"Kalian darimana aja?"
"Minggir." Nadine mendorong bahu Jo yang sengaja menghadang di depan pintu. Langkahnya sempoyongan, pusing sebab kurang istirahat.
"Gue tanya sama lo, Nadine," tegas si lelaki sekali lagi.
"Abis dari pasar." Gadis itu menghempas tubuhnya ke atas sofa, berbaring. "Belanja bulanan."
Beruntung Nadine cepat memutar otak dan menyuruh Vegas membelokkan mobilnya ke pasar tradisional untuk membeli keperluan rumah, sekaligus menutupi kalau keduanya pergi menemui Shaka.
Jo melirik ke luar pintu, Vegas membawa dua kantong kresek merah besar yang diambil dari bagasi. "Kenapa nggak ajak kita?"
"Siapa suruh pada kesiangan." Tangan kanan gadis itu menutupi matanya yang terpejam.
"Lucy!" Jo berseru. "Bantuin cowok lo sana!"
"Bukan cowok gue!" sahut si cewek dari kamar. Segera berlari menyusul Vegas, membantunya membawa kantong belanja, sampai lupa memakai sendal.
"Kale mana?" Nadine melirik ke arah Jo yang berdiri mengawasi anak-anak membawa barang ke dapur.
"Ikut Claire ke rumah sakit, sekalian jenguk adeknya."
"Gimana Kalea sekarang?"
Jo menghela, pindah duduk ke dekat Nadine. "Efek dari pengobatan ganja belum sepenuhnya hilang, tapi mulai membaik karena terapi. Perubahannya cukup signifikan. Kalea udah bisa diajak ngobrol. Udah jarang marah-marah."
"Syukurlah." Nadine kemudian duduk. Berusaha membuka mata meski sebetulnya ia sangat mengantuk.
Keadaan menjadi hening. Hanya terdengar suara samar Vegas dan Lucy yang berdebat soal menata belanjaan di dapur.
"Jo."
"Apa?"
"Kita nggak mungkin selamanya nahan anak-anak itu, 'kan? Mereka harus lanjut sekolah."
Jo menelan ludah. Sebenarnya ia pernah memikirkan ini beberapa kali. Namun tak kunjung menemukan titik terang. "Nanti kalau semuanya udah clear, kita anter mereka pulang."
"Shaka nggak mati, masalah udah clear, 'kan? Nunggu apa lagi?" pancingnya.
"Pelan-pelan, Nad. Nggak mungkin, kan, lo pulangin mereka dan ngaku ke orangtuanya kalau selama ini kita yang sandra mereka?"
Ah, benar juga.
"Lagipula, kita nggak bisa lepasin Vegas sebelum pemilu selesai."
Damn!
"Karena jabatan, wewenang, dan kekuasaan Pak Soedibyo, ada di bawah kendali Jonathan."
Kalimat itu kembali terulang di kepala Nadine.
"Dia senjata kita."
"Jo," cegah si gadis, "Vegas juga manusia."
"Whatever. Kita nggak bisa ngebiarin pelaku teror Boeing menang pemilu tahun ini."
"Apa Soedibyo bener-bener pantes jadi presiden?" tanya Nadine skeptis. Meminta Jo meyakinkan kalau mereka tidak sedang membela orang yang salah.
"Dibanding Baskara, ambisi Soedibyo jauh lebih besar. Walaupun track record-nya belum jelas, kita sama-sama tahu Berlian Nusantara bukan partai yang tepat buat berkuasa disini."
"Track record belum jelas?" Pertanyaan yang berhasil membuat lawan bicaranya berpikir sekian kali lagi. "Lo mau memihak orang tanpa mau tahu latar belakangnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
UNSEEN
Teen Fiction[dapat dibaca terpisah] season 2 ARSHAKA genre: teenfic-misteri-thriller-crime Makalah CLV-21 disita karena dianggap menjadi awal kehancuran negara. Oleh karena itu, sekelompok alumni ini membentuk sebuah holacarcy. Yaitu, organisasi tanpa ketua ya...