nuhai sendiri bukan cewe yang jaga penampilan banget, terkesan cuek dan bodo amatan, paling-paling kalau pergi hanya memoles bibir dengan lipstik selebihnya udah gak ada hal lain seperti dandan ala perempuan pada umumnya. Terlalu ribet dan ia tidak suka dengan hal-hal berbau kesulitan.

Nuhai mengembuskan napas kesal, lama kelamaan lihat pasangan sok romantis di sosial media membuatnya jengkel sekaligus iri. Ia mematikan ponsel dan meletakannya. Ia merentangkan kedua tangan menatap langit-langit kamar.

Nuhai selalu bermimpi suatu saat ada pria baik agamanya datang melamarnya. Sayang sekali itu terdengar impossible sekali. Nuhai adalah gadis bar-bar, bukan gadis lemah lembut. jadi, ia berkesimpulan kalau Allah sedang menahan jodohnya dan ingin ia pelan-pelan merubah sikap menjadi seorang wanita yang lemah lembut. Tapi, Nuhai susah untuk berubah, sifat bar-barnya nurun dari sang ibu jadi susah buat hilang.

Yah, apapun itu, Nuhai tetap menjalani hidupnya sesuai arus. Kalau memang harus jadi perawan tua, enggak masalah deh, yang penting hidupnya bahagia dan selalu dilimpahi rasa syukur.

Nuhai menutup mulutnya yang menguap lebar, rasa kantuk mulai terasa di matanya. Ia memiringkan badan ke kanan, dan lambat laun dirinya hanyut dalam mimpi yang menemani sepanjang malam.

_____________

Hari sudah bersinar terang, matahari menumpahkan segala cahayanya ke bumi memberikan banyak manfaat untuk makhluk hidup.

Nuhai, gadis itu menggeliat di atas kasur tanda-tanda bahwa ia akan bangun sebentar lagi. Namun, dirasakan tempat tidurnya begitu empuk dan lembut sekali. Ia semakin enggan membuka mata ditambah ada hawa sejuk menerpa dirinya.

Kenyamanan yang Nuhai rasakan bagaikan dirinya ada di surga, biasanya tubuhnya akan lembab oleh keringat karena kamarnya yang panas hanya di pasangi kipas angin yang sudah tebal kotoran debunya belum dibersihkan sehingga anginnya jadi tidak berasa.

Namun kali ini, Nuhai merasakan ada hal lain dari kamarnya. Bahkan di atas tubuhnya ada selimut tebal yang halus bagaikan sutra. Nuhai merasakan semua kenikmatan itu dengan mata terpejam erat, sekali lagi ia enggan bangun dari tidurnya.

Tubuh Nuhai berguling dan tanpa disadari ternyata ia berguling ke arah tepian tempat tidur sehingga—

DUK!

"Aw!" Jerit tertahan dari mulutnya ketika bokongnya mendarat keras di atas permukaan lantai.

Mata Nuhai akhirnya terbuka secara paksa. "Aduh-duh." Dirinya merintih kesakitan sembari mengelus bokongnya sendiri yang terasa sakit.

Nuhai berdiri tegak dan matanya menyadari sebuah keadaan yang aneh baginya serta menimbulkan kerutan di dahinya. 'Loh? Ini dimana?' batinnya bertanya-tanya.

Sekali lagi, Nuhai memandangi kondisi tempatnya berada sekarang. Karena takut berhalusinasi, ia kucek-kucek matanya berulang kali. Namun, hasilnya tetap sama, ia tetap berdiri di tengah ruangan yang didominasi warna putih gading dipadukan abu-abu terang.

Kamar tempat tidurnya berbanding terbalik jauh dari sebelumnya. Kamar yang sekarang dipenuhi oleh perabotan mahal dan barang-barang tertata begitu rapi di tempatnya. Ada sebuah pintu besar yang menyatu pada dinding kamar, ada juga pintu berukuran sedang yang sepertinya itu merupakan kamar mandi, serta jendela besar berbentuk persegi dengan gordennya yang sudah tersibak menyisakan lebaran putih tipis menghalau cahaya terang matahari.

Kamar tersebut layaknya hotel berbintang lima, interiornya sangat sempurna dan elegan. Nuhai menatap kasur tempatnya berbaring tadi. Kasur tersebut juga sangat mewah, ukurannya juga besar bisa menampung lima orang di atasnya.

'Di mana ini? Kok aku bisa terdampar di kamar ini?'  Wajahnya melongo memandangi seluruh penjuru kamar yang luar biasa bagus dan sangat luas untuk disebut sebuah kamar tidur.

Nuhai bagaikan orang bodoh, otaknya sekarang blank tidak bisa memikirkan apa-apa selain satu pertanyaan 'Aku di mana?'

Di tengah-tengah kebingungan gadis itu, datang sebuah suara seseorang membuka pintu dari luar, hal itu memecahkan keheningan di dalam kamar tersebut. Nuhai menengokkan kepala melihat siapa yang datang. Ketika sosok yang datang menampilkan wujudnya, Nuhai sontak terkejut membulatkan mata.

Orang yang baru datang tersebut adalah seorang lelaki dewasa dengan tubuh menjulang tinggi semampai, badan si pria terlihat sekali berotot, kokoh, dan kuat walau dibalut oleh kemeja polos abu-abu berlengan panjang serta bawahannya memakai celana bahan panjang berwarna hitam.

Rambut si pria tidak panjang—tidak juga terlalu pendek, standar lebat dan cocok sekali untuk menunjang fisiknya yang terlihat sempurna. Hidung mancung, alis tebal, garis rahang wajah yang tegas. Nuhai terpukau dengan keindahan yang terpampang di depan matanya. 'Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?'

"Sayang." Sapaan yang romantis, lembut, dan mampu melelehkan hati itu terdengar di telinga Nuhai membuat perempuan itu hampir terhipnotis jika saja— hah? Sayang?

"Apa?" Nuhai merasa mungkin telinganya bermasalah mengingat bahwa ia jarang membersihkan kotoran di telinganya.

Si pria entah kenapa malah tersenyum manis "Kamu udah gak marah lagi kan sama aku?"

Si pria ingin meraih tangan Nuhai untuk digenggamnya. Tetapi— "E,e,eh ... sembarangan! Jangan pegang-pegang!" Dengan cepat Nuhai menghindar sebelum tangannya tersentuh.

Ekspresi si pria berubah kaget serta bingung melihat sikap Nuhai saat ini. "Sayang kamu kenapa?"

"Sayang? Siapa yang Om panggil ‘sayang’?"

"Om?"

"Iya, Om."

Alis tebal si pria mencuram tajam ke bawah, kerutan di dahinya semakin jelas tercetak di sana. "Kenapa kamu tiba-tiba panggil aku 'Om'?"

"Lah emangnya mau dipanggil apa?" Nuhai jadi ikutan bingung di sini. Kenapa situasi jadi membingungkan.

"Aku SUAMIMU, bukan 'Om' kamu. Jadi berhenti bermain-main denganku, Nuhai."

"Hah?"







Bersambung....

Mendadak Lupa IngatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang