✐ CHAPTER TWO

1.1K 194 32
                                    

Suasana masih terbilang kondusif. Tidak terlalu banyak laporan masuk mengenai kejahatan, kehilangan atau apapun lainnya. Tetapi tetap saja ada kasus yang harus ia baca, seperti kasus-kasus janggal.

Rasa ingin taunya yang menjadikan ia seperti ini.

"Oy, itu keningmu lama-lama jadi benang kusut kalau begitu terus. Ambillah istirahat sesekali."

"Buat apa?

"Kencan buta mungkin." Lelaki itu menoleh ke arah rekan se-timnya.

"Aku tidak berminat, lebih baik.."

Suara telepon menginterupsi percakapan mereka. Rekannya memilih mengangkat telepon tersebut. Keningnya mengerut saat menerima laporan baru tersebut. Kemudian menoleh ke arah rekannya tadi.

"Ada apa ho?"

"Kau ingin kerjaan, kan? Ayo ikut aku ke sekolah adikmu." Lelaki tersebut segera bersiap dengan perlengkapannya. Keduanya segera meninggalkan kantor menuju tempat orang yang tadi melapor.

"Ada apa memangnya?" Tanyanya saat di jalan.

"Ada kasus bunuh diri di sana. Hhh- sekolah itu memang tidak beres sejak jaman kita sekolah. Untung saja terkenal." Rekannya segera mempercepat laju mobilnya.

Setibanya disana, tempat itu telah di penuhi orang-orang yang mengambil foto atau apapun yang bisa dijadikan barang bukti. Lelaki dengan mata setajam elang itu kini menelisik ke sekitar tempat siswa yang terjatuh.

"Siapa nama korbannya?"

"Kim Yohan. Dia anak pintar di sekolah ini, selalu rangking dua. Aku sudah mewawancara singkat beberapa anak, dan sudah menemukan seorang yang merupakan saksi, atau mungkin pembunuhnya." Detektif muda bernama Minho itu menaikkan alisnya mendengar uraian rekan sejawatnya.

"Siapa saksinya?"

"Namanya Hwang Hyunjin." Seketika Minho menoleh ke arah rekannya yang tadi menelisik tempat.

"Christ, adikmu saksinya. Kau yakin akan menangani kasus ini?" Rekannya yang bernama Christopher itu mengangguk sembari tetap mengobservasi tempat kejadian.

"Aku sendiri yang akan menginterogasinya. Dan kalau dia yang melakukan hal yang tidak baik, maka aku yang akan menangkapnya dengan tanganku sendiri." Minho menggelengkan kepalanya mendengar pernyataan rekannya itu.

"Kakak yang gila. Ah, aku akan ke atap, kau mau ikut?" Christ akhirnya mengangguk, mengikuti rekannya itu menuju atap gedung tempat terakhir korban hidup.




*****





Perjalanan pulangnya tidak tenang, bagaimana tidak? Seorang yang tiba-tiba mengajaknya menjadi partner malah membuntutinya pulang. Meski dia memakai sepeda, lelaki bernama Hyunjin itu mengikutinya di belakang.

"Ayolah Jisung, jadilah partner ku. Kau itu mampu, aku jamin itu." Ucap Hyunjin dari belakang.

Jisung menghela nafas berat sebelum menghentikan laju sepedanya, dan membalikkan tubuhnya. "Kau ini tuli atau bagaimana? Polisi akan menangani kasus ini, jadi buat apa kita berlagak seperti mereka?" Hyunjin menghentikan motornya di sebelah Jisung.

"Benar juga, tapi aku penasaran. Anak seperti Yohan tidak mungkin bunuh diri hanya karena lelah belajar."

"Kau tidak akan tau keadaan psikis seseorang. Sudahlah, pulang sana. Besok kau harus siap di interogasi." Saat akan kembali melajukan sepedanya, Hyunjin menahan tangan Jisung.

VOICES [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang