05🌻

990 160 6
                                    


••••••••••••

"Pagi, semua." Alwi duduk dikursi yang disebelah nya terdapat teman sebangku nya.

"Hallo bro, apa kabar!" ujarnya menepuk pundak Alwi.

"Baik, tumben nanya?" ujar Alwi menatap teman nya itu.

"Biasa-biasa," ujarnya menaik turunkan alis nya.

"Huff, kali ini ada syarat nya!"

"Apa-apa, Napa harus pake syarat segala sih. Ribet tau enggak!"

"Eh! Aku juga ribet cara agar bisa ngerjain soal ntu. Soal nya Kak Ridho banyak mau nya," ujar Alwi.

"Yaudah, apa syarat nya?"

"Kamu mau enggak tolong sikatin gigi buaya milik pak RT?"

"Ehh buset! Sejak kapan pak RT punya buaya? Mengadi-ngadi lu!"

"Kemarin, masa kamu enggak tau sih. Ah enggak asik," ujar Alwi melempar buku tugas nya pada Suheil.

"Makasih! Lu emang bapak gue!"

"Enak aja! Aku masih muda!"

"Canda-canda."

Matahari semakin menyengat dengan bertambahnya waktu, Alwi duduk menunggu jemputan dari Ridho.

"Kebiasaan nih, lama bener dah!"

Alwi mondar-mandir didepan gerbang sekolah nya. Sesekali ia mengusap keringat yang bercucuran. Ia melihat keatas, dilihat nya awan sedikit mendung secara tiba-tiba. Alwi semakin kesal, kenapa Kakak nya begitu lama untuk menjemput nya.

"Udah mau hujan. Kakak kemana sih?!"

Tin tin!

"Buruan masuk lu bocah!" teriak Ridho membuka kaca mobil.

"Et dah, bisa enggak sih sehari aja ngomong baik-baik sama aku. Aku pergi baru tau rasa!"

"Kalau ngomong suka ngelindur. Emang mau pergi kemana? Ke rumah Pak Camat? Kalau gitu nanti Kakak titip batagor," ujar Ridho dengan tatapan lurus ke depan.

'Ih! Kakak serius, berat rasanya mulut ini untuk mengungkapkan semuanya Kak,' batin Alwi kini menahan air mata yang hendak turun dari pelupuk matanya.

Ridho melihat ke arah Alwi yang kini diam tidak membalas perkataan nya. Alwi selalu memalingkan wajah nya ketika Ridho hendak bertanya.

"Napa lu?"

"Eng ... enggak. Lihat tuh wajah Kakak ada hidung nya," ujar Alwi memulai aksi nya kembali.

"Iya iyalah. Masa kagak ada, nanti gimana dong ih, serem tau!"

"Kok berhenti?" tanya Alwi.

"Kita disuruh beli barang-barang sama Ayah, ayo turun enggak mau ikut apa?"

"Iya, Alwi mesti ikut. Karena ... itu sangat wajib!"

"Yaudah buruan turun!"

Alwi menggangguk, Ridho pergi duluan. Sedangkan Alwi masih hendak turun dari mobil, sekilas ia melihat dompet yang tertinggal. Alwi tersenyum miring, lalu mengambil nya dan memasukkan ke dalam saku celananya.

'Makan nya jangan ceroboh. Lihat apa yang akan aku lakukan,' batin Alwi lalu melangkah pergi.

"Pulpen, kertas hvs, apa lagi ya ....,"

"Oh ya ampun! Ini buku apa coba. Alwi mau ini." Alwi melemparkan barang yang ia pilih pada Ridho, Ridho menangkap nya rusuh.

"Woy! Bisa pelan-pelan enggak sih!" sinis Ridho.

"Ini juga bagus," ujarnya melempar kembali ke arah Ridho.

"Ini juga menarik."

"Nah! Yang ini juga sangat bagus!"

Ridho menangkap nya dengan susah payah, sedangkan Alwi santai memilih buku yang ia mau.

"Cukup Alwi! Nanti siapa yang bayar hah!"

"Kakak lah," ujar Alwi santai.

"Awas lu!"

"Wleee, kata Bunda sama Adek itu harus nurut," ujar Alwi menasehati.

"Iya-iya. Serah lu!"

Semua sudah rapih, barang-barang yang Ridho cari sudah terkumpul. Kini mereka tengah antri didepan kasir. Ridho meraba saku celana nya seketika mata nya melotot, menahan panik dan segera berlari keluar menuju mobil.

"Alwi tunggu disini, dompet Kakak ketinggalan di mobil," ujar Ridho lalu berlari keluar.

'Dosa enggak sih,' batin Alwi tertawa.

Tbc_

SEGORES LUKA [End] || Alwi Assegaf Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang