25🌻

694 166 22
                                    


*******

Setelah semua selesai berbuka, Alwi yang buru-buru berlari kecil ke arah taman belakang di ikuti oleh Inne di belakangnya. Sedangkan yang lain, terlihat aneh ketika melihat mereka berdua sama-sama terburu-buru.

"Dho, Adek sama Bunda mu mau ngapain tuh?" tanya Ananda yang tengah memegang koran.

"Enggak tau Yah, kita ke sana yu!"

"Ngapain?"

"Nangkap curut, ya lihat mereka lah Ayah gimana sih!"

Ridho mendengkus kesal, lalu pergi meninggalkan Ananda yang masih sibuk dengan korban nya. Dua detik kemudian, Ananda langsung mengikuti langkah Ridho. Tidak ingin sendiri di dalam rumah, ia pun pergi menyusul putra nya.

"Gambar Alwi hampir selesai," ujar Alwi menunjukan hasil nya pada Inne, Inne sedikit tersenyum lalu menatap lekat gambaran putranya.

"Em Al," panggil Inne.

"Iya Bund?"

"Apa yang kamu gambar, itu seperti ...."

"Iya memang, Bunda pasti tau ini apa? Ini bulan, ini bintang, ini langit dan ini cahaya." Alwi menunjuk satu persatu gambar yang ia buat.

"Ke ... kenapa Alwi membuat gambar seperti ini sayang?" tanya Inne penuh dengan tanda tanya.

"Huff, bulan ini adalah Bunda. Kenapa Bunda? Karena bulan selalu menampakan sinar nya di keheningan malam dan gelap nya di malam hari. Seperti itu pun Bunda, Bunda selalu ada dan siap menerangi diriku ketika aku tengah terpuruk. Dan ini bintang, bintang ini adalah Kakak. Sama seperti bulan bintang pun selalu menampakan sinar nya untuk menerangi suasana malam. Kakak juga sama, ia adalah orang yang ya ... menjengkelkan. Tapi dengan kejengkelan nya Alwi bisa terus tersenyum tanpa merasakan rasa sakit." Inne terdiam, ketika Alwi berbicara aneh, apalagi dia bilang 'tanpa merasakan rasa sakit' kenapa? Ada apa sebenarnya.

"Em, enggak! Maksud Alwi, Kakak yang sering membuat Alwi tertawa sehingga beban Alwi jadi hampa. Lalu ini langit, langit itu Ayah. Langit tinggi namun berjuta banyak kesan. Seperti itu Ayah, dia orang pertama yang menggendong ku, orang pertama yang mengajakku bermain. Dan ini terakhir, ini cahaya. Cahaya ini adalah aku, dimana saat nya aku akan meninggalkan bulan, bintang, juga langit. Dan aku mau di saat cahaya ini hilang, kalian masih tetap utuh."

Penuturan Alwi membuat semua bungkam, Ridho dan Ananda yang tengah berjalan pun kini mereka terdiam kaku di belakang Inne dan Alwi. Buliran liqued bening keluar begitu saja dari pelupuk mata Alwi, entah kenapa ia begitu berat berbicara seperti ini. Seakan ia akan pergi jauh saja, Inne yang mendengar dan melihatnya langsung memeluk tubuh putranya yang terlihat ramping.

"Apa yang kau katakan! Cahaya ini tidak akan pernah meninggalkan Bulan, bintang, juga langit. Kau paham!" Inne terisak hebat di pelukan putranya. Begitu pula dengan Alwi, ia tidak bisa berkata apa-apa lagi, selain membiarkan air matanya terjun dengan deras.

"Bund." panggil Ridho dan Ananda berhasil membuat pelukan mereka terlepas.

Alwi juga Inne segera menghapus jejak air mata mereka. Alwi langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain yang masih terdengar terisak.

"Kenapa, ada apa?" tanya Ananda memegang pundak Alwi dan berlutut di sampingnya.

Alwi menarik napas panjang, membuat buliran bening yang terus saja keluar. Apalagi keluarganya yang kini tengah mengelilingi dirinya. Membuat derasan air matanya semakin terjun saja.

"Enggak papa, Alwi ... Alwi senang masih di berikan kesempatan untuk menjalani ramadhan tahun ini bersama dengan kalian." Alwi memeluk tubuh Ananda dengan erat, Ridho mendekati Inne dan memegang tangan Bundanya. Lalu melihat ke arah Ananda juga Alwi.

"Udah ah, jangan sedih-sedih gitu dong. Ayo ini kalian lagi ngapain?" tanya Ananda menghapus jejak air mata pada pipi mulus putranya.

"Bunda sama Alwi lagi gambar, lihat ini punya Alwi." Alwi memberikan gelas yang sudah penuh dengan gambarnya.

"Wahh, Ayah sama Kakak kamu mau juga dong." Ananda merangkul Alwi dan beberapa kali mengecup pipi tembem milik putranya.

"Boleh Yah, gelas nya minta sama Bunda," ujar Alwi sedikit tertawa, Inne menanggapi nya hanya dengan senyuman.

Inne mengambil 2 gelas untuk Ridho dan Ananda, sedangkan Alwi sudah hampir selesai. Ia meletakan gelas tersebut di atas kursi taman, lalu menyenderkan badan nya yang terasa letih di dekat kursi taman.

"Alwi udah selesai sayang?" tanya Inne kembali dengan dua gelas di tangannya.

"Udah Bund," jawab Alwi pelan.

"Kenapa nih? Masih mau makan." Inne duduk di samping Alwi, sedangkan Ananda dan Ridho tengah melukis pada gelas yang Inne bawa tadi.

"Eh, enggak lah Bund. Alwi udah kenyang, enggak tau capek aja."

Inne sedikit bergeming, ia tidak membalas ucapan putranya. Ia hanya terus memperhatikan putranya yang hampir saja terlelap tidur.

"Wi! Jangan tidur dulu sayang. Sebentar lagi sholat tarawih." Inne sedikit memegang pundak Alwi yang membuatnya kaget bukan main.

"Eh." Alwi langsung mengambil posisi duduk dengan tangan yang memegang dadanya yang terasa berdenyut.

"Ekhem, iya ... iya Bund. Alwi ke dalam dulu yah mau siap-siap." Alwi berdiri lalu meninggalkan semuanya.

'Kenapa? Ada apa. Aneh banget. Semoga Alwi baik-baik saja.'

Alwi berlari ke arah kamarnya, dan duduk sejenak menghilangkan rasa denyutan yang sedikit menusuk pada dadanya. Beberapa kali ia melirik ke atas, dan terus berpikir dengan keputusan yang akan dia ambil.

"Jika aku berbicara sebenarnya, aku takut mereka kecewa. Jika aku diam saja aku tidak sanggup. Aku benar-benar ingin mengilang saja." Alwi merapatkan mata, lepaskan buliran bening yang kembali terjun.

Adzan isya berkumandang, Alwi juga yang lain nya pergi ke musholla yang letaknya tidak jauh dari rumah mereka. Dengan menempuh perjalanan dengan jalan kaki saja hanya memakan waktu beberapa menit. Namun malam ini sedikit berbeda, Alwi yang biasanya jahil kepada sang Kakak, kini hanya diam. Berjalan normal seperti yang lain.

"Dek," panggil Ridho membuat Alwi melirik padanya.

"Kenapa?"

"Pulang tarawih beli jagung bakar yok. Biasa-biasa naik sepeda." Ridho menaikan dua alis nya dengan senyuman simpul kepada Alwi.

"Em ... kalau Alwi enggak ngantuk yah," ujar Alwi lalu kembali pokus pada jalanan.

"Iy ... iya."

'Ada apa sih ini wey, kok Alwi tumben jawab gitu. Atau masih marah gara-gara perihal gelas?' batin Ridho bertanya-tanya.

Jangan lupa baca, komen, dan vote ★ juga ya man teman.

Nih bonus poto Bunda sama Alwi 😂

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nih bonus poto Bunda sama Alwi 😂

SEGORES LUKA [End] || Alwi Assegaf Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang