Typo banyak
Author mager baca ulang
Jadi cuekin aja:)


***

Sesuai janji, malam ini keluarga Jena dan Jevan mengadakan acara makan malam bersama. Bahkan mereka sudah membicarakan tentang pernikahan Jena dan Jevan dengan antusias.

"Semuanya ada yang mau Jevan sampaikan" Jevan berdiri dari kursinya, mengambil perhatian semua orang yang tengah berbincang.

"Tentang apa nak?" Tanya Lisa

"Sebelumnya Jevan minta maaf, Jevan yakin kalian semua bakal kecewa dengan keputusan Jevan, tapi semua sudah terjadi dan Jevan sama sekali ngga merasa menyesal dengan keputusan Jevan, bahkan jika harus mengulang waktu, Jevan bakal ambil keputusan yang sama" Jevan mengambil nafas dalam-dalam sebelum melanjutkan ucapannya. Dengan perlahan Jevan mengeluarkan kalung yang bersembunyi dibalik kemejanya. Jena sudah memejamkan matanya, takut menerka apa yang akan terjadi setelah ini.

"Apa maksud kamu Jevan?!" Jhonny menggebrak meja makan, semua orang termasuk orang tua Jena tersentak.

Jevan mulai menceritakan semuanya, termasuk Amerta dan Jeno. Jena sudah was-was takut orang tuanya juga menyentak nya.

"Kenapa kalian menutupi masalah sebesar ini" Lirih Jihan

"Lalu kenapa kamu tidak memutuskan  gadis itu seperti Jena?!" Suara Jhonny lagi-lagi terdengar menyentak

"Jevan sayang Amerta pah!!"

"KAMU MENINGGALKAN TUHAN HANYA KARENA SEORANG GADIS!!?" Jhonny menarik kerah baju Jevan, melepaskan paksa kalung yang menggantung dileher anaknya.

"Pah!!" Jerit Lisa

Jena menahan bahu Lisa, takut tiba-tiba wanita ini jatuh atau pingsan. Sedangkan Jhonny sudah murka dan mendaratkan tinju nya hingga Jevan tersungkur kelantai.
Keadaan restoran sangat sepi, karena mereka sengaja menyewa nya untuk acara keluarga.

"Udah pah!!" Lisa memeluk tubuh Jevan yang sudah lemas di lantai.

"Minggir Lisa, anak ini benar-benar tidak tau diri" Ujar Jhonny sedikit melembut.

"Ayo kita pulang, biarkan mereka menyelesaikan masalah mereka" Aderson menarik lengan Jihan dan Jena keluar restoran.

"Papa kecewa sama kamu, Jena, tidak seharusnya kamu menutupi masalah sebesar ini"
Kini mereka sudah berada didalam mobil, namun Aderson tidak berniat menjalankan mobilnya.

"Maafin Jena, Pah"

"Meskipun begitu, setidaknya kamu tidak mengambil keputusan yang salah seperti Jevan" Pelan Aderson

"Akhiri pertunangan kalian, papa tidak rela menjodohkan anak papa satu-satunya dengan lelaki labil seperti Jevan" Tegas Aderson sebelum menjalankan mobilnya.

Beberapa hari setelah nya, Jena kembali menjalani aktivitas nya seperti biasa. Sedangkan Jevan, laki-laki itu diusir dari rumah dan nekat menyusul Amerta ke Amerika.

"Baiklah kelas hari ini sampai disini saja, untuk tugas minggu ini tolong dikerjakan secara perkelompok, kelompoknya silahkan kalian lihat sendiri dipapan, terimakasih" Jena sedari tadi tidak fokus, sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Ekhem" Suara berat seseorang menghentikan lamunannya

"Iya kak, ada apa?" Jena tersentak melihat seniornya duduk disampingnya. Tanpa menjawab laki-laki itu menunjuk papan tulis didepannya. Jena mengikuti pandangan seniornya itu, gadis itu mendapati namanya dan satu lagi nama seseorang yang familiar,  ia yakin adalah nama seniornya.

"Jena kan?" Gadis itu mengangguk

"Nama gue Nathan, gue ada urusan BEM jadi kasih nomor telepon lo aja" Jena baru ingat bahwa Nathan adalah anggota inti BEM di universitas nya.

"Oke gue duluan, gue telpon ntar malem" Jena mengangguk, tanpa ia sadari Jennie mendengar kata-kata kating nya yang terdengar ambigu.

"Lo pdkt sama kak Nathan?" Jena menipuk kepala Jennie dengan buku.

"Otak lo sempit kek selokan"

"Eh, gada akhlak lo udah capek-capek gue samperin malah ninggalin" Jena meledek sahabatnya dengan menutup telinganya

"Lo tau kaga Jeno ada di Jakarta?" Jena spontan menghentikan langkahnya.

"Jeno?"

"Iya gue tau dari Mark, dia ada urusan di Indo mungkin lusa udah balik lagi ke Kanada" Jena tersenyum kecut, ia kira setelah putus mereka masih bisa bersahabat. Namun nyata nya hanya ia yang berpendapat demikian.

"Jeno cuma ngga mau lo terganggu" Jennie seakan dapat membaca pikiran sahabatnya

"Padahal gue kangen banget sama dia" Pelan Jena disertai kekehan.

"Yaudah puas-puasin melepas rindu gue pulang duluan" Jennie melambai tangannya

"Eh sialan lo mau kemana?" Pekik Jena, dari kejauhan Jennie menunjuk seseorang yang tengah bersandar di mobilnya.

"Kangen banget ya?" Goda Jeno

Tanpa pikir panjang Jena segera menghamburkan pelukan. Tak dipungkiri bahwa ia benar-benar merindukan sosok Jeno yang selalu membuatnya merasa nyaman.

"Kenapa ngga kuliah disini aja sih" Kesal Jena

"Ntar ngga bisa move on" Jena melepas pelukannya, memukul dada bidang lawannya.

"Besok aku pulang ke Kanada"

"Kok cepet banget!" Gadis itu sama sekali tidak melepas pelukannya

"Aku udah di Indo dari seminggu yang lalu, ada masalah sama perusahaan papa disini dan baru bisa nemuin kamu sekarang"

"Disini aja" Rengek Jena

"Kamu harus terbiasa tanpa aku, Na" Benar, selama ini Jena terlalu bergantung pada Jeno. Hingga sulit baginya untuk menjalani hidup tanpa laki-laki itu.

"Ayo ikut aku, kita bakal habisin waktu sama-sama hari ini" Dan hari itu mereka benar-benar menghabiskan waktu bersama. Karena mereka berjanji untuk menjalani hidup masing-masing kedepannya.



Tbc...




Kembali Ke Istiqlal [END✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang