Jihan keluar dari kamarnya dengan mata setengah terbuka. Alarmnya sudah menyala dan dia mau tak mau harus bangun untuk sahur.
"Asha udah bangun juga." Ucap Jihan saat melihat Marsha keluar dari kamarnya.
Marsha menganggukkan kepalanya sambil mengusap kedua matanya yang terlihat masih mengantuk.
Keduanya pun berjalan menuruni tangga untuk menuju meja makan. Sesampainya disana mereka sudah melihat piring-piring dan beberapa lauk untuk sahur sudah tersaji di meja.
"Oh Ji sama Asha udah bangun." Ucap Nayla tersenyum melihat kedatangan kedua adiknya yang lain.
"Lo berdua cuci muka dulu. Biar kebuka itu mata." Ucap Jesslyn. Keduanya hanya mengangguk dan menuruti perintah dari kakak keduanya itu.
"Kalian berempat bangunin adek-adeknya gih. Ini tinggal dikit lagi bisa sama kakak doang." Ucap Nayla saat melihat jam sudah menunjukkan pukul setengah 4 lebih.
"Iyaa ka!" Mereka berempat berjalan menaiki tangga untuk membangunkan saudara-saudara mereka yang belum bangun.
"Aku bangunin adek ya." Ucap Sania dan langsung berjalan menuju kamar Tresya namun langkahnya terhenti saat ada yang menarik piyamanya dari belakang.
"Gue tau lo mau cari aman ga mau bangunin Mona sama Ica." Ucap Jesslyn yang mengerti dengan pemikiran Sania. Mona dan Danica memang paling sulit untuk bangun sahur.
"Hompimpa aja." Usul Marsha.
"Ya udah ayo hompimpa." Ucap Jihan mengulurkan tangan.
"Hompimpa alaium gambreng, Ka Nayla semoga cepet dapet jodoh."
"YESSS!! Aku bangunin adek!" Ucap Jihan senang saat melihat tangannya tertutup sendiri.
"Tsk." Decak Jesslyn karena Jihan mendapatkan yang gampang
"Ayo lanjut lagi." Ucap Sania saat Jesslyn sudah pergi untuk membangunkan Chaca.
"Hompimpa alaium gambreng, Ka Nayla semoga cepet dapet jodoh."
"Wohooooo aku bangunin dedek. Bye bye adik-adikku yang cantik." Ucap Jesslyn kegirangan karena menang. Dia mengedipkan sebelah matanya lalu berjalan riang menuju kamar Chaca.
"Ish." Gerutu Marsha karena tadinya dia ingin membangunkan Chaca.
Sania dan Marsha saling menghela nafas kasar karena mereka tersisa dengan dua orang yang paling sulit dibangunkan.
"Ka, gimana kalau kita bangunin kembaran masing-masing aja?" Tanya Marsha menatap Sania dengan tatapan memelas. Jika pilihannya sudah antara Danica dan Mona lebih baik dia memilih Danica karena Danica masih lebih gampang dibangunkan dari pada Mona.
"Ga bisa gitu! Tetep suit dulu." Protes Sania. Dia tidak ingin membangunkan kembarannya yang sangat menyebalkan itu.
"Ya udah suit deh." Ucap Marsha pasrah dan berharap bahwa dirinya membangunkan Danica.
"Kertas gunting batu!" Sania mengeluarkan batu sementara Marsha mengeluarkan kertas.
'YASSS!!' batin Marsha berteriak senang saat melihat dirinya menang.
"Kan udah takdir kita ini sih Ka. Aku bangunin Ica ya hehehe." Ucap Marsha yang langsung berjalan cepat menuju kamar Danica saat melihat wajah masam Sania.
"Ais sialan." Sania berjalan menuju kamar Mona dengan menggerutu kesal. Dia bahkan membuka pintu kamar Mona dengan kasar dan membantingnya tetapi Mona sama sekali tidak terganggu dan tetap tertidur lelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arsena
FanfictionKisah mengenai kehidupan sembilan bersaudara di keluarga Arsena AU Social Media ada di twitter @satzulokal (Pinned -> Keluarga Arsena) Note: Nama semuanya diubah jadi lokal