Jika menyerah adalah satu-satunya jalan untuk keluar dari penderitaan,
maka harusnya ada jutaan pintu alasan
untuk tetap bertahan dan berjuang.
Hanya saja hatimu terlalu enggan untuk membuka salah satu pintu itu
dan kaki terlampau lelah untuk sekedar melangkah kedalamnya.
Perkuliahan hari itu benar-benar membuat mereka bertiga semakin terpuruk. Gosip tentang kalahnya mereka dalam lomba menjalar cepat di sekitar kampus. Memang tidak ada yang menjelek-jelekan mereka, tapi ketika mendengar orang-orang yang membicarakan perihal lomba tersebut, rasanya membuat mereka semakin terpuruk dan kesal. Mereka bertiga yang sudah mencoba perlahan untuk melupakannya kini malah harus mengingat kembali momen itu karena orang-orang di sekitar mereka terus-terusan membicarakan. Sungguh mengesalkan memang, tapi ya mau bagaimana lagi, mereka tak bisa menyalakan orang lain.
Meira juga semakin terpukul karena berita tentang dia yang menolak Bimo kini menjadi bahan pembicaraan khususnya di kalangan teman-teman Bimo. Tentu saja hal seperti itu bisa terjadi, karena Bimo merupakan orang yang cukup populer. Banyak wanita yang ingin menjadi pacarnya atau sekedar dekat dengannya, tapi Meira yang memiliki kesempatan itu malah menyia-nyiakannya. Meira mengetahui itu karena tak sengaja mendengar orang-orang yang membicarakannya di kantin.
"eh, tau gak, Bimo di tolak sama anak kelas sebelah"
"seriusan, yang mana orangnya?"
"itu, yang pernah pergi kuliah bareng sama Bimo"
"ihh kesel banget deh sama itu orang, Bimo yang udah sesempurnah itu bisa-bisanya di tolak, emannya orangnya kaya gimana sih, memangnya dia secantik itu, sampai berani nolak Bimo"
"ssshh....ssshh...., ini orangnya" mereka semua mengarahkan pandangan kearah Meira. Mengetahui hal itu Meira hanya pura-pura tak tau saja dan cepat-cepat untuk berlalu.
"yaampun..... cuma kaya gitu doang, cantik juga enggak, hadehh gak tau diri emang"
Meira mengetahui itu semua dan terus mencoba untuk tetap sabar dan hanya mampu diam dan berusaha menerimanya saja.
****
Kini mereka bertiga sudah ada dikamar Alana, berkumpul seperti biasa. Mereka bertiga berencana untuk pergi ke cafe elektro untuk bertemu dengan bang Akbar dan menanyakan beberapa hal tentang tugas projek yang sedang mereka kerjakan.
"aku pengen berhenti kuliah aja" celetuk Meira secara tiba-tiba. "aku gak kuat denger orang ngomongin aku yang nolak Bimo, seakan-akan aku kaya orang paling jahat sedunia" Meira mulai berbicara, suaranya semakin liriH dan seperti ingin menangis.
Suasana kamar alana mendadak menjadi berat, Meira yang menyandarkan badannya di pinggir kasur sambil melihat ke langit-langit dengan tatapan kosong. Nadil dan Alana memandangnya lekat-lekat, mengalihkan perhatian mereka yang sedang fokus ke layar laptop kini berganti manatap Meira. Meira seperti membuka tabir gelap yang menutupi perasaan kesal mereka yang seharusnya tidak di ucapkannya. Mungkin kali ini masalah yang Meira hadapi begitu berat.
"jangan gitu, Mei. Kamu yang bilang sendiri kalau ini cara tuhan untuk buat kita berusaha lebih kuat lagi, terus sekarang kamu mau nyerah gitu aja? Dimana Meira yang aku kenal" jawab Alana.
Memang baru kali ini. Meira yang biasanya terlihat sangat dewasa dalam menghadapi suatu hal dan selalu berkepala dingin dalam menyelesaikan suatu masalah, kini semua itu hilang dan yang tertinggal hanya ada rasa putus asa.
KAMU SEDANG MEMBACA
TANGIS YANG TAK TUNTAS
Teen Fiction" Ada baiknya follow dulu sebelum membaca " 😁😅 Karena terlanjur terjebak dalam perasaan cinta yang tak jelas, para gadis remaja ini menjadi sedikit sentimen denga perasaan. ada yang begitu membara cintannya namun tak pernah tersampaikan karena ter...