E

10 7 8
                                    

Kini Rilda duduk bersebelahan dengan Alta tentunya, mereka berdua berpura-pura dekat di depan Afinka semua itu di lakukan oleh Rilda agar ia tahu maksud perkataan Alta tempo hari lalu.

Afinka tetap memantau dua orang yang di belakangnya itu, pasangan yang tak pernah melepas tautan tangannya, Afinka bete sendiri dengan Alta yang romantisan dengan gadis lain.

Sedangkan Rilda sudah mencoba melepas tangannya yang sedang di pegang oleh Alta, namun lagi-lagi Alta mengeratkannya.

"Tangan gue nakjis di pegang sama lo!" bisik Rilda bersuara pelan membuat Alta menatapnya, "lo kira tangan gue mau selalu pegang sama lo? nggak! tapi mau tak mau gue harus melakukan ini karena, tangan wanita lintah itu lebih mengerikan kalau pegang tangan gue."

"Dia itu bukan lintah tapi, terlalu demen sama lo." balas Rilda dengan suara yang tak mampu di dengar oleh Zero dan Afinka di depan.

"Udahlah lo banyak banget ngomongnya,, diem napa! kalau lo gak diem gue gak akan bilang kelanjutan dari ucapan gue tempo hari lalu." balas Alta yang mampu membuat Rilda menutup bibirnya.

Setelah berselang waktu yang panjang, mereka pun tiba di sebuah gedung nan tinggi dan terlihat tidak berpenghuni.

"Zer, kita ngapain disini?" tanya Alta mekuhat Zero yang melihat sekitar,

"Mencari kebenaran dari kasus penyekapan anak kecil yang selalu menghillang ketika, berumur 9 tahun." jawab Zero membuat Rilda terasa ngeri.

"Gue duduk disini aja ya, karena jika gue yang amatiran ini kesana bisa-bisa gagal nih misi." sela Rilda menyembunyikan ketakutannya, membuat Alta, Zero dan Afinka menoleh ke arahnya.

"Akan lebih bahaya jika, lo tetep disini. Tenang aja, Alta bakalan lindungi lo kok, dia juga kan pacar lo." balas Zero menatap Rilda lalu beralih menatap Alta yang sudah memutar malas matanya ketika melihat Afinka cemberut.

"Iya, tenang aja sayang ... aku bakalan lindungi kamu." ucap Alta mengelus-elua rambut Rilda membuat Rilda tak suka dan menjauhkan diri dari tangan Alta.

"Kita selesaiin misi secepat mungkin, jangan pada malah ngebucin!" ketus Afinka lalu keluar dari mobil membuat Alta tersenyum mendengarnya.

Setidaknya dengan keberadaan Rilda, Afinka bisa menjauh darinya. Alta menoleh menatap Rilda yang sedang memegang ponselnya dan menunggu balasan pesannya dari Sang Kekasih.

Alta tidak bisa membayangkan jika, Rilda mengetahui kebenaran tentang kekasihnya itu ... menurutnya Rilda masih belum bisa menerima jika Alta memberitahukannya sekarang.

"Lo mau di sekap? cepet ikut gue, kalau lo gak mau di sekap." sahut Alta ketika melihat Rilda yang masih setia dengan posisi duduknya.

"Eeh, tunggu!" balas Rilda lalu mengejar langkah kaki panjang milik Alta.

Setelah masuk gedung itu tubuh Rilda mendekatkan diri ke Alta, kini Alta yang menoleh mendapati Rilda yang ketakutan sampai-sampai tanpa sadar memegang baju milik Alta.

Bagaimana tidak takut, bangunan yang rusak parah dan sudah lumutan, terlihat begitu angker di netra milik seorang Rilda.

"Dasar kucing penakut!" ucap Alta meremehkan Rilda msmbuat gadis itu menoleh dan menatap tajam ke arah Alta.

"Si-siapa yang takut, lo itu kucing penakut."

Balas Rilda membuat Alta tersenyum, sungguh gadis ini tak bisa berbohong dan terlintas ide untuk menjahili gadis ini di kepala milik Alta.

"Ril, it-itu di belakang lo." sahut Alta dengan mata terkejut membuat Rilda semakin panik dan memegang baju milik Alta.

"Apa? di belakang gue ada apa?!" tanya Rilda panik.

"Di belakang, lo liat sendiri aja dah." jawab membalas Alta kepada Rilda membuat gadis itu perlahan-lahan menoleh ke belakang.

Setelah menatap ke belakang, Rilda menemukan banyaknya tikus dan kecoa membuat dia geli dan berteriak.

"Aaaaaa!!!" teriak Rilda dan spontan pun dia malah memeluk Alta membuat laki-laki yang semulanya tertawa malah terkejut mendapati tubuhnya malah dinpeluk gadis ini.

Zero dan Afinka yang mendengar teriakan Rilda yang di belakangnya pun cepat-cepat berbalik dan mendapati Rilda yang sedang pelukan dsngan Alta.

Zero yang melihat itu malah tersenyum, sedangkan Afinka memasang wajah datarnya, cemburu.

"Woi! jangan main-main pelukan disini! misi kita lebih penting dari hubungan kalian! sebelum bukti-buktinya yang masih tersisa menghilang." ketus Afinka membuat Rilda tersadar dan menarik tubuhnya dari tubuh milik Alta.

"Lo kenapa teriak, Ril?" tanya Zero sengaja membuat Rilda menatap ke bawah, entah mengapa tubuh spontannya membuatnya malu seperti ini.

"Dia ngeliat tikus sama kecoa," balas Alta yang di angguki memgerti oleh Zero sedangkan Afinka sudah memutar matanya.

"Cih, lebay." ucap Afinka.

Setelah menuntaskan kejadian itu, mereka kembali menelusuri gedung tua itu yang sudah tak berpenghuni, tiba-tiba Rilda mencium aroma darah yang sangat menyengat membuatnya menarik baju milik Alta.

"Apa lagi?"

"Darah, gue nyium bau darah." balas Rilda samhil menutup hidungnya, membuat Alta menghirup udara namun tak ada yang ia cium.

"Gue gak nyium apapun." ucap Alta membuat Rilda berdecak, "di sana, aromanya sangat kuat di sana." tunjuk Rilda ke arah pintu berwarna coklat tuanyang sudah lusuh.

Mendengar itu Zero dan Afinka pun mencoba menyium tapi, sama saja seperti Alta merska tak mencium bau darah.

"Yaudah ayo kita cek kesana." putus Zero yang di angguki oleh ketiga orang itu.

Rilda pun tak berhenti menarik baju milik Alta membuat Alta menatapnya tajam, "apa lagi sih?" tanya kesal Alta membuat Rilds menunduk, "gue gak bisa ke sana, kalian aja ya."

Bukannya membalas, Alta justru mengambil tangan milik Rilda dan menariknya untuk ke ruangan itu.

Setelah sampai di depan pintu, Zero pun membuka pintu itu dan betapa terkejutnya mereka berempat sampai-sampai Rilda dan Afinka menutup mulutnya dengan tangannya saking terkejut.

Begitu pun dengan Zero dan Alta yang melotot terkejut melihat bagian-bagian tubuh anak-anak yang sudah terpotong satu demi satu, bahkan darah mereka pun sudah tertempel di dinding.

Kepala mereka terputus dengan tubuh mereka, membuat Rilda melangkah mundur dan terjatuh.

"Alta, cepat hubungi polisi." titah Zero yang langsung di angguki oleh Alta dan menelpon polisi secepat mungkin.

Di dinding itu tertulis kalimat menggunakan darah, "Tolong kami."

Tbc.

Partner Ngeselin!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang