Sore itu Nadil mengiyakan ajakan Bang Irham untuk pulang bersamanya. Senang sekali rasanya Nadil bisa bersama dengan orang yang dia sukai selama ini dan Nadil juga merasa Bang Irham juga memeiliki perasaan yang sama, dan kesempatan ini mungkin akan menjadi kesempatan untuk mengunkapkan semuanya. Begitu harapan Nadil.
"Nadil sering main-main ke cafe itu" Bang Irham membuka pembicaraan.
Nadil yang gugup tak banyak bicara dari tadi, wajar saja semua orang jika berada di sebelah orang yang dia suka pasti akan salah tinggkah.
"Belum sering, tapi kayanya akan sering"
"Haa, gimana maksdunya"
"Karena menu di cafe itu unik, ada Susu jagkrik liar kata ownernya" Sahut Nadil polos.
"kamu itu bisa aja" Tertawa Irham mendengarnya.
Sekalipun sedang gugup tapi ternyata kepolosan Nadil tidak hilang. Kepolosannyaitulah yang membuat orang gemas dengannya, kepolosan yang asli, tidak di buat-buat. Hal itu juga menjadi senjata nadil untuk bisa mencarikan suasana, di saat kekikukan atau rasa anggung dengan orang lain, sikap polosnya kadang berhasil membuat mereka tertawa dan percayalah, lewat tawa perasaan bisa menjadi lebih dekat, walaupun Nadil sendiri tak menyadari hal itu.
"Bang Irham juga ngapain ke situ?" Tanya Nadil juga, selepas tawa tadi.
"Awal kemarin beberapa kali di ajak teman, katanya tempatnya enak dan ternyata memang bener jadinya keterusan. Terus tadi ya cuma nongkrong aja"
Nadil hanya mengangguk mengerti. Rasa canggung didiri Nadil masih ada, namun pembicaraan mereka berdua mengalir lancar, saling bertanya satu sama lain, bercanda, dan celetukan-celetukan polos Nadil yang membuat suasana bettambah hangat, percakapan dua arah yang menyenangkan. Tapi di antara semua kehangatan itu tak ada sedikitpun yang menyinggung tentang perasaan masing-masing.
Kecanggungan itu melebur, Nadil semakin bicara terbuka, Dia mukin lupa dengan maksud hatinya diawal tadi karena sudah terlampau senang bisa berbicara nyaman dengan Bang Irham. Irham Juga tak ada sedikitpun menyinggung kearah sana, Dia juga terlihat senang dan nyaman saja berbicara berdua dengan Nadil, sepertinya memang benar, mereka berdua memiliki rasa.
"Bang Irham udah punya pacar?" Tanya Nadil tiba-tiba seteleh tawa riang mereka barusan. Entah Nadil bertanay serius atau tidak, Dia juga tak memahaminya, kelimat itu tiba saja kelur dari mulut Nadil.
"Abang gak mau pacaran"
Terkaget Nadil mendengarnya, mengingatkannya kembali dengan niatnya di awal tadi. Jawaban Bang Irham menjadi ambigu bagi Nadil, disatu sisi nadil senang karena Bang Irham juga tak akan di miliki siapa-siapa, disatu sis juga Nadil cemas, jika tak mau berpacaran makan bagaimana bisa Bang Irham jadi miliknya.
"Kalau Nadil?" Irham Tanay balik.
"Nadil juga gak mau pacaran kayanya"
"Kok Kayanya?"
"Gak tau"
"Mau menikah?
"Mau" Jawab Nadil cepat, senyum sumringah dia menatap ke arah Irham.
"Ehh bukan, maksudnya Nadil mau langsung menikah gak mau pacaran gitu" Irham menjelaskan dengan kikuk.
"Iya" Hilang senyum sumringah itu, kembali Nadil menatap kedepan, pikiran liarnya terpatahkan.
"Abang juga mau"
Kaget Nadil mendengar itu.
"Mungkin tahun depan"
Maksudnya, Nadil semakin bertanya-tanya dalam pikirannya.
"Abang udah di jodohkan" Sumringah irham mengatakan tentang perjodohan itu.
"HAAAAA" Teriak Nadil kaget.
Bang Irham juga trsontak kaget mendengarnya.
"Nadil kenapa?"
"Dijodohkan?" Tanya Nadil memastikan dia tak salah dengar.
"Iya" Jawab Irham semangat.
Bagai gelas kaca yang terjatuh dari atas meja hancur berserakan, begitulah perasaan Nadil sekarang. Orang yang benar-benar Dia kagumi dan sukai ternyata sudah akan menjadi milik orang lain, lebih parahnya lagi dalam ikatan yang sah. Sudah tak mungkin lagi bagi Nadil untuk mendapatakan balasan cintanya bahkan hanya untuk sebentar. Menyedihkan, Nadil belum sempat mengungkapkan perasannya tapi Dia sudah menerima penolakan.
Menyembunyikan kekuatan yang kuat juga membutuhkan kekuatan yang kuat, sama halnya dengan perasaan, menyembunyikan perasaan yang kuat juga harus dengan perasaan yang kuat. Perasaan yang kuat itu terkadang justru menjadi pembatas kokoh yang tak mampu di tembus oleh beberapa orang, mereka lebih memilih menyembunyikan perasaan itu dan menikmatinya sendiri. Ketika hal tidak baik datang pada perasaan itu mereka mulai akan menyalahkan dunia, berkata dunia tak adil, jahat dan segala umpatan buruk untuk dunia. Padahal jika di telaah lagi hal itu murni kesalahan mereka sendiri, perasaan yang mereka pendam tidak mampu mereka ungkapkan hanya karena takut penerimaa dari orang lain tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan, lucu sekali orang seperti itu, memaksa orang lain mau menerima perasaan mereka.
****
Alasan Nadil murung terjawab, bagaimana tidak. Perasannya ke Irham sudah sangat dalam, begitu kagum, begitu terpesona dan begitu cinta. Namun sayangnya Irham tak mengetahui itu sampai pada akhirnya Irham memiliki jalan untuk berjodoh dengan orang lain. Apalah daya Nadil yang selama ini hanya memendam perasannya, mengagumi dalam diam, berharap, berharap dan berharap. Dan sekarang dia lukai oleh harapannya sendiri.
"Kamu udah tanya di jodohin sama siapa?" Meira bertanya.
"Mungkin dia bercanda?" Ikut Alana.
Nadil hanya diam, raut wajahnya kembali murung. hilag sudah semangat yang tadi di tampakkan ketika mereka makan bersama. Air mata Nadil mulai meleleh, kemungkinannya hanya dua, karena rasa sakit dari perasannya atau karena rasa pedas dari mulutnya dan itu belum bisa di pastikan.
"Nadilll" Meira mulai merangkul.
"Kita belum tau Nadil itu benar atau enggak" Lanjut Meira.
Nadil masih dia tak ada jawaban. tubuhnya mulai tergulai lemas ke rangkulan Meira, air matanya meleleh semakin deras.
"Nadill sayangg" Alana ikut merangkul.
Pada rangkulan mereka bertiga itu pecah tangis Nadil, Suaranya parau lemas, Nafasnya tersengal-sengal oleh perasaan di dada yang sesak. Nadil tak bicara, hanya suara tangis paraunya yang terdengar, Meira dan Alana juga tak lanjut bertanya menelisik lebih dalam. Sekarang sudah bisa di pastikan bahwa memang tangis Nadil karena rasa sakit perasannya bukan rasa pedas dari mulutnya.
Dalam dekapam dua sahabatnya itu perasaan Nadil luruh, sakit hati yang bergejolak menerima penolakan sebelum pengungkapan. Harapan untuk bisa merasakan cinta ari orang yng Dia cintai juga pupus sudah, tak ada lagi kesempatan untuk Nadil. Tak mungkin Nadil menangis merancau di depan Irham sambil mengungkapkan bahwa selama ini Nadil sangat menyukai Irham dan meaksanya untuk tidak menerima perjodohan itu dan memilih nadil sebagai kekasihnya, itu sangat jelas tak mungkin. Tak mungkin juga Irham ternyata diam-diam juga menyimpan ras kepada Nadil dan tidak jadi menerima lamaran itu kemudian memilih Nadil menjadi kekasihnya, itu juga sangat tak mungkin, sekenario yang banyak ada di sinetron indonesia.
Meira dan Alana juga bingung bagaimana meleraikn masalah ini, Nadil hanyalah pengagum dalam diam, tidak memiliki hak untuk harus deperlalukan istimewa oaleh irang yang dia kagumi. Irham juga tidak tau jika ada orang yeng menaguminya sepenh hati yaitu Nadil, sehingga tidak ada juga yang dapat memaksa sikap Irham harus bagaimana. Meira dan Alana, dua sahabat Nadil yang paling mengerti Nadil. dalam dekapan mereka bertiga itu, hanya suara tangis Nadil yang parau. Mereka sadar, untuk situasi seperti ini memberikan solusi atau saran tidak lebih baik dari pada diam, dan mereka juga sadar bahwa peluk setidaknya mampu sedikit meringakan sebuah beban.
KAMU SEDANG MEMBACA
TANGIS YANG TAK TUNTAS
Fiksi Remaja" Ada baiknya follow dulu sebelum membaca " 😁😅 Karena terlanjur terjebak dalam perasaan cinta yang tak jelas, para gadis remaja ini menjadi sedikit sentimen denga perasaan. ada yang begitu membara cintannya namun tak pernah tersampaikan karena ter...