"Ah kalah lagi!" Hakim berseru, setengah melemparkan controller di tangannya, bersandar pada sofa.
Sambil menyesap kola dari kaleng yang masih dingin, ia mengamati wajah sang kakak yang menyunggingkan sedikit senyum. Hakim lega melihatnya. Ngga percuma berulang kali main FIFA jika kekalahannya bisa membuat kakaknya merasa sedikit lebih baik.
"Laper. Mau pesen makan apaan?" tanya Harsya, memegang ponselnya sebelum mengalihkan perhatian pada Hakim. "Is pizza okay?"
"Maunya tapi yang dari Roma Osteria." Sebut Hakim.
"Picky. Ketik nih mau apa aja, nanti Ilham yang pesen." Harsya menyerahkan ponselnya pada Hakim, kemudian beranjak ke dapur. Harsya dengan lihai menambahkan sejumlah menu favoritnya, sesekali mengingat apalagi yang perlu dipesan.
Selesai mengirimkan pesan pada asisten Harsya, Hakim mengunci layar ponsel Harsya hanya untuk menemukan foto familiar terpampang sebagai latar. Harsya yang baru mengambil botol San Pellegrino, kembali duduk di sofa dan membuka ponselnya. Cuek dengan kemungkinan sang adik melihat foto tersebut.
"Masih, Mas?" Tanya Hakim pelan.
Harsya mendengus kecil. "Sayang?" Tanyanya balik pada Hakim.
"Ngga bisa lupa."
Hakim tertegun mendengar jawaban sang kakak. Bisa dibilang sudah 2 tahun sejak foto tersebut diambil, foto terakhir kebersamaan Harsya dan Ruby, mantan kekasih sang kakak. Hakim tahu, karena saat itu ia sedang liburan dan mengetahui dua orang favoritnya berada di kota yang sama dengannya, ia pun bergabung tidak peduli Harsya ngomel karena waktu berduaan terganggu si adik.
Sebagai bungsu di keluarga, Hakim sangat dekat dengan Harsya yang berbeda 4 tahun lebih tua darinya. Harsya adalah idola Hakim, si adik selalu mengikuti jejak kakaknya yang ia anggap sangat keren. Pintar, supel, penuh prestasi, kebanggaan orangtua. Hakim pun menjadi copy sempurna sang kakak, membuat banyak orang berdecak kagum pada dua keturunan Herdiningrat tersebut.
Sampai kakaknya memulai perang dingin dengan mama perkara Ruby. Mama tidak berpikir bahwa Harsya akan terus serius dengan Ruby. Buat keluarga besar papa dan mama, perceraian orangtua Ruby menjadi penghalang Harsya untuk bisa menikahi Ruby. Mereka menganggap Ruby bukan calon yang setara untuk Harsya.
Mama sampai sakit dan mesti dirawat cukup serius di rumah sakit karena terus-terusan adu mulut dengan Harsya. Nama Ruby haram disebut di rumah mereka, hal itu pula yang membuat Harsya marah dan lebih senang tinggal di apartemen daripada rumah mewah keluarga mereka.
Tujuan Hakim datang ke apartemen adalah untuk melihat kondisi Harsya. Sekaligus berusaha memperbaiki hubungan kakak dan mamanya. Namun melihat kakaknya terpuruk dengan bekas luka di buku-buku jarinya akibat meninju kaca di kamar mandi, Hakim tahu usahanya masih butuh waktu.
Mama mendengar Harsya bertemu Ruby saat weekend lalu, bahkan menginap di tempat Ruby. Akhirnya mama dan Harsya berdebat. Harsya waktu itu baru pulang, masih pagi dan jelas bau alkohol masih tercium. Mama terus bertanya kenapa Harsya masih saja bertemu Ruby, calling her bad names, dan akhirnya Harsya emosi.
Hakim sedang di Singapura saat itu, menemani ayahnya menghadiri meeting dengan business partner mereka. Sampai Jakarta, mendapat berita kakaknya tidak pulang ke rumah sebulan terakhir. Mama lagi-lagi mengeluh pada Hakim. Bener-bener Hakim bingung harus gimana.
"Mas. Aku bukannya rese campurin urusan Mas, tapi ya ngga baik gini terus." Hakim memulai pembicaraan.
"Kalau memang Mas Harsya sama kak Ruby maunya bareng, then fight for it. I'm not telling you to fight mama, Mas. Cuma ya maju aja sih?"
YOU ARE READING
Twisted
FanfictionShe met him when she's lonely. He met her when he's needy. Ruby had no idea having Luki in her life would be this fun. But will the fun ends when feeling involves more?