(21.3)

100 17 4
                                    

Hidan lagi dan lagi terbangun ditempat yang berbeda. Tak memerlukan waktu lama--seperti kejadian sebelum-sebelumnya--Hidan yakin dirinya berada di Sunagakure saat itu.

'Apaan lagi nih?' ia pun bangun dan membersihkan pasir-pasir yang berada di pakaiannya

Hidan pun berjalan menyusuri tempat tersebut. Hawa panas di Sunagakure membuat Hidan kelelahan, pemilik hutang terbesar ketiga di buku catatan hutangnya Kakuzu itu pun sedikit marah-marah akibat cuaca panas yang menyerang Sunagakure itu.

"Gile cuk, puanasssss bat!!" Hidan pun memutuskan untuk berteduh di salah satu warung

"Panas ye" celetuk seseorang yang ikut duduk dipinggir Hidan

"Iye cuk. Respek sama orang-orang sini tetep beraktivitas walau lagi puasa" jawab Hidan sembari mengambil alih fungsi tangannya menjadi kipas

"Yaa, kita udah biasa sih haha"

Hidan dan orang itu pun mengobrol akrab. Satu persatu para pemuda pun berdatangan karena merasa obrolan Hidan dan orang itu nampak seru. Hidan dan orang-orang Sunagakure lainnya kemudian lanjut mengobrol sampai waktu menunjukkan pukul 5 sore. Orang-orang pun bubar karena bersiap untuk berbuka nanti. Hidan yang terlihat bingung ingin melakukan apa lagi, akhirnya diajak oleh orang itu untuk ikut berbuka di rumah nya.

"Oh ya ngomong-ngomong, kita belum berkenalan ya?" sahut orang itu

"Akh! Benar juga! Hehehe, tadi keasikan ngobrol sih" Hidan menggaruk kepalanya yang tidak gatal

"Yosh! Nama ku Hidan! Salam kenal!"

"Hm! Salam kenal, Hidan-kun. Nama ku--"

"Otou-san!!!!!"

"Akh? Sasori!!!!!"

Grep!

'Eh?'

"Kaa-san bilang otou-san lama! Jadi Saso hampiri deh otou-san!"

"Maafkan otou-san. Tadi otou-san mengobrol dengan warga lainnya, eh ternyata keasikan sampai lupa waktu deh!"

"Kaa-san pasti kesal mendengar cerita otou-san, sama seperti Saso"

"Hush! Darimana kau belajar itu? Walau itu benar sih, hahaha!!"

Hidan hanya melongo mendengar percakapan anak-bapak itu. Jadi selama ini dirinya bersama ayahnya Sasori??

"Oh ya Sasori, perkenalkan dia Hidan-kun. Dia akan ikut berbuka dirumah kita hari ini, tidak apa kan?"

Hidan agak tidak mengerti dengan pertanyaan itu. Ia kemudian menatap pada Sasori kecil sambil tersenyum. Dalam hati, Hidan memohon agar Sasori mengizinkan nya ikut kerumah nya. Tapi beberapa detik kemudian Hidan pasrah karena melihat Sasori yang menatapnya balik dengan wajah datarnya.

'Plis cebol! Bakal gua tabok juga pake boneka berbi lu kalo gak ngijinin!'

"Hm! Tidak apa! Lagipula, pasti akan seru jika banyakan!"

"Kau benar! Nah, ayo kita cari makanan dan minuman untuk buka nanti! Hidan-kun, ayo!"

"Hidan-nii, ayo!"

Hidan terkejut dengan sikap Sasori kepadanya. Benar-benar berbeda dengan dirinya yang Hidan kenal. Hidan kemudian hanya mengangguk sebagai jawabannya. Ia lalu mengikuti anak-bapak itu mencari takjil untuk berbuka.

'Tak kusangka, anak-anak ini tumbuh menjadi orang-orang yang membagongkan hiks'

•-•

Hidan lagi dan lagi dan lagi tiba-tiba saja terdampar lagi di tempat yang berbeda. Tapi kali ini, ada yang membedakan dengan kejadian sebelum-sebelumnya.

Hidan saat itu tidak langsung terbangun, ia malah terdiam sembari menutupi wajah dengan kedua tangannya.

"....."

Hidan benar-benar tak menyangka apa yang dialami nya saat berada di Sunagakure--di kejadian sebelumnya. Kenapa aku harus juga menyaksikan kematian kedua orangtua si cebol itu?! Pikir Hidan selama ini.

Puk

Tiba-tiba saja Hidan merasakan pundaknya di tepuk. Hidan pun menghapus air matanya--yang tanpa sengaja terjatuh. Ia juga mengusap wajahnya kemudian berdiri dan melihat siapa orang yang menepuk pundaknya tadi.

"Eh?"

"Oh"

K-Kuju?!?! Hidan menjerit dalam hati. Ia kemudian menghela nafas, mencoba berpikir bahwa mungkin saja anak kecil dihadapannya tersebut bukanlah orang terpelit sampe bikin sembelit(?) yang dirinya kenal. Berpikir keras, Hidan akhirnya teringat perkataan Pain.

"Kenapa nggak tanya aja namanya? Daripada bingung terus ngeliatin nggak jelas gitu. Gua gak mau punya anak buah yang kena cap hentai"

Seketika perempatan imajiner muncul di dahi pria berambut perak tersebut, "ngaca go--fiuhh..."

Hidan kembali menatap sang anak tersebut, "K-Kakuzu?"

Sang anak hanya terdiam, membuat Hidan berpikir bahwa mungkin dirinya benar salah orang. Syukurlah. Setelah itu Hidan jadi kepikiran dimana dirinya saat itu.

"I-iya..."

"....."

Hidan lagi-lagi menjerit dalam hati.

•-•

"Ehh, kau membagikan takjil?"

"Hm, tahun ini aku mau membantu onee-san membagikan takjil"

Hidan kini sudah tidak merasa 'aneh' lagi dengan sosok Kakuzu kecil. Bahkan dirinya menggandeng tangan Kakuzu. Sepanjang perjalanan, Kakuzu menceritakan hal-hal yang bagi nya terasa sangat berharga di bulan Ramadhan ini. Hidan hanya mendengarkan dan beberapa kali juga menyahut dengan agak berlebihan.

"Kakuzu!!"

"Nee-san!"

Kakuzu melepas gandengan nya, kemudian berlari menghampiri seorang gadis dengan rambutnya yang dikucir kuda. Sementara Hidan hanya terdiam di tempat.

"Heee kau mau membantu juga?" gadis tersebut tiba-tiba saja sudah berada tepat di depan Hidan, atau mungkin Hidan nya saja yang tak sadar?

"Eh--ahh, itu.. i-iya begitulah" ciee salah tingkah

"Terimakasih banyak! Kebetulan, kami memang kekurangan orang. Bisa tolong ambilkan kardus di tempat itu" sang gadis menunjuk pada tempat yang dimaksud

"T-tentu!" Hidan langsung pergi ke tempat tersebut

Dalam hati, Hidan terus bertanya-tanya tentang siapa sebenarnya gadis tadi. Siapanya Kakuzu dia? KENAPA KAKUZU TAK PERNAH BERCERITA TENTANG PEREMPUAN CANTIK ITU?!?!

Hidan tiba-tiba saja menampar kedua pipinya sendiri. Ia harus kembali fokus. Kardus-kardus yang diminta sang gadis pun, Hidan angkat kemudian ia taruh di tempat sesuai arahan. Dirinya, Kakuzu dan sang gadis pun lalu sibuk membagikan takjil.

"Disini banyak orang-orang yang membutuhkan, ya?" gumam Hidan tanpa sadar, dan hal itu didengar oleh Kakuzu

"Kami sengaja menempatkan diri di tempat ini"

Hidan terkejut, ya ampun gumaman nya terdengar dua kali oleh orang lain. Hidan kemudian mencoba membuat Kakuzu untuk melupakan apa yang ia ucapkan tadi. Tapi Kakuzu menolak, anak berambut coklat tersebut kemudian bercerita tentang sulitnya hidup di Takigakure--terutama untuk anak-anak yang kehilangan orangtua nya.

"Karena nya, saat-saat seperti bulan Ramadhan inilah yang merupakan saat-saat yang kami tunggu-tunggu" ucap Kakuzu mengakhiri cerita nya

Suasana hening saat Kakuzu selesai bercerita. Kakuzu yang keheranan kemudian melihat pada Hidan, kenapa orang ini diam saja? Padahal tadi berisik sekali. Pikir Kakuzu.

Dan betapa terkejutnya Kakuzu saat melihat orang yang lebih dewasa darinya tersebut sedang menintikan air matanya. Hidan yang sadar dirinya diperhatikan, langsung menghapus air matanya dan meminta maaf pada Kakuzu.

"Aku mendengarkan cerita mu kok, tenang saja!" ucap Hidan dengan senyum pepsoden nya dan tidak Kakuzu tanggapi

To be continued

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 11, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

You Must Puasa, Hidan!!! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang