Tiga: Langka.

191 45 8
                                    

“Ko, gimana kosan baru lo?”

Hanum bertanya ketika tiga sahabat ini sedang makan bakso di belakang kampus. Bakso yang menurut ketiganya terbaik di Kota Malang—soalnya disediain micin, biasanya gak ada.

“Seru-seru aja sih, anaknya pada baik-baik sama gue. Kemarin pake ngadain acara syukuran segala,” jawab Yoriko sembari mengunyah bakso urat.

“Syukuran apaan?” Joya bertanya. Keringatnya mulai terlihat di dahi, gadis ini tidak bisa makan makanan yang pedas tapi nekat pakai sambal satu sendok makan.

“Syukuran kedatangan gue,” jawab gadis bersurai pirang. “Eh, apaan sih?”

Welcoming party bego,” cibir Hanum.

“Nah itu deh.”

Yoriko jadi ingat kejadian menarik di kosannya kemarin, tentang fakta bahwa seorang Adhipraya Saka tinggal satu atap bersama dengan dirinya. “Eh, masa gue sekosan sama Saka,” celetuk Yoriko tanpa pikir panjang.

“HAH?”

“Saka yang itu? Kosan lo campur dong, Ko?”

Sial. Yoriko lupa kalau dia belum cerita mengenai kosan barunya, tetapi sudah terlanjur basah, langsung nyebur saja sekalian.

“Gue belum cerita ya?” Yoriko cengegesan.

“BELOM,” koor kedua sahabatnya kompak.

“Hehehe maap-maap,” ucap Yoriko memamerkan senyum bodohnya. “Jadi, waktu gue nyari kosan kemaren, Mas Jaka yang nawarin di tempatnya ada kamar kosong. Kan lo pada tau susahnya gue gimana nyari kamar kosong. Mumpung ada ya gue ambil aja.”

Hanum mengangguk, “Bener juga sih. Lo pindahnya pas maba udah pada dateng.”

Dua sahabat karibnya ini sama-sama datang ke kota Malang berstatus perantau, meski dari daerah yang berbeda. Hanum tinggal di kontrakan milik budenya, satu kamarnya sudah penuh diisi oleh orang. Sedangkan Joya tinggal bersama keluarga ibunya yang mempunyai rumah di Malang, tidak memungkinnya untuknya menampung Yoriko.

“Berarti lo kemarin welcoming party ada si Saka dong, nyet? Beruntungnya wanita ini, padahal sholat aja jarang,” imbuh Joya membuka topik itu lagi.

Yang dituju tertawa girang. Bagi Yoriko, gak ada yang spesial dari tinggal bareng Adhipraya Saka di bawah atap yang sama, karena kenyataannya masih ada yang jauh lebih ganteng dari cowok itu. Bang Tarra, contohnya. Kebanggaan fakultas teknik.

“Gue sekosan juga sama Kia. Terus lo tau gak anak sedesa yang sipit rambut warna warni? Ada dia juga! Ada Bian temen gue dari komunitas. Tapi yang lucu mah di kosan gue...”

Yoriko mulai mendongeng.

.     .     .     .     .

Gak ada kelas setelah jam makan siang itu surganya Yoriko. Hari ini, sang puan memang harus masuk pagi karena ada dua mata kuliah yang harus diampunya. Tetapi setelah itu kosong, dia bisa pulang ke indekos.

Biasanya waktu-waktu emas seperti ini dipakainya istirahat atau minimal leha-leha di atas kasur sambil streaming channel mukbang. Entah lagi kerasukan setan bersih mana sampai Yoriko memutuskan untuk mencuci pakaian kotornya bekas yang belum dicuci dari kemarin.

Tidak terlalu banyak sih, paling cuma baju dalamnya saja karena harus diganti setiap saat.

“Hadeh, capek deh,” keluh perempuan berasma lengkap Yoriko Mei sembari memeras pakaiannya yang sudah dibilas.

Wabi-Sabi.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang