8

3 0 0
                                    

Singkatnya gue udah sebulan lebih pacaran sama Elsa. Awalnya gue kira Elsa adalah sosok perempuan yang beda dari yang lain. Tapi makin ke sini gue malah ngerasa nggak nyaman sama dia. Entah sikap dia yang berubah 180 derajat atau emang gue yang mulai nggak suka sama hubungan kita yang kaya gini.

Belum lagi Adiba yang makin hari makin nggak pernah chat gue. Bahkan untuk sekedar nanya kabar pun nggak pernah. Pernah gue chat dia sekali, gue tau dia online tapi balesnya 5 jam kemudian. Aneh nggak sih? Gue sama Diba itu temenan. Oke di sini konteksnya dia suka sama gue, tapi kan ya nggak perlu ngejauh kaya gitu juga kan.

"Adiba cantik ya, Ri." Genta nepuk bahu gue.

Iya jadi ceritanya gue lagi jalan ke ruang olahraga buat ngembaliin bola karena abis latihan. Terus di lapangan basket, gue lihat Diba juga lagi latihan sama temen-temennya.

"Iya." Kata gue jujur.

"Jangan salahin Diba kalau dia terkesan menghindar dari lo. Karena nggak mungkin kan dia ngadu ke lo tentang apa yang pacar lo lakuin ke dia." Genta senyum miring. Kayaknya nih orang mulai kesel sama gue.

"Maksudnya apa?"

"Elsa nggak pernah ngomong apa gitu ke lo soal Diba?"

Gue cuma geleng-geleng karena emang Elsa nggak pernah nyinggung soal Diba lagi.

"Coba lo tanya baik-baik sama cewek lo. Jujur, gue nggak suka Diba di gituin sama orang."

Setelah ngomong kaya gitu Genta langsung ninggalin gue. Ada apa sih sebenarnya? Kenapa cuma gue yang nggak tahu apa-apa di sini?

Makanya setelah dari sini gue langsung ketemu sama Elsa. Gue nggak mau ada salah paham. Gue nggak mau terus terusan nyalahin Diba soal sikap dia yang berubah sama gue.

Awalnya kita ngobrol santai sampai akhirnya gue tanya ke Elsa. "Kamu ada kontaknya Diba?"

"Kenapa tiba-tiba tanya Diba?" Tanya Elsa balik. Kelihatan banget dia nggak suka gue bahas ini.

"Kamu ada ngelakuin sesuatu ke Adiba?" Gue tanya lagi.

"Oh, si centil itu ngadu ke kamu, ya."

"Diba nggak centil."

"Kok kamu jadi belain dia."

"Sa, jujur aja dari pada aku denger dari orang lain." Gue masih berusaha sabar.

"Kamu suka kan sama dia?" Tanya Elsa sedikit teriak. "Sejak awal kayaknya emang hati kamu tu bukan buat aku. Kamu selalu peduli sama perasaan dia, tapi kamu nggak pernah peduli sama perasaan aku."

Lo salah Sa. Kalau gue perduli sama perasaan Adiba, gue nggak akan mungkin bareng sama lo sampai detik ini. Tapi waktu itu gue cuma bisa bilang dalam hati.

"Aku nggak mau ada masalah, Sa."

"Kamu ngomong gini seolah-olah ini semua salahku. Apa aku keliru kalau aku jaga kamu biar dia nggak rebut kamu dari aku?" Mata Elsa udah mulai memerah. Dan gue nggak ngerti harus bilang ke dia gimana.

"Aku temenan sama Diba lebih dulu, kenapa kamu nggak bisa percaya-"

"Karena dia suka kamu. Apa aku bakalan baik-baik aja kalau kamu kasih respon baik ke orang yang suka sama kamu?" Tanya Elsa yang mana cuma bisa buat gue diem.

"Aku capek Ri, capek harus nahan cemburu sama dia. Kamu sama dia bisa setiap hari ketemu dan aku juga nggak tahu apa yang kalian lakuin di belakang aku pas di sekolah."

"Kamu nuduh aku?" Kenapa ya, cewek kalau bertengkar nggak mau ngakuin salahnya tapi malah mojokin cowoknya.

"Gue juga capek sama sifat lo yang nggak pernah percaya Sa. Gue rasa lebih baik kita cukup aja. Gue nggak bisa bangun hubungan sama orang yang nggak bisa percaya sama gue."

MOVE ONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang