10 - janji untuk mereka selalu bersama

221 52 5
                                    

Pada akhirnya, Yeosang benar-benar menyingkirkan Minkyung serta Sora dari kelasnya. Tadinya dia ingin membuat kedua anak perempuan itu keluar dari sekolah, tetapi pada akhirnya hanya meminta kepala sekolah untuk memindahkannya ke kelas lain. Tentu hal ini mudah dilakukannya karena keluarganya merupakan donatur terbesar di sekolahnya.

Namun, Yeosang tetap menatap keduanya dengan marah setiap tidak sengaja berpapasan di lorong, teringat dengan kejadian yang menimpa Wooyoung waktu itu.

Ini semua karena Wooyoung yang tiba-tiba mimisan saat pelajaran berlangsung lalu berakhir pingsan. Membuat semua orang dikelasnya panik dan Yeosang merasakan hal yang sama. Seumur hidupnya, Yeosang tidak pernah panik dan pertama kali merasakannya karena Wooyoung.

"Kamu berada di ruang kesehatan," Yeosang menjelaskan saat Wooyoung membuka mata dan menatapnya, "Wooyoung, kamu sebenarnya kenapa?"

Ada jeda cukup lama dan Yeosang menatap Wooyoung, menunggu penjelasan. Padahal biasanya Yeosang paling tidak suka menunggu. Hanya untuk Wooyoung, dia bisa merasakan hal-hal yang biasanya tidak akan dirasakan dalam situasi normal.

"Aku ... a-aku...," Wooyoung tidak bisa mengatakan hal yang ingin Yeosang dengar. Lalu, dilihatnya Wooyoung membalikkan badan darinya dan melihat punggung yang menghadap kepadanya bergetar.

Wooyoung ... kenapa menangis?

"Ma-maaf...," Yeosang mendengar suara Wooyoung yang bergetar dan rasanya dia tidak tahu harus melakukan apa saat itu. Karena seumur hidupnya, Yeosang tidak pernah menenangkan seseorang yang menangis di hadapannya.

Meski Yeosang bohong kalau sekarang tidak merasa kalut sekaligus tidak berdaya dan dia benci harus merasakan hal seperti ini.

"Wooyoung...," Yeosang berusaha mengontrol nada bicaranya—hal yang tidak akan pernah dia pikirkan akan dilakukan hanya untuk seseorang—untuk tidak membuat Wooyoung semakin bersedih. Meski dia masih belum bisa mengerti hal yang membuatnya menangis dan harus meminta maaf kepada Yeosang. "Kamu kenapa harus minta maaf padaku?"

"A-aku ... hiks...," isakan Wooyoung, bahu yang bergetar dan Yeosang tidak ditatap olehnya membuatnya jengah. Jadi Yeosang beridri dari kursinya dan sengaja berjalan memutar untuk menatap Wooyoung.

Dia tampak terkejut dan hendak berbalik, tetapi Yeosang memengah sebelah bahu Wooyoung. "Kamu kenapa? Aku apa berbuat salah kepadamu sampai membuatmu sakit hati? Kalau iya, aku minta maaf, Wooyoung."

Rasanya, Yeosang tidak pernah membayangkan dirinya akan memikirkan perasaan seseorang, apalagi sampai meminta maaf. Selama ini, Yeosang tidak pernah memikirkan perasaan orang-orang yang mendengarkan perkataannya, apalagi meminta maaf kepada seseorang tanpa disuruh oleh pengasuhnya.

Namun, memang selalu ada kali pertama untuk Wooyoung yang Yeosang lakukan untuknya.

"Bu-bukan begitu...," Wooyoung mengatakannya dengan terbata dan menggelengkan kepalanya pelan. Matanya tidak mau memandang Yeosang dan sejujurnya, itu terasa aneh karean sudah begitu terbiasa menatal mata Wooyoung yang seolah juga ikut berbicara dengannya dengan menampilkan emosi. "A-aku ... aku minta maaf."

"Kenapa harus minta maaf? Kamu tidak berbuat salah kepadaku, Wooyoung."

"Aku ... aku bodoh." Mendengar perkataan Wooyoung itu membuat Yeosang mengernyit. Apa hubungannya kepintaran dengan Wooyoung yang sejak tadi terus meminta maaf kepadanya? "A-aku sudah berusaha belajar dan tidak membuat Yeosang malu berteman denganku, ta-tapi aku ... aku tidak bisa."

Yeosang mulai mengerti dan melepaskan pegangannya dari bahu Wooyoung. Membuat tatapan keduanya bertemu karena Wooyoung refleks mendongak kepadanya dengan mata berkaca-kaca. Kemudian, Wooyoung berbalik, memunggungi Yeosang.

"Wooyoung...," Yeosang memanggilnya dan menghela napas, "Aku tidak mengerti." Melihat bahu Wooyoung yang semakin menegang membuat Yeosang merasa harus menambahkan penjelasannya. "Bagiku, selama kamu bahagia di sekitarku, aku tidak mempermasalahkan soal kepintaran."

"Ta-tapi...."

"Wooyoung, aku lebih takut kamu pergi meninggalkanku karena tidak bisa mengerti dirimu."

Hal yang Yeosang tidak duga adalah Wooyoung berbalik ke arahnya dan wajahnya serta matanya memerah karena menangis. Kemudian, Yeosang melihat Wooyoung menggelengkan kepalanya dengan heboh.

"Tidak! Tidak mungkin aku meninggalkan Yeosang-ie." Kemudian Wooyoung menatap Yeosang sedih. "Yeosang-ie yang pasti meninggalkanku karena aku bodoh."

"Sejak tadi, kamu selalu mengungkit bodoh. Memangnya siapa yang bilang kalau aku peduli tentang hal itu darimu, Wooyoung?"

"Kata Minkyung dan Sora...," Wooyoung menatap Yeosang yang menatapnya sembari bersedekap, "Katanya ... Yeosang-ie tidak suka berteman dengan orang bodoh."

Yeosang menatap Wooyoung dan butuh usaha lebih keras untuk dirinya tidak terdengar marah. "Aku tidak suka berteman dengan orang yang aku anggap bodoh. Mengira aku akan mau berteman dengan mereka untuk mempermudah kehidupan mereka," kemudian, Yeosang menghela napas, "Tapi aku tidak pernah menganggapmu bodoh, Wooyoung. Kamu lebih paham tentang bunga. Kamu juga lebih pintar memahami perbedaan warna-warna yang aku pikir semuanya sama."

"Tapi aku tidak bisa mengerjakan tugas sekolah tanpa merepotkan Yeosang-ie."

"Tidak semua kepintaran tentang pelajaran sekolah, Wooyoung," Yeosang mencoba untuk tetap tenang dan mengeluarkan sapu tangannya. Mengusap bawah hidung Wooyoung yang sepertinya mengalir ingusnya tanpa disadari oleh orangnya. "Lagipula, kata Miss Son, setiap orang memiliki kepintaran yang berbeda-beda. Kalau tidak percaya, nanti kita pulang ke rumah bisa bertanya kepadanya."

Wooyoung yang sadar bahwa ingusnya tengah dilap oleh Yeosang, akhirnya mengambil sapu tangan yang digunakan untuknya. Setelah mengeluarkan ingusnya, Wooyoung menatap Yeosang yang masih bersedekap melihatnya.

"Jadi ... apa Yeosang-ie tidak akan meninggalkanku karena malu memiliki tema sebodoh diriku?"

"Aku tidak akan pergi, Wooyoung."

Wooyoung mengulurkan kelingkingnya ke arah Yeosang. "Janji?"

"Janji," Yeosang menautkan kelingkingnya kepada Wooyoung, meski sebenarnya ingin bilang kalau dia bisa membuat surat perjanjian kalau ingin janji yang memiliki bukti. "Jadi, jangan menghindariku lagi dan jangan tidak tidur karena belajar. Imo sampai murung karena tahu kamu tidak tidur, Wooyoung."

"Maaf."

"Minta maaf dengan imo, bukan denganku, Wooyoung."

Seharusnya, janji di hari itu hanyalah janji biasa seperti janji anak kecil pada umumnya yang gampang diingkari. Kenyataannya, mereka sampai tahun-tahun mendatang selalu bersama, meski Yeosang yakin kalau Wooyoung sudah melupakan janji mereka karena ingatannya yang bermasalah sejak kejadian yang membuat lelaki itu tinggal bersamanya sejak kecil.

Bass | YeowooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang