4; Terikat Pada Kebahagiaan

330 65 4
                                    

—Somewhere Far Away—

Saat ini aku sedang berada di depan cermin untuk merapikan penampilanku. Aku pakai kemeja warna biru langit dan celana dasar warna hitam. Tak lupa juga dasi dan jam tangan kesukaan.

Setelah selesai dengan penampilan, kini aku berjalan turun ke lantai bawah sambil menjinjing tas kerjaku untuk mengisi perut yang sudah lapar.

“Hai! Selamat pagi!” suara itu seketika membuat hatiku tenang.

Ya, suara dia, suamiku.

“Hai! Selamat pagi manis,” balasku tersenyum lembut lalu mengecup pipinya.

Setelah memberikan kecupan pagi untuknya, aku lalu berjalan menuju meja makan, mengambil tempatku dan menunggu hidangan untuk datang.

“hari ini mungkin aku pulang malam, Ju,” ucapku.

Dia yang sedang membawa hidangan ke meja makan membalas, “lembur ya? Gapapa kok, Je.”

“kamu ga takut sendirian di rumah?”

Dia sejenak terdiam, menatapku sedikit lama, lalu menggeleng pelan.

“apa yang mau aku takutin?” katanya. “... Ini rumahku kok,” lanjut nya lirih.


Aku tersenyum lebar dan mengambil tangan kanannya kemudian mencium tangan itu yang terlihat lebih pucat dari biasanya.

Aku memandangi tangan itu sebentar lalu kembali melirik padanya.

“kamu sakit Ju?”

Dia seolah mengalihkan pandangan, duduk mengambil tempatnya lalu menyiapkan sarapan untukku.

“gak kok, aku kan emang biasa begini, Je.”

Aku masih diam memandanginya dengan rasa aneh dan bingung. Dia menatapku pelan dengan wajah cemberut yang menggemaskan.

“ih ayo sarapan! Kamu nanti telat ke kantor, Je!” titahnya.

Aku kembali tersenyum lembut lalu mengangguk pelan.

“iya, sayang ...,” kataku, lalu mulai menyantap sarapanku.

***

Setelah tiba di kantor, aku menyapa rekan kerjaku. Salah satunya adalah Mark Lee. Rekan kerja sekaligus sahabat terbaikku.

“wih pagi pak bos,” sapanya pada aku yang baru saja datang.

Sembari duduk di kursi, aku membalas sapaannya. “pagi. Gimana? Kerjaan nambah?” tanyaku menggodanya.

Dia berdecak, “anjing lah, gua kira kerjaan kemarin bakal kelar kan hari ini ... Et ga taunya malah ditambahin, ya Gusti,” balasnya dengan ekspresi kesal.

Sedangkan aku hanya menertawai nasibnya—padahal nasibku jauh lebih miris dari dia hahaha.

“nikmatin ajalah. Kayak lo nikmatin duit gaji,” balasku sambil fokus dengan komputer.

Somewhere Far Away ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang