section : 9 - the black swan

1.5K 304 31
                                    

"Progress tugas kemarin gimana, Bang?"

Kedua alis Jo dinaikkan menanggapi pertanyaan Kale. "Ada beberapa orang yang sus banget. Agnar Elister, dia orang asing, mantan anggota militer Texas. Jasadnya ditemukan tanpa lengan kiri. Setelah di autopsi, ada riwayat tusukan benda tajam di kaki. Dan setelah ditelusuri lebih lanjut, luka itu masih baru. Artinya dia sempat terlibat perkelahian sama suatu oknum di dalam pesawat."

Jo mencicip ikan bakar buatan mereka, yang ternyata rasanya juga tak begitu buruk. Walaupun masih kalah jauh dengan ikan bakar pinggiran yang biasa ia beli sepulang kerja. Sembari lanjut menjelaskan. "Kedua, Lauretta Amara. Media sempet salah memberitakan kalau dia termasuk korban Boeing. Padahal dia turun dari pesawat sebelum take off. Sampe sekarang nggak ada yang tau penyebabnya."

"Terus, staff bandara. Dia punya history chat sama pilot Nakamura."

"Nggak ada identitas jelas siapa staf ini?" tanya Nadine.

"Ada." Laki-laki itu melanjutkan. "Teresa Huang. Selingkuhannya si pilot."

Seketika itu bibir Nadine terkatup rapat. "Oke."

"Tapi lo bilang Nakamura ini keluarga harmonis. Mana yang bener?!" protes Lucy.

"Mana gue tau!"

"Lo ada isi chatnya nggak?" Vegas bertanya.

"Ada lah."

"Coba liat."

"Nggak boleh. Lo masih kecil."

Vegas berdecak. "Gue cuma mau bilang, siapa tau kita nemu petunjuk. We never know, kan, kalau perselingkuhan itu sebenarnya juga rekayasa."

"Bener juga." Nadine mengangguk setuju. "Bisa aja mereka sengaja pake Teresa Huang buat mengecoh intel."

Gemeretak percikan kayu yang terbakar bara terdengar ditengah keheningan.

"Teresa Huang sama Lauretta Amara, ya?" Jo menggumamkan kedua nama tersebut. "Kita tandain mereka."

****

Beberapa pengunjung mulai berdatangan, menempati kursi masing-masing, meramaikan auditorium gedung Horizon. Claire mengambil tempat di tengah. Tidak terlalu dekat panggung, juga tidak terlalu jauh. Memilih posisi paling nyaman untuk menonton.

Semalam ia tidak kembali ke villa, melainkan menginap di hotel yang tidak jauh dari sana. Antara yakin dan ragu, untuk bertemu dan memberitahu mereka perihal Shana yang meninggalkan ransel berisi uang di toilet kemarin.

Perempuan itu duduk sambil memijat kening. Menghilangkan pusing akibat kurang istirahat. Sembari menunggu yang lain datang.

"Ngantuk, Neng?"

Mengenali siapa pemilik suara tersebut, Claire berdecak. "Jangan berisik. Gue mau tidur bentar. Bangunin kalo udah mulai."

Jo belum sempat mengatakan sesuatu lagi. Lumayan terkejut ketika pemilik rambut blonde itu menyandarkan kepala di lengannya. Dengan setiap hembus napas yang terdengar begitu penat dan sepasang mata sudah terpejam rapat.

Sang dokter kelelahan rupanya. Diam-diam Jo tersenyum. Pelan-pelan menyamankan posisi agar Claire bisa beristirahat dengan selesa. Dalam keadaan se-letih itu pun, Jo tidak pernah berhenti mengagumi gadis manja yang dulunya sangat cerewet, telah tumbuh menjadi perempuan tangguh yang hampir tidak pernah mengeluh. Sungguh sudah dewasa.

"Ekhm." Nadine sengaja berdeham saat lewat di depan mereka. Serta merta Jo melotot padanya. Perempuan itu pun menyatukan kedua tangan sebagai isyarat meminta maaf. Kemudian menuntun tiga bocah yang mengekor di belakang untuk duduk di sebelahnya.

UNSEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang