3. Wanita dan Perasaannya (I)

54 21 5
                                    


Di tahun ini, 2027, merupakan puncak peradaban bagi kaum perempuan di negeri ini. Di mana setelah proses penyaluran suara mengenai tuntutan hak-hak agar dapat diakui setara oleh pria terwujud. Semua wanita bahkan dapat mengerjakan semua jenis pekerjaan yang dulunya hanya dilakukan oleh kaum Adam. Misalnya menjadi buruh pertambangan dan minerba, menjadi kuli bangunan maupun pasar, menjadi supir-supir truk bermuatan besar, dan tanpa adanya perlakuan khusus seperti cuti hamil, menstruasi, dan melahirkan. Perlakuan khusus tersebut pernah ada di masa lampau untuk meringankan beban kerja wanita, namun para aktivis masih ingin dianggap bahwa wanita sama tangguhnya dengan pria.

Lebih dari 20% pria menganggur di zaman ini akibat persaingan kerja yang demikian ketat. Semua berlomba menjadi penghasil uang terbanyak karena perannya akan menjadi lebih krusial di berbagai strata. Baik pria maupun wanita.

Akibatnya banyak pria yang menjadi bapak rumah tangga. Besarnya energi yang terbentuk secara alami dalam tubuhnya, mereka gunakan untuk menganiaya istrinya apabila jatah bulanan yang diberikan tidak sesuai atau tidak terpenuhi.

Banyak wanita yang keguguran karena mengalami kelelahan dalam bekerja. Dampak positifnya, angka kelahiran dapat dikendalikan dengan baik. Namun apabila hal ini berlangsung dalam waktu yang lama dikhawatirkan akan punahnya generasi muda yang akan meneruskan bangsa.

Kali ini Sheba mengundang seorang wanita muda yang memutuskan bercerai setelah tidak sehatnya bahtera rumah tangga yang ia arungi. Suaminya yang tidak bekerja mulai mabuk-mabukan. Efek dari alkohol menyebabkan pria itu temperamental dan sering menganiayanya. Ia mengaku selama ini bertahan demi anak mereka dan doktrin dari sang suami bahwa takkan ada yang menerimanya menjadi istri bila bukan dia.

Suaminya selalu mengatakan bahwa ia tak cantik, ia tak memiliki pendidikan tinggi, kerjanya hanya sebagai buruh pabrik, dan ia tak berguna. Semua hal tersebut membuat mentalnya jatuh, ia merasa bahwa ia benar-benar tak berharga. Belum lagi kesan masyarakat pada seorang janda yang dianggap sebagai perempuan yang gagal dalam membina rumah tangga. Akhirnya ia mempercayai apa yang suaminya katakan.

Satu-satunya hal yang membuatnya membulatkan tekad untuk mengakhiri hubungan rumah tangganya ialah, ketika sang suami membahayakan buah hati mereka saat dalam keadaan mabuk. Tak ingin nyawa anaknya terancam kembali, maka ia memilih untuk pergi.

Kata demi kata dari penuturan wanita itu menggores hati Bia, gadis itu seakan diseret kembali pada masa kelamnya. Mengingatkannya pada ibunya. Namun ibunya memiliki nasib yang lebih beruntung karena ada lelaki yang kini dapat membuatnya lebih bahagia, meskipun merebut dengan cara yang haram. Sedangkan wanita ini benar-benar dalam toxic relationship, yang membuatnya berpikir bahwa sumber kebahagiaannya tergantung dari sang suami.

Sheba mengakhiri wawancaranya dengan apresiasi atas keputusan besar yang telah diambil oleh wanita tersebut dan mengatakan ia akan baik-baik saja dalam melanjutkan hidupnya. Setelah memberikan buah tangan dan menjamu tamunya, Sheba tampak mengawang. Fokus pada tatapannya menghilang bersama dengan hilangnya sang tamu dari balik pintu.

"Aku dulu juga pernah begitu kan, Bi? Menganggap bahwa sumber kebahagiaanku ialah Arjuna, menganggap bahwa kehilangan Arjuna akan meruntuhkan duniaku?" tanyanya tanpa menghadap pada Bia.

"Bayangkan bila aku masih bersama dengan Arjuna, mungkin aku juga akan terus menggantungkan kebahagiaanku pada lelaki itu," tambahnya.

Bia menghampiri Sheba yang belum beranjak dari sofa tempatnya melakukan wawancara. Ia genggam tangan sahabatnya, "Masa itu sudah lewat, Sheba. Kamu sudah melaluinya dengan baik," hiburnya.

Helaan napas panjang berhembus dari mulut Sheba, ia memejamkan matanya sebentar. "Ada hal yang paling kusesali hingga kini." Ia membuka matanya, menatap Bia, ada raut kesedihan mendalam di sana.

PuanmeterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang