d u a p u l u h t u j u h

392 49 0
                                    

Seperti inilah, akhir yang aku harapkan.
Terima kasih takdir. Kamu memang baik pada semua manusia di bumi ini.


***

Seorang pria masih berusaha mempertahankan senyumnya kala badai itu masih segar terdengar dalam ingatannya. Sudah seminggu berlalu, namun ia tidak kunjung melupakan rasa sakit hati yang menerpanya waktu itu.

Pria itu melangkahkan kakinya sembari membawa bunga ke sebuah tempat. Ada kalanya dirinya mengingat hal-hal indah, tetapi tidak bisa digantikan dengan traumanya saat mendengar rintihan kepedihan sang kekasih hati.

"Aku harus bagaimana? Melupakannya? Tidak bisa." Dia terus mengulang ucapan itu. Entah sudah berapa lama tetapi dirinya tak mampu membendung rasa sesak dalam dadanya.

"Ini menjadi trauma bagi hidupku." Ucapnya lagi.

Pria itu menunduk, dia mencopoti kelopak dari bunga yang sedang ia genggam. Melepasnya untuk masuk ke dalam lautan luas yang saat ini sedang ada di hadapannya.

"Tidak, jadikan saja semuanya sebagai pelajaran."

Kembali ia menyemangati diri sendiri, meski dirasa sangat sulit, namun jauh dalam lubuk hati ia telah rapuh terlalu dalam.

Hingga saat kelopak bunga itu telah habis seluruhnya, ia hanya terdiam. Pria itu memang dingin dan pendiam, menjadi tambah pendiam lagi setelah kejadian mengerikan terjadi dalam hidupnya.

"Maafkan aku.. Maafkan aku.."

Dua kata itu sudah menjadi favoritnya. Dia begitu senang merapalkannya. Seolah penyesalan yang terjadi tak akan ada habisnya.

"Ayolah.. Ayo kita bangkit.."

Tidak, tidak semudah itu untuk dilakukan. Mencoba untuk menghilangkan semua rasa pedih yang terjadi, tetapi hal itu tak mudah untuk terealisasikan.

"Sudahlah.. Semua sudah terjadi, saatnya aku benar-benar mengikhlaskan rasa sakit hati ini.."

Pria itu berbalik, hendak meninggalkan lautan yang indah. Matanya tak bisa berpaling sangking indahnya. Meski begitu, ia masih harus kembali pada hal yang lebih penting dari lautan itu.

Pria itu berlari dengan cepat. Memasuki mobilnya dan segera mengendarainya ke sebuah tempat yang akhir-akhir ini ia tempati.

Tak membutuhkan waktu lama untuk sampai di tempat itu, ia segera berlari dengan langkah panjangnya. Sedetik tak melihatnya, dirinya sudah teramat sangat merindukan sosok itu.

Sebelum benar-benar memasuki ruangan itu, pria itu memejamkan matanya kuat. Mempersiapkan mental untuk tidak lagi menyesali hal-hal yang telah berlalu. Kini, saatnya untuk memperbaiki masa depan yang telah lama dinanti.

Ceklek!

Pintu terbuka, pria itu bernapas lega sembari menatap sosok yang teramat sangat indah di matanya. Ah, rasanya ia tidak ingin memiliki pekerjaan lain selain menatap dan memujanya.

"Kak Wonwoo sudah pulang? Dari mana saja?"

Sosok itu merengek, ingin sekali pria itu segera mencubit pipinya yang berisi. Terlihat sangat lucu saat ia merajuk, rasanya pria itu ingin membuat sosok itu terus-terusan seperti itu.

"Kamu bangun dari tadi? Kenapa tidak menelpon?"

"Aku pikir kakak pergi bekerja, jadi aku tidak ganggu."

"Sini, biar aku peluk."

Pria itu merentangkan tangannya, membuka sebuah pelukan lebar untuk menyambut sang kekasih hati yang baru saja terbangun dari tidur panjangnya.

The PoliceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang