Debby berjalan mengitari barisan, dan memasuki barisan dari belakang.
Setiba ia didalam barisan, Debby sudah mulai mendapatkan teman barunya."Hai By, kenalin gue Lisa," sapa Lisa sangat amat ramah.
"Hai Sa. Kelas berapa lo?" tanya Debby tak kalah ramah.
"Woe, kagak ada acara ngomong dalam barisan," sambung suara yg tak di undang dari kejauhan.
"Yang ngebacot tadi out dari barisan! Jangan sampek gue yang mengeluari!" pekik lelaki itu mendekat.
Debby dan Lisa pun merasa, mereka langsung mengacungkan tangan dan meminta izin pada Agra yang sedang membawa barisan sedari tadi.
Yah, siapa lagi lelaki itu kalau bukan musuh yang baru saja ditandai oleh Debby tadi pagi.
"Siapa yang suruh lo berdua ngebacot di barisan?! Ada aba-aba istirahat dari si Agra?!" tanya Panji sedikit meninggi.
"Siap, tadi Lisa yang ngajak Debby ngomong kak," sahut Lisa dengan sigap pada Panji.
Tentu saja, Panji adalah ketua angkatan disini. Semua anggotanya pasti akan takut padanya.
"Lo, balik masuk barisan," ucap Panji pada Lisa.
Lisa dengan sigap menegakkan kepalanya lalu izin pada Panji persis yang iya lakukan tadi.
Kini tinggallah Debby yang menjadi bahan perhatian semua anggota.
"Kok gue gak?" tanya Debby merasa tak bersalah.
Panji tanpa ambil pusing langsung mengambil alih barisan yang sebelumnya di ambil alih Agra.
"Woe! Gue ngebacot disini, lu budeg apaa?!" Debby kian menaikkan satu oktaf nadanya.
Panji dengan santainya membiarkan dia menjadi kambing hitam di pinggir lapangan.
"Gra, tolong bawa mereka latihan, hari ini gue mau cabut dulu, ada urusan mendadak," pinta Panji pada Agra.
"Siap bos," sanggah Agra dengan sedikit cengiran.
Panji berjalan mendekat pada Debby yang masih setia berdiri di tempatnya.
"Heh om," panggil Debby menuju ke Panji.
"Om om, emang gue nikah ama tante lo," kini Panji membalikkan kata-kata Debby.
💃💃💃
"Nih tas lo," ucap Panji sambil melempar tas abu-abu milik Debby.
Tepat sasaran, tas tersebut mengenai wajah Debby. Lusuh sudah wajahnya menahan marah yang tertahan sedari tadi. Ditambah cuaca panas yang sedari tadi memanggangnya di lapangan.
"Eh, ngotak dong lo. Suka-suka lo aja ngelempar!" teriak Debby yang sudah menjadi pusat perhatian.
"Gausah ngoceh lo, ayo. Hitungan lima lo harus di depan gue!" titah Panji santai tanpa rasa bersalah.
"Anj-" cicit Debby.
Hitungan sudah mulai dimulai. Debby hanya berjalan santai tanpa menghiraukan hitungan dari manusia alam ghaib ini. Entah apa nama yang sesuai untuknya. Ingin rasanya Debby mencakarnya sampai tak jelas wujudnya.
"Lama lo, cepatannn!" teriak Panji masih ditempat.
Debby masih saja berjalan santai. Sambil menahan semua yang sedari tadi tertahan di hatinya.
Arghhhh.
Debby mengeluarkan kekesalannya dengan menghentakkan kakinya di bumi yang sudah menopang tubuh manusia ghaib ini.
"Gausah sok ngambek lo. Push-up," titah Panji.
"Apa-apaan loh nyuruh gue push-up," sangkal Debby membela diri.
"Banyak tanya ya lo. Dua seri mulai," tambah Panji.
"Hah-" Debby terkejut.
"Tiga seri mulai," tambah lagi.
Tanpa banyak berkata lagi, Debby melakukan saja apa mau si keparat liar ini.
Dua seri sudah terselesaikan. Satu seri terakhir Debby mulai merasakan sesak yang amat. Sedikit lemah, lagi, lagi, lagi, dan lagi.
"Siap," lirih Debby menggebu-gebu.
"Berdiri," ucap Panji.
Begitulah dunia perpaskiban di sekolah.
"Sekarang lo bawa tas lo. Lo ikut sama gue," ucap Panji.
"Mau kemana, engga ah," bantah Debby.
"Banyak bantah lu ya," ucap Panji.
Tanpa banyak bicara, Debby berjalan menggapai tas di sampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Depan
RomanceDebby adalah perempuan yang penuh dengan tanda tanya. Bukan karena dia tak jelas akan hidup, tetapi tak jelas akan sikapnya yang tak bisa di tebak. Perempuan yang memiliki depresi terhadap lelaki. Bahkan cinta pertamanya juga menyakitinya.