lucy

2.4K 400 48
                                    

You betrayed me.”

So?”

Lucillie Abighail Lexandra berhasil dibuat naik darah oleh wajah menyebalkan cowoknya. Satu alis terangkat tinggi, senyum merendahkan, tatap mata menjinjikkan yang membuatnya terlihat seperti sebuah mainan, serta vokal mengejek dari Garrel membuat Lucy ingin mencakar wajahnya dengan kuku-kuku tajam yang baru dia hias.

“Lo minta gue ganti warna rambut, gue turutin. Lo minta gue jauhin temen-temen cowok gue, gue juga turutin. Lo minta gue berhenti nge-band, lagi-lagi gue turutin. Tapi lo selingkuh sama sahabat gue sendiri?!” Lucy menarik-narik kerah almamater cowoknya. “Lo nggak punya hati apa gimana, sih?!”

“Lo itu makin lama makin ngebosenin tau nggak?!” seru Garrel dengan lantang karena tidak ada siapapun di rooftop itu. “Lo bawel, lo selalu nyalahin gue, lo larang gue ngelakuin ini itu.”

“Lo nggak ngaca?”

“Lo terlalu ngekang, Lucy!”

Lucy melepas cengkramannya dari kerah si cowok. “Dikekang aja lo masih bisa selingkuh, gimana kalo enggak?”

“Jadi, gue lagi yang salah?” Sebenarnya Garrel sudah tahu jawabannya. “Di setiap perdebatan, lo selalu nyalahin gue dan gue juga yang harus ngalah. Tapi apa lo tahu kesalahan lo dimana?” Cowok itu maju selangkah. Menekan bahu kiri Lucy dengan telunjuknya. “Lo toxic, Lucy.”

“Lo egois, El.”

“Ya! Karena itu kita nggak pernah cocok.”

“Oke. Let’s just say we’re done.”

Fine!”

****

Lucy pikir dia akan baik-baik saja tanpa sosok Garrel disisi. Tapi rupanya bayang-bayang kehangatan itu masih terasa. Di mobil yang ia kendarai, keduanya pernah pergi bersama sekedar mengantar pulang seusai bimbingan belajar.

Dalam suasana yang sama seperti saat ini, mobilnya melaju dengan kecepatan tinggi. Menerjang hujan berangin. Dingin suasana yang seakan mampu membekukan aliran darah meski jaket tebal sudah membungkus tubuh. Namun, sekarang dia sendiri.

Wiper mobil terus bergerak tapi Lucy masih kesulitan melihat. Matanya panas menahan tangis. Dan kabut tebal malam itu membuat jarak pandangnya semakin kabur.

Sampai ia terlambat menyadari kalau terdapat mobil lain dari arah berlawanan dengan kecepatan tak kalah tinggi menyasar ke arahnya. Seketika kedua matanya melebar. Refleks membanting setir ke arah kiri hingga menabrak pembatas jalan.

Tidak ada yang tahu mengapa saat itu airbag mobilnya tidak berfungsi. Membuat kepalanya dengan mudah membentur setir dan hilang kesadaran. Tanpa seorangpun tahu.

****

Lucy terbangun di ruangan serba putih dengan bau antiseptik pekat. Matanya melirik punggung tangan yang telah terpasang selang infus. Lalu menyentuh kepalanya yang berdenyut. Memeriksa kalau dokter telah membalutkan kain kasa dan menjahit lukanya.

Disamping semua itu, ada hal lain yang lebih menarik perhatiannya. Yaitu sosok laki-laki berperawakan tinggi besar sedang fokus mengerjakan sesuatu di iPad. Orang asing yang Lucy yakini belum pernah ia temui sebelumnya.

UNSEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang