Печаль весной

1K 77 115
                                    

"Kau terlihat tampan, Hali!"

"Blaze beruntung sekali menikahimu! Aku bahkan dapat membayangkan bagaimana rupa anak kalian nanti!"

"Oh astaga! Semua tamu pasti akan terkagum padamu! Halilintar, ajari aku cara menjadi tampan!"

"Cih, kali ini aku akui, kau memang tampan."

Kalimat pujian terus mengalir dari mulut kedua sahabat & adiknya, tanpa peduli dengan wajah Halilintar yang sudah seperti kepiting rebus.

"Bi-bisa kalian diam?!" gertak Halilintar, namun keempat orang itu bukannya berhenti malah memasang wajah jahil.

"Ekhem, sepertinya ada yang malu."

"Dasar tsundere, aku tau kau tengah bahagia."

"Mengaku apa susahnya? Nampak jelas diwajahmu."

Halilintar berdecih sebal. Rasanya ingin mengusir keempat orang tersebut dari ruang riiasnya, namun percuma, karena ia tahu pasti mereka tak akan mendengarkan.

Gempa, adik pertamanya tiba-tiba menyadari sesuatu yang janggal & segera melirik arloji miliknya.

"Hali, dimana Blaze? Seharusnya dia sudah tiba, kan?" tanyanya & membuat ruangan hening seketika.

"Mungkin ia masih tidur?" ucap Ice menebak-nebak yang langsung dihadiahi jitakan oleh Taufan.

"Dia tak sepertimu, Ice!"

Halilintar yang merasa khawatir langsung menyambar ponselnya yang tergeletak diatas kasur & menelpon seseorang yang telah ia tunggu sedari tadi.

"Maaf, nomor yang anda hubungi tidak aktif. Silahkan tinggalkan pesan---"

Suara dari operator tersebut langsung terputus saat Halilintar mematikan sambungan panggilannya.

Kemana pria itu?

Bukankah ia harus menepati janjinya?

Apakah ia dibuang begitu saja?

Halilintar pun langsung terduduk diatas sofa, hal ini membuat keempat pria yang juga berada disana terkejut.

Ada apa dengan Halilintar?

"Ada apa, Hali?" tanya Gempa khawatir.

Halilintar menatap netra kuning-keemasan milik adiknya tersebut. "No-nomornya tidak aktif."

"Mungkin saja ia sedang di jalan, Hali. Kau jangan khawatir, oke?" ucap Solar mencoba menenangkan kakak sulungnya.

"Bagaimana kalau---ia ternyata pergi dengan orang lain?" balas Halilintar, pikirannya sudah dipenuhi oleh berbagai macam hal buruk.

Setetes air mata terjatuh dari netra rubi indahnya. "Bagaimana kalau ia menemukan seseorang yang lebih baik dibandingkan dengan diriku?"

Semua orang merasa sedikit terkejut. Mereka bahkan tak pernah melihat pria itu menangis dalam hidupnya, mengingat ia memiliki ego & harga diri yang amat tinggi.

"Itu tidak mungkin, Hali. Blaze amat mencintaimu, percayalah ia pasti datang," ucap Ice menenangkan sahabat kecilnya tersebut.

Taufan pun mengambil ponsel miliknya dari saku celana dan mencoba menelpon Blaze. Namun nihil, persis seperti apa yang dikatakan Halilintar tadi.

Kedua mata yang biasanya tegas bahkan kadang sedikit menyeramkan itu kini terlihat sendu, sebuah ekspresi yang bahkan nampak mustahil dimilikinya.

"Halilintar, tenang. Blaze akan segera datang, aku yakin. Lihatlah bunga diluar, semoga mereka bisa menenangkan hatimu yang gelisah," saran Ice.

Печаль весной [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang