d u a p u l u h l i m a

304 47 6
                                    

Aku pernah bermimpi begitu indah, berkata bahwa takdir akan baik-baik saja selepas Ayah pergi dari kehidupan aku dan ibu. Aku berkata pada diriku yang kala itu menatap pantulan cermin, "Kamu akan baik-baik saja di masa depan, bahkan kamu akan sangat bahagia."

Benar saja, usaha ibuku berkembang pesat. Ada kakak laki-laki yang setia menjagaku. Dan juga.. Suami yang begitu hangat memegang tanganku.

Aku bahagia kala lelaki yang aku panggil kak Wonwoo itu tersenyum karenaku, memelukku ketika aku sedang sedih, perhatian padaku kala aku sedang sakit, bahkan ia terlihat begitu siaga saat aku ada masalah. Apa kurangnya dia coba? Meski beberapa kali aku mencoba menolak perasaan, tapi nyatanya dia memang pria baik dan akan selamanya seperti itu.

Hanya saja, awal dari hubungan kami tidak begitu baik. Kami harus melewati begitu banyak cobaan hingga kami akhirnya saling memenuhi janji. Kami bertekad untuk saling mencintai hingga akhir hayat kami.

Berbicara tentang akhir, kenapa aku begitu takut, ya? Apakah ini benar-benar akhir dari segalanya? Ataukah, ini adalah awal menuju bahagia? Tapi kenapa rasanya begitu gugup?

Aku mengembalikan rasa percaya diriku, menantang takdir demi mencapai bahagia. Akan aku pastikan.

Akan aku pastikan.

Bahagia.

Bahagia bersama pria yang kusayangi.

***

Sejeong melangkah dengan begitu berat, masuk ke dalam hutan gelap gulita. Lima menit lagi pukul 00:00 dini hari. Itu tandanya psikopat kejam itu telah menunggu di tempat, dimana mereka telah saling berjanji untuk bertemu.

Sejeong menetralkan kegugupannya, bahkan pistolnya sudah ia sediakan kala Mingyu benar-benar kehilangan akal sehatnya. Sejeong jelas tak mau kalah, perasaannya didominasi untuk menghabisi Mingyu itu sangat besar. Terlebih ketika mengingat wajah Wonwoo yang tersenyum di depan matanya. Artinya, ia harus kembali pada sang kasih.

"Lo datang juga," Smirk aneh dan juga sapan dingin, didengar langsung oleh telinga tajam Sejeong. Seketika ia langsung kaget ketika berbalik dan tubuhnya di hempaskan begitu kuat membentur pohon yang sudah berumur ratusan tahun.

"Akhh!" Sejeong memegang punggungnya yang sakit, kekuatan Mingyu benar-benar sudah terlatih sebagai psikopat kelas dewa.

"Lama banget, daritadi gue tungguin. Gini akibatnya kalau lo lelet banget!" Ucap Mingyu. Pria itu lantas berjalan menuju tepi jurang yang sangat dalam.

Sejeong berusaha bangkit, pistolnya yang terlempar jauh berusaha ia gapai. Namun sayang, Mingyu dengan cekatan menendang pistol itu hingga masuk ke dalam jurang.

"Jangan curang, dong! Kalau lo mau lawan gue, kita harus adil. Main tonjok aja gimana? Katanya lo punya pangkat tinggi di kepolisian, masa lawan gue masih main pistol? Cih!" Ucapan sok jago dari Mingyu membuat Sejeong tersenyum miring. Ia benar-benar muak hanya dengan melihat wajah sok jagoannya itu.

"Mau kamu apa ngundang aku ke sini?" Kini, Sejeong berbicara dengan dingin. Kesabarannya sudah tidak bisa diajak kompromi dengan Mingyu yang kasar itu.

"Sebenarnya gue mau bunuh lo, sih. Tapi gue masih kasih lo kesempatan untuk jelasin alasan lo gak menjarain semua orang yang bersalah itu." Ucap Mingyu.

Sejeong menarik napas dalam-dalam, menghembuskannya dengan perlahan, "Oke. Aku akan jelaskan semua."

Mingyu dengan tak sabar menunggu, hingga ia menyilangkan kedua tangannya di dada.

The PoliceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang