🤕Part 22😲

161 16 0
                                    

Pukul 10:30 malam.

Di kamar tidur Saidan dan Saidar, Nuhai duduk di tepi ranjang. Ia tersenyum memandangi wajah tampan putra kembarnya yang damai terlelap tidur.

Lagi dan lagi rasa kesedihan itu datang merasuki hatinya. Dadanya terasa sesak dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

Nuhai sama sekali tidak mengerti, kesedihan apa yang ia rasakan saat ini. Menatap putra-putranya seperti sekarang membuat kesedihan ini semakin bergejolak tak dapat ia tahan.

Nuhai mengalihkan pandangan mata, tak ingin air matanya yang kini sudah mengalir di pipi bisa mengganggu tidur anak-anaknya. Nuhai mengusap pipinya mencoba berusaha mengusir kesedihan yang ia sendiri pun tidak tahu apa penyebabnya.

"Ayah sering marahin Bunda." Kening Nuhai mengernyit saat ia teringat dengan ucapan Saidan tempo hari yang lalu. "Ayah bahkan pernah memukul Bunda."

Nuhai sontak menyentuh kepalanya. Tidak ada rasa sakit. Tapi, ia merasa amnesia nya ini membawa pengaruh besar dalam kehidupannya sekaligus membawa tanda tanya besar dalam hidupnya.

Sayhan menyembunyikan sesuatu darinya, itu sudah pasti. Di awal, Nuhai sudah merasakan sesuatu gelagat tidak baik dari lelaki yang menjadi suaminya sekarang. Mau tak mau, kini Nuhai harus mengakui bahwa Sayhan adalah suaminya.

Nuhai menghela napas. Ia lelah memikirkan sesuatu yang rumit, ini sama sekali bukan gayanya. Nuhai masih ingat dengan kehidupannya sebelum menikah. Kala itu, ia menjalani hari-hari dengan santai tanpa beban masalah apapun. Nuhai menjalani hidup sederhana apa adanya tanpa hal serius seperti sekarang ini, contohnya. Di tengah lamunannya, tiba-tiba ada sebuah tangan menyentuh pundak wanita itu.

"Astaghfirullah!" Nuhai terlonjak kaget dan langsung menengok siapa yang menyentuhnya. "Sayhan?" bisiknya. Ternyata lelaki itu.

Sayhan tersenyum tanpa rasa bersalah karena sudah mengagetkan istrinya. "Sedang apa diam di sini?" tanya nya berbisik juga, tidak mau menganggu tidur anak-anaknya.

Bukannya menjawab, Nuhai melirik putra kembarnya, karena barusan terkaget takut suaranya bisa membangunkan anak-anaknya. Tetapi, untung saja tidak. Saidan dan Saidar masih nyaman di alam mimpi mereka.

Nuhai berdiri mengajak Sayhan keluar dari kamar anak-anak.

"Aku pikir kamu bakal tidur sama anak-anak lagi," ucap Sayhan.

Nuhai menatap suaminya dari atas ke bawah. Setelah itu, ia tidak mengatakan apa-apa membawa langkah kakinya bergerak menuju kamarnya bersama Sayhan berada.

"Sayang, kok kamu diem aja?" Sayhan menyentuh tangan istrinya saat mereka sudah masuk ke dalam kamar.

"Tidak apa-apa. Aku hanya sedikit lelah, aku mau langsung istirahat." Nuhai melepaskan tangannya dari pegangan Sayhan. Ia naik ke atas tempat tidur dan mulai memejamkan mata.

Nuhai tidur dengan posisi miring membelakangi sisi kosong ranjang yang akan ditiduri suaminya.

Sayhan masih berdiri menatap istrinya. Tidak tahu apa yang terjadi, tapi dirinya bisa merasakan ada yang aneh terjadi pada istrinya.

Padahal dua hari yang lalu, tepatnya di malam minggu, Sayhan pikir hubungannya dengan Nuhai sudah mulai perlahan-lahan menghangat seperti awal pernikahan mereka. Namun, ternyata tidak. Untuk mendapatkan kembali hati istrinya, ia perlu berjuang lebih keras lagi.

Sayhan mulai ikut membaringkan diri di atas kasur. Sayhan melihat istrinya tidur terlalu pinggir sekali hingga menyisakan jarak begitu lebar antara mereka berdua. Sayhan mendekati Nuhai, tangannya terangkat memeluk istrinya yang entah sudah terlelap tidur atau belum.

Mendadak Lupa IngatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang