Ponsel Pembawa Kebaikan

48 12 22
                                    

Melangkah santai, gadis dengan airpods terpasang pada telinganya melenggang masuk ke dalam kereta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Melangkah santai, gadis dengan airpods terpasang pada telinganya melenggang masuk ke dalam kereta. Setelah perjalanan yang cukup panjang dengan bumbu drama menyebalkan dari kost-an miliknya, dia bisa dengan cepat memesan ojek online ke Stasiun Solo. Ini semua gara-gara dia yang lupa jadwal keberangkatan kereta-nya. Sudah tidak heran lagi, bahkan semua orang–yang mengenali dirinya–hapal akan tabiat Shasha yang pelupa, ceroboh dan keras kepala.

Shasha melepaskan ransel yang sedari tadi digendong di bahunya. Sedikit berjinjit dia menaruh ransel pada rak yang ada dilangit-langit kereta. Untung saja, bawaanya tidak terlalu banyak, karena ini juga gara-gara adiknya yang menyuruh dia pulang karena sang ibu jatuh sakit.

"Ponsel aku mana, ya?" Shasha mengobrak-abrik isi sling bag, mencari di mana keberadaan benda berbentuk persegi panjang itu.

Dia sedikit menghela nafas lega saat menemukan ponselnya. Jari-jemari lentiknya menyalakan tombol power untuk mengecek persentase baterai. "Untung aja, walaupun aku ini pelupa tapi aku nggak pernah lupa buat mengisi daya ponsel."

Dengan semangat empat lima, dia meng-klik salah satu game yang terdapat pada ponselnya. Dia ingat sekali, game ini dia download penuh kesabaran dengan meminta password wifi salah satu tetangga kost nya.

Bruk!

Shasha mengangkat kepalanya sekedar melihat siapakah gerangan yang melempar sekurang ajar itu. Manik hazel-nya mendelik penuh keterkejutan, kenapa bisa lelaki menjengkelkan dan sok kecakepan ada disini?

"RAFAEL?" pekik Shasha heboh.

"AH, SAKINAH MAWADAH WARAHMAH. NGAPAIN KAMU DISINI?" jawab lelaki yang sering dipanggil Rafa dengan senyuman miring yang menjengkelkan siapapun yang melihat itu. Termasuk Shasha yang ingin mendorong lelaki ini dari atas kereta!

"Namaku Shakina Atmaja, nggak usah jelek-jelekin doa dan harapan orang tuaku!" seru Shasha kesal.

"Aku nanya ngapain kamu disini?" tanya Rafa mengulangi pertanyaannya.

"Kamu bisa lihat dan tahu sendiri 'kan? Ini di kereta yang udah jelas kemana jurusannya," sewot Shasha.

"Santai Sha, santaiii ...nggak usah pake urat mulu." Rafa yang sudah duduk di bangku samping Shasha menjawil hidung gadis itu.

"Orang kayak kamu itu memang harus dipake urat biar tahu diri!" balas Shasha kesal. Dia menggeser tubuhnya mendekati jendela dan memberi sedikit ruang agar tidak terlalu berdekataan dengan Rafa. "Kenapa sih harus ketemu kamu lagi? Aku rasa di dunia ini laki-laki nggak cuma kamu. Cik, kayaknya emang bener pepatah yang mengatakan dunia cuma selebar daun kelor."

Shasha memejamkan mata, mencoba meredakan emosinya yang kerap kali muncul saat berdekataan dengan Rafa. Huh, lelaki itu! Mendengar namanya saja bisa membuat Shasha emosi. Sayang seribu sayang, cowok itu–Rafael Aditama–adalah laki-laki yang pernah naksir dan menembaknya saat SMA. Tapi saat itu, karena faktor dia yang mempunyai keinginan besar pergi dari kota asalnya–dan cara satu-satunya hanya mengambil beasiswa di Universitas luar kota–dia menolak. Semenjak itu, Rafa seakan mempunyai dendam kesumat padanya.

Sebuah PerjalananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang