4

161 20 0
                                    


Aroma obat-obatan menyeruak hidung siapapun yang menghuni kamar. Kamar VIP nomor 11, kamar yang diisi seorang anak kecil yang masih tampak lemah dan seorang wanita dengan rambut berantakan yang masih berusaha terjaga. Seorang suster mengetuk pintu, lantas melangkah masuk melewati garis pintu, membawa peralatan kerjanya (Ascla tidak cukup mengerti apa saja alat-alat itu). Ia memeriksa tubuh Starla dan mengganti infusnya. Beberapa kali mendengarkan detak jantung, denyut nadi (mungkin. Sebenarnya Ascla tidak tahu itu pengecekan apa), serta tekanan darah anak kecil itu. Suster itu kemudian membangunkan Starla dan menanyai beberapa pertanyaan yang merujuk pada kondisinya saat ini. Ascla menatap khawatir. Akankah sakit Starla bertambah parah?

Ini sudah hari ketiga, tapi Starla masih berkutat dengan selang-selang infus dan obat-obatan pahit.

"Gimana, Dok? Udah mendingan belum? Kapan kira-kira bisa pulang?"

"Keadaannya belum cukup membaik, Bu. Kemungkinan masih harus dirawat. Saya tidak bisa memperkirakan harinya, karena sejauh ini belum ada tanda-tanda membaik yang cukup signifikan." Ascla menghela nafas panjang. Suster itu terus melanjutkann penjelasannya, walaupun Ascla tidak cukup paham. Ia hanya bisa mengangguk saja. Ia tak begitu mengerti masalah seperti ini. Biasanya saat ia masih tinggal dengan kedua orangtuanya, ia tak pernah mengurusi sakit parah seperti ini. Yang ada, dia yang selalu diurusi. Tidak apa. Ini sebuah peningkatan diri baginya. Setidaknya, secara garis besar Ascla paham apa yang dimaksud oleh suster itu.

"Adek mau makan apa? Mau bubur? Apa mau nasi aja?" dengan suaranya yang lembut, suster itu bertanya sambil mengelus rambut Raisha perlahan.

Starla, anak malang itu, menatap Ascla lekat-lekat. Ia tak tahu harus jawab apa. Sedangkan Ascla sendiri menunggu jawaban anak itu. 

Anak itu menggeleng pelan. Ia bingung. Tangannya menarik lengan baju Ascla yang belum diganti sejak kemarin, meminta wanita itu untuk membantunya menjawab pertanyaan sang suster.

Ascla berusaha tersenyum dan berpikir cepat. "Bubur aja, suster." sang suster tersenyum lebar. Cantik sekali senyumnya. Ia lantas mengangguk dan mencatat sesuatu di papan tulisnya itu. Tak berapa lama, suster itu pun meminta izin dan berlalu keluar ruang rawat inap Starla. 

"Kak Cela ngantuk ya?" Ascla tersenyum. Sebenarnya ia cukup mengantuk. Tapi apa boleh buat, ia sudah bertekad untuk tidak tertidur sampai Starla benar-benar selesai sarapan dan minum obat. Jika tidak, tidurnya tidak akan tenang. Jadi percuma saja.

"Belum. Aku belum ngantuk. Masa masih pagi udah ngantuk??" jawaban itu diiringi tawa Ascla.

"Kakak tadi malem ga tidur?"

"Tidur kok"

"Tapi setiap Ala bangun tadi malam, kakak nyanyiin twinkle twinkle. Berarti kakak ga tidur dong, kan Ala kebangun terus"

Gagal berbohong. Kata siapa ia bisa tidur tadi malam. Starla kan selalu terbangun setiap dua jam sekali. Mana bisa Ascla tidur tadi malam. Ia sibuk memaksakan matanya terjaga dengan menonton drama korea kesukaannya (meskipun sebenarnya ia sedang tidak punya mood untuk nonton drama). Padahal malam sebelumnya, Starla tidur dengan sangat nyenyak sampai-sampai Ascla memutuskan untuk 'memulangkan' Mbak Ratih kepada Jena dengan alasan tidak kerepotan menjaga Starla. Jika tau begini ia tidak akan mempersilahkan Mbak Ratih untuk pulang ke panti. 

"Iya nanti Kak Cela tidur. Mungkin, jam sepuluh?" 

"Lama banget. Jam sembilan aja"

"Yeuu, nanti Ala bosen loh ditinggal tidur sama Kak Cela" 

"Nggak dong, Ala kan bisa nonton tivi  lagii, hehe"

Ascla menampakkan ekspresi mencibir. Yang dicibir terkekeh. 

Pittura del DestinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang