✐ CHAPTER TEN

704 118 31
                                    

Tempat yang terakhir Jisung tunjukkan pada adik sepupunya tersebut adalah bagian atap sekolah yang masih berlabelkan garis polisi. Sejujurnya Jisung tidak ingin menceritakan alasan kenapa tempat tersebut hingga di beri batas, tapi akhirnya ia mengatakannya pada Jeongin.

Keduanya yang kini tiba di atas berdiri bersebelahan di dekat pintu atap, hanya melihat tempat yang cocok untuk menyendiri atau melakukan hal tersembunyi lainnya.

"Jadi, disini tempat terakhir siswa yang bunuh diri itu, kak?" Jisung mengangguk membenarkan ucapan Jeongin. Sepupunya itu pun telah melihat beberapa berita tentang itu, makanya ia akhirnya ingin mengetahui tentang tempat tersebut.

"Ya, siswa frustasi itu lompat dari atas gedung ini Jeong."

"Kakak yakin dia hanya frustasi?" Jisung menoleh ke arah wajah Jeongin.

"Keterangan dari polisi begitu." Jeongin mengangguk-angguk, tapi tampak wajahnya jelas menentang fakta yang ada tersebut.

"Kak Jisung mau aku ceritakan sesuatu yang menarik, tidak?" Jisung menatap Jeongin dengan kening mengerut.

"Tentang apa, dek?"

"Tentang seorang yang serakah."

"Serakah?"

"Ya. Orang serakah yang menginginkan dirinya menjadi penguasa." Jisung mengerutkan keningnya semakin tak mengerti dengan ucapan sepupunya ini.

"Orang-orang serakah itu akan melakukan berbagai macam cara untuk mewujudkan keinginannya. Termasuk.."

"Termasuk?" Jisung bertanya.

"Membunuh."

Deg.

Entah mengapa dada Jisung menjadi tidak tenang mendengar ucapan Jeongin. Wajah gelisah itu terbaca dengan mudah oleh Jeongin.

Sepupu Jisung itu segera menepuk pundaknya, "kakak orang baik, aku yakin kak Jisung tidak akan terluka. Makasih udah nemenin aku kak, aku ada urusan sebentar. Kakak segera kembali ke kelas, ya?" Jisung hanya mengangguk tak berarti sebab Jeongin telah meninggalkannya.

"Tidak akan terluka? Artinya aku sebenarnya dalam bahaya." Jisung menghela nafas berat sembari berjalan turun melewati anakan tangga.

Setibanya di ujung tangga, Jisung melihat Hyunjin yang datang menghampirinya. Lelaki itu membawakan Jisung sebungkus makanan dan juga minuman. Menyodorkannya di hadapan Jisung. Memaksa lelaki yang semula bingung untuk menerima bungkusan tersebut.

"Ayo makan. Waktu istirahat tinggal sedikit lagi." Pun Jisung yang baru merasakan lapar pada perutnya akhirnya mengajak Hyunjin mencari tempat duduk.

Selain sesekali terdengar suara Jisung yang tengah menghabiskan makanan, keduanya memilih diam sesaat. Hyunjin sibuk dengan pemikirannya tentang apa yang ia ketahui melalui kemampuannya.

Haruskah ia memberitahukannya pada Jisung? Jeongin itu sepupunya, bagaimana jika Jisung tersinggung dan tak mempercayainya?

"Hyunjin? Apa yang sedang kau pikirkan?" Tanya Jisung yang melihatnya tengah melamun.

Hyunjin jadi gelagapan setelah Jisung menanyainya. Ia menggaruk tengkuknya yang tak terasa gatal. Menoleh pada Jisung yang tengah menunggu jawaban darinya.

VOICES [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang