13 - pertanyaan tentang cinta pertama pada hari itu

283 45 1
                                    

"Yeosang-ie ... aku boleh bertanya?" Gumaman yang didengar oleh Wooyoung, membuatnya cemberut karena Yeosang tidak memandangnya. Namun, seharusnya Wooyoung lebih dari tahu kalau Yeosang tengah membaca—meski mengherankan melihat lelaki itu membaca novel dan buka ensiklopedia atau buku pelajaran—maka tidak ada hal di dunia ini yang bisa mengalihkan fokusnya. Namun, bukan itu yang menjadi alasan Wooyoung melemparkan kalimat barusan. "Yeosang-ie, apa punya cinta pertama?"

Wooyoung sepertinya harus meralat pemikirannya bahwa Yeosang tidak akan bisa dialihkan perhatiannya jika sudah membaca, lantaran sekarang lelaki itu memandangnya. Menggunakan kacamata berbingkai silver tipis dan bulat. Kacamata yang seharusnya membuat Wooyoung menganggap Yeosang seperti anak kutu buku, tetapi nyatanya yang dilihatnya adalah orang yang berkali lipat lebih tampan.

Memang kalau gen yang sudah bagus sejak awal, tidak akan pernah buruk mengenakan apa pun.

"Kenapa bertanya seperti itu, Wooyoung?" Suara Yeosang membuyarkan lamunan Wooyoung. "Apa kamu tengah jatuh cinta?"

"Ti-tidak kok!" Wooyoung panik dan melihat Yeosang hanya menghela napas. Tidak ... Yeosang tidak boleh tahu orang yang Wooyoung tengah sukai saat ini. "Aku hanya bertanya karena kita sudah kelas satu SMA dan rasanya aku tidak pernah mendengarmu atau melihatmu mendekati seseorang."

"Kamu juga sama, Wooyoung."

"Aku masih sering main dengan orang lain," Wooyoung kemudian menunjuk Yeosang, "Tapi Yeosang-ie tidak! Bagaimana Yeosang-ie menemukan seseorang untuk dicintai?"

"Siapa yang bilang kalau aku tidak mencintai seseorang?"

Wooyoung mendengarnya terbelalak dan memandang Yeosang tidak percaya. Kalau ini kebohongan, Wooyoung akan memukul lengan Yeosang. Namun, seharusnya Wooyoung lebih dari tahu kalau Yeosang itu tidak suka bercanda dan dibercandai, jadi melihat wajah serius lelaki itu membuatnya mendadak kesal karena tidak tahu orangnya. Padahal mereka selalu bersama dan Yeosang hanya memiliki satu teman yaitu Wooyoung, jadi kenapa dia tidak tahu soal hal ini?

"Orangnya siapa? Apa aku mengenalnya?" Wooyoung tidak tahu alasannya untuk merasa kesal dari seharusnya dan bukan merasa senang. Apalagi saat mendengar Yeosang hanya begumam sebagai jawaban atas pertanyaannya, itu membuat Wooyoung semakin kesal. "Jangan bergumam, Yeosang-ie. Jawab pertanyaanku."

"Daripada bertanya tentangku, bagaimana kalau kamu menjelaskan kepadaku alasanmu menyukai Changbin?"

Wooyoung mendengarnya terbelalak dan merasa panik. Namun, melihat Yeosang yang tetap melanjutkan membaca—terlihat dia membalikkan halaman novel—yang membuat Wooyoung setidaknya sedikit tenang. Setidaknya Yeosang tidak akan melihat ekspresi panik Wooyoung barusan, karena dia paling payah dalam berbohong.

"Si-siapa yang bilang aku menyukai Changbin?!"

"Aku bahkan tidak perlu melihat wajahmu untuk tahu kamu berbohong, Wooyoung," Yeosang memang tidak menatap Wooyoung dan mungkin terlihat tengah membaca novel yang dipegangnya, tetapi sejak tadi dia hanya terus mengulang di satu kalimat karena tidak bisa fokus.

Sialnya, kalimatnya seperti mengejek keadaan Yeosang sekarang.

Mencintai satu pihak itu memanglah menyedihkan.

Wooyoung tidak mengatakan apa pun. Bukan hanya karena tahu semua perkataannya kemungkinan besar akan semakin membuatnya mengatakan hal yang sebenarnya, juga karena ponselnya yang mendapatkan pesan dari Changbin. Membuat Wooyoung tanpa sadar tersenyum lebar dan mengirimkan balasan. Tanpa menyadari jika Yeosang melirik ke arahnya selama beberapa saat dan kemudian hanya bisa menghela napas.

Yeosang bisa mendengar kegaduhan yang berada di sampingnya—tanda Wooyoung yang tengah bersemangat—dan tidak perlu memandangnya untuk tahu alasannya. Sebentar lagi Wooyoung akan..., "Yeosang-ie~"

"Iya," dia tidak mengalihkan pandangannya dari buku di tangannya, "Pulang sebelum jam sembilan malam. Imo khawatir jika kamu tidak pulang tepat waktu."

"Apa bukan Yeosang-ie yang khawatir padaku?"

Yeosang meletakkan pembatas buku dan kemudian menutupnya. Melirik Wooyoung dan berkata, "Memangnya kamu masih mau dikhawatirkan olehku?" Sebenarnya Wooyoung ingin menjawab iya, tetapi kemudian mendengar helaan napas dan Yeosang berdiri dari kursinya. Membuat suara derit terdengar dari perpustakaan dan Yeosang mengambil novel yang sejak tadi menemaninya. "Hati-hati di jalan. Telpon aku kalau tidak merasa nyaman dengan teman-temanmu."

Seharusnya yang merasa ditinggalkan sendirian adalah Yeosang, meski sekarang Wooyoung yang berada di perpustakaan sendirian. Namun, nyatanya Wooyoung merasa Yeosang telah membuangnya karena memilih untuk membiarkannya pergi bersama Changbin dan teman-teman sekelasnya. Padahal Wooyoung bisa membawa Yeosang untuk ikut bersamanya. Atau Yeosang yang meminta untuk ikut, meski rasanya untuk hal ini seperti kemustahilan lantaran dia yang lebih suka di rumah dan tidak keberatan dengan kesendirian.

"Wooyoung ... Wooyoung!" Panggilan dari Changbin membuyarkan lamunannya dan mengerjapkan matanya beberapa kali. Kemudian melihat Changbin yang menatapnya khawatir. "Kamu tidak apa-apa?"

"Aku tidak apa-apa," Wooyoung tersenyum, meski kepalanya merapalkan kalimat berulang, berharap kalau Changbin tisak menyadari kalau dirinya berbohong. Sepertinya rapalan kalimatnya—yang kecepatannya seperti merapal mantra—karena Changbin memilih percaya dan mengajaknya bergabung dengan teman-teman sekelasnya.

Namun, nyatanya Wooyoung tidak benar-benar bersama teman-temannya karena kepalanya penuh dengan pertanyaan yang tidak dijawab oleh Yeosang saat tadi dirinya bertanya.

Siapa cinta pertama Yeosang?

Kenapa Wooyoung tidak diberitahukan tentang orang tersebut padahal mereka selalu bersama sejak kecil?

Mengapa Wooyoung merasa kesal yang tidak terkendali setiap mengingat fakta bahwa Yeosang memiliki cinta pertama?

Bass | YeowooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang