CHAPTER 17

287 33 2
                                    

Vote dulu sebelum baca✨
Sorry for typo and Happy reading guys 🧸

Shena berjalan di koridor yang sepi, ia tadi sakit perut sehingga mengharuskan dia pergi ke toilet untuk menuntaskan panggilan alam nya.

"Nyesal gue tadi nggak bawa mobil," ucap Shena.

Tadi pagi ia berangkat bersama papa nya, karena tiba-tiba ia merasa malas menyetir.

Shena celingak-celinguk mencari tumpangan yang bisa mengantarkannya pulang.

"Ck," decaknya lalu mengambil ponselnya.

"Halo Re."

"Kenapa shen?"

"Jemput gue di sekolah."

"Kenapa nggak dari tadi coba bilangnya, yaud--"

Bruk

Ponsel Shena jatuh, bersamaan dengan badan nya yang juga terduduk di tepi jalan.

"Bangsat kaki gue perih," Shena menatap mobil yang tadi menyerempet nya.

Beruntung ia cepat menghindar kalau tidak nyawa taruhannya.

Dengan susah payah Shena mengambil ponselnya yang tergeletak tak jauh darinya.

"Pakek mati segala lagi," sunggut nya.

Ia menatap sekeliling, sial, kenapa disaat seperti sekarang keadaan nya sangat sepi, membuat ia tidak tau harus meminta bantuan kepada siapa.

Shena terdiam, ia tidak tau harus bagaimana, ingin berpindah tapi kakinya perih.

"Shena!!"

Re datang dengan tergesa-gesa, ia berjongkok menyamakan tingginya dengan Shena.

"Lo kenapa bisa begini?" tanya Re khawatir.

"Gue keserempet mobil."

Re menghela nafas,"kita kerumah sakit."

Re mengangkat badan Shena, membawanya masuk ke mobil yang tak jauh dari tempat keduanya.
.
.
.

Kringg

Bel istirahat bergema, membuat para murid bersorak kegirangan.

Lana dan Ani berjalan di koridor dengan wajah murung nya.

"Gue pengen jengkuk Shena An," rengek Lana.

"Gue juga, tapi lo ingat kan apa kata Shena."

"Ck, coba kalau tante Gina nggak ada, udah dari tadi pagi gue kerumahnya Shena."

"Eh lo tau Re siapa?" tanya Ani ketika mengingat sesuatu.

"Re? Gue nggak tau kalau Re yang gue tau cuma... Rey, Rean, Rendi, Renal, Reg--"

"Nggak usah disebutin semua."

"Lagian lo ngapain nanya yang begitu sih An," bingung Lana.

"Nggak nanya aja," jawab Ani.

Setelah memesan makanan, Lana dan Ani berjalan kearah meja kosong, namun sebelum duduk sebuah panggilan membuat mereka mengurungkan niatnya keduanya.

"Sini oii!" Aska dan Lian melambaikan tangan dengan heboh kearah keduanya.

Lana dan Ani saling pandang, lalu berjalan menuju meja yang terdapat keenam siswa tampan, yang membuat mereka bingung disana ada Bela yang sepertinya sedang menangis?

"Lo tau Shena kemana nggak? Kasian nih si Zay uring-uringan sendiri gara-gara nggak liat Shena seharian."

Zay yang nama nya disebut langsung menatap tajam Lian yang sedang menatap nya mengejek.

"Sakit," jawab Ani singkat.

Zay yang mendengar semangkin terlihat gelisah, "kenapa?"

"Keserempet mobil."

"Lo kenapa dah?" tanya Lana menatap Bela yang mukanya terlihat sembab mungkin efek menangis.

"Bilangin sama teman lo jangan pernah main-main sama gue," Bela berucap dengan wajah seperti sedang marah.

"Siapa? Shena, dia mana pernah mau main sama lo. Lagian dia bukan anak kecil yang masih mau main sama musuh nya sendiri," ucap Lana memandang tak suka pada Bela.

"Gara-gara dia gue hampir mati," geram Bela.

"Tadi lo bilang lo diteror sama hampir ditabrak, Kenapa sekarang malah nyalahin Shena," bingung Rean.

"Lagian lo nggak ada bukti," tambah Rey, oh ya Rey sebenernya memang masih kesal dengan Bela akibat kejadian tempo hari, namun ya Bela namanya juga cewek nggak tau malu pasti nggak ada rasa bersalahnya.

"Gue hampir setiap hari diteror, nggak dirumah nggak disekolah dan kalian sama sekali nggak kasian sama gue?" Ucap Bela.

"Bukannya kita nggak kasian, tapi kita nggak suka sama lo yang sering nuduh Shena pelakunya," kata Saka.

"Jangan sampai lo nuduh dia yg nggak-nggak cuma gara-gara nggak suka sama dia," ucap Aska.

Bela diam-diam mengepalkan tangannya, tapi ia juga senang karena mempunyai sedikit peluang untuk kembali dekat dengan mereka.

"Gue mohon bantu gue, gu--gue takut banget setiap hari selalu diteror," Bela berujar dengan wajah memelas nya, membuat Lana dan Ani berdecih.

"Ok kita bantu lo, kalau ada apa-apa bilang aja," ucapan Aska membuat orang-orang semeja memandang nya tak percaya terkecuali Bela yang tersenyum senang.

"Lo bantu dia?" Tanya Lana.

"Lo serius, jangan bilang lo suka sama dia?" tuduh Lian.

"Ck, nggak gitu lo liat sekarang nyawa Bela taruhannya," protes Aska.

"Tap--"

"Kita bantu," potong Zay.

"Lo juga Zay?" tanya Lana lagi.

"Gue cuma mau mastiin kalau pelakunya bukan Shena," ujar Zay membuat senyum Bela luntur.

No problem, yang penting peluang gue buat deketin mereka nambah, dan bakalan mudah buat nyingkirin Shena.

To be continue



see you di chapter selanjutnya 🦋✨

SHENA✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang