Ay yo!
Ada yang nungguin update?Please vote dan komen setiap paragraf biar makin rame😭✋🏻
Dan jan lupa share biar makin rame juga.
Oke, happy ready guys!
***
Daniel memetik senar gitar untuk terakhir kali sebelum ia meletakkannya di samping kursi yang ia duduki. Ia beranjak beralih ke sofa dan menidurkan tubuhnya disana lalu menghela nafasnya pelan. Hari ini dia tidak masuk sekolah. Kalian pasti sudah tahu apa penyebabnya. Setelah mencoba membujuk ibunya agar tidak marah, nyatanya Daniel menyerah karena tadi pagi pun ibunya itu masih tetap mendiamkannya. Sarapan tadi sama sekali tidak membuat Daniel kenyang. Selain karena diamnya sang ibu, sang ayah juga tidak pernah berhenti untuk membuka suara membahas kesalahan dan kesimpulan dari segalanya masih tetaplah sama---hobi bermusik Daniel adalah yang paling salah.
"Sawadikap." Daniel bangkit dari tidur saat pintu kayu bercat putih itu terbuka lebar dan tampaklah Theo diikuti oleh temannya yang lain. Theo meletakkan sebungkus makanan pesanan Daniel, lalu memilih duduk di sofa yang bersebrangan. "Empat puluh ribu, tuh. Ditambah biaya ongkir, jadi totalnya seratus ribu."
Daniel melirik sinis kearah Theo. Bisa-bisanya biaya ongkir lebih mahal dari biaya makanan yang ia pesan.
"Btw, lo belinya pake motor gue, ya!" Ares angkat bicara mengingatkan Theo. Mana tahu ongkir yang diberikan Daniel bisa dibagi dua dengannya.
"Keliatan nggak ikhlas banget lo berdua." Daniel mengambil dompetnya dan memberi selembar uang merah diatas meja. Masalah uang, Daniel memang tidak pernah pelit pada teman-temannya.
"Ya daripada sok-sokan ikhlas padahal kagak?" Theo membalas santai dengan sesekali mengambil makanan yang Daniel makanan, mengabaikan tatapan tajam yang diberikan cowok itu.
"Rick, lo diem aja?" Singgungan yang diberikan Ares baru membuat Erick yang sejak tadi sibuk dengan handphone kini beralih menatap ketiga temannya tanpa ekspresi. Daniel mengerutkan kening dalam seraya menguyah makanan dalam mulut.
"Lo ada masalah?" Erick menjawab dengan gelengan. Daniel mengangkat kedua alisnya tinggi. "Lo bisa cerita kalau lo masih anggep kita sahabatan."
"Bokap gue ada masalah dikit di kantor. Gue belum tahu kenapa." Erick menghela nafas panjang setelah memberikan alasan tentang sikapnya yang tidak baik-baik saja. Ketiga temannya saling pandang, lalu sama-sama menatap Erick yang bersandar dengan memijat pelipisnya.
"Parah, Rick?" Erick melirik sekilas kearah Ares, lalu menggeleng sembari mengangkat dua bahunya tidak tahu. "Gue bisa temenin lo balik."
"Gue juga bisa ikut." Daniel menimpali. Walaupun di mata seluruh Cakrawala ia adalah sosok yang tidak memiliki hati dan rasa simpati. Nyatanya, Daniel berbeda jika masalah itu menyangkut keluarga, sahabat, dan orang terdekatnya.
Erick menggeleng, membuat ketiga sahabat baiknya itu berdecak pelan. "Gue belum tau apa masalah sebenernya. Gue paling pulang dulu buat pastiin keadaan nyokap gue."
"Tapi kalau ada apa-apa dan lo butuh sesuatu. Bilang sama kita, Rick!" ucap Ares mengingatkan. Nada cowok yang biasanya bergaya humor itu kali ini tegas seakan Erick harus mematuhinya.
Erick tersenyum tipis.
"Sans, kalau gitu gue cabut!"Ketiganya mengangguk bersamaan sebagai jawaban pamitnya Erick. Cowok yang bisa dibilang lebih memiliki poin plus di mata guru itu telah pergi meninggalkan sebuah tempat yang bisa dibilang sebagai markas mereka untuk bermusik.

KAMU SEDANG MEMBACA
Daniel Owns Me
Roman pour Adolescents[Heartbeat] "Sekali lo berurusan sama Daniel. Kecil kemungkinan lo buat lepas dari dia. Karena Daniel, bukan orang yang mudah lepasin lawannya." Daniel Aska Sagara, sudah bukan rahasia umum lagi jika orang-orang menyebutnya sebagai cowok yang tidak...