Setelah beberapa lama berdebat dengan Millie, akhirnya ia percaya padaku. Ia percaya bahwa aku hanya ketakutan dan refleks memeluk Louis. Kini Millie dan aku sudah berdamai. Terimakasih kepada Sadie karena dia sudah membelaku.
Aku kini sudah berdiri di depan rumah, aku pun segera melepas sepatuku dan membuka pintu. Namun setelah aku masuk ke dalam, bukan sambutan Mom yang ku dengar, tapi teriakannya.
"Kamu dipeluk siapa kemarin hah!?" kulihat Mom di dalam kamarnya sedang memukuli dada Dad sambil terisak, aku menggeleng-gelengkan kepalaku tak percaya.
Dad, ia lelaki humoris yang penyayang. Ia sangat menyayangi Mom dan aku. Hubungannya dengan Mom juga sangat harmonis, aku tak pernah melihat mereka bertengkar sebelumnya. Aku juga tidak pernah curiga padanya, karena ia sangat baik kepada semua orang.
"Jawab brengsek!" Mom kembali berteriak, Dad yang sedari tadi duduk kini ia berdiri dan mengepalkan tangannya.
"Teman SMA ku, puas?" Dad melewati Mom begitu saja, lalu ia mendekatiku dan menatapku benci.
"Gara-gara kamu mom tau yang terjadi kemarin, jadi anak jangan jadi tukang ngadu!" ia mendorongku lalu ia berjalan keluar dan menutup pintu dengan kasar.
Kemarin aku pergi ke rumah temanku, saat waktu sudah menjelang malam aku menelfon Dad untuk menjemputku tetapi ia tak menjawab panggilanku sama sekali, ia menolaknya.
Kemarin saat ia mengantarku ke rumah temanku ia memang sempat berpamitan padaku. Katanya, ia akan mengikuti acara reuni bersama teman-teman SMA nya, tetapi aku tak tahu kalau sampai selarut itu.
Untung saja ayah temanku bersedia mengantarkanku pulang. Karena aku kesal dengan sikap Dad, tadi pagi aku mengadu kepada Mom. Aku mengadu bahwa Dad tidak menjemputku kemarin. Tetapi aku tak menyangka bahwa masalah ini akan menjadi berantakan.
Aku mendekati Mom yang masih menangis di dalam kamarnya.
"Mom..." bisik ku.
Mom terus menangis, aku bisa melihat matanya menjadi merah. Aku mencoba menenangkannya tetapi ia malah mengencangkan tangisannya.
"Kamu mau ikut Mom atau dad?" Mom berhenti menangis, kini ia menatapku dengan serius.
"Apa-apaan!?" aku terkejut lalu dengan segera berlari ke kamarku sambil terisak.
Aku langsung menutup pintu kamarku, aku menangis sekeras-kerasnya. Aku tak menyangka bahwa Mom akan berkata seperti itu. Andai saja waktu bisa ku ulang, aku tak akan mengadukan Dad kepada Mom kemarin.
Aku sangat menyayangi mereka berdua, aku tak bisa memilih. Aku hanya ingin hidup seperti biasa, berjalan-jalan dengan mereka berdua, makan bersama mereka berdua, tertawa bersama mereka berdua dan disayangi mereka berdua.
Karena kelelahan, aku pun memejamkan mataku dan tertidur pulas.
. · . · . · . · . · . · . · . ·. · . · . · . · . · . · . ·Seperti biasa, hari ini aku bangun tidur dan bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Namun ketika aku turun ke bawah untuk sarapan, aku melihat Dad sedang tertidur pulas di atas sofa. Ya, Dad tidak tidur bersama Mom.
Setelah sarapan aku membangunkan Dad untuk mengantarkanku ke sekolah. Pasti kalian bertanya-tanya kenapa Dad tidak bekerja, jawabannya sekarang ia mendapatkan jadwal kerja siang. Jadi, ia masih bisa mengantarkanku.
"Kamu itu harus terbiasa pulang-pergi sendiri, nanti kalo Dad sama Mom cerai kamu mau minta tetangga kita yang nganterin kamu?" Aku menghembuskan nafasku lalu menaikkan tubuhku ke atas motor.
Sepanjang perjalan kami hanya diam, tidak ada yang memulai pembicaraan. Aku terlalu takut untuk mengajak Dad berbicara, padahal biasanya aku selalu banyak bicara saat berada di dekatnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
DISTANZA | louis partridge
Fiksi Penggemar"Kalo gue jadi pacarnya, pasti gue gak bakal sia-siain dia," [Name] Gretchen, remaja perempuan yang paling pendiam di kelasnya. Ia jarang merasakan jatuh cinta. Sampai suatu ketika, ia dekat dengan salah satu siswa paling digemari di kelasnya, Louis...