Menghela nafas, bersabar dan seyum. Agaknya tiga hal itu sudah menjadi bagian hidup Naruto. Bagaimana tidak, tiap kali dia membuka mata dan bertemu kekasihnya selalu ada hal yang bisa memancing emosi lalu berdampak entah itu ke fisik atau batin Naruto yang senantiasa tertekan.
Tapi agaknya pagi ini sedikit berbeda, dimana Naruto datang menjamput kekasihnya di rumah megah keluarga Hyuga atas permintaan gadis itu sendiri, namun suasana pagi ini sedikit berbeda. Sedikit lebih suram dan juga menyesakkan.
Udah kaya di rumah hantu yang puluhan tahun gak di huni, rumah megah itu keliatan sunyi dan gak kalah nyeremin. Untung Naruto itu masih punya sedikit mental untuk melawan rasa takutnya, kalau nggak bisa ancur imagenya yang gahar di depan calon mertua.
“Udah Ma, aku bilang enggak mau ya enggak! Kenapa Mama maksa sih??” Naruto noleh ke arah pintu kamar Hinata dimana dia liat sendiri tunangannya lagi kesel, Hinata jalan sambil make jaket dia keliatan sibuk nelpon Naruto soalnya hape di saku Naruto getar dari tadi.
Hikari –Mama Hinata- berjalan mengikuti putri tunggalnya itu sambil meninggikan suaranya. Keliatan banget lagi emosi Cuma dari garis muka aja Naruto tau mereka lagi berantem, lagi.
“NATA!”
“Apa?! Mama mau maksa Nata ngapain lagi sekarang? Jadi dokter? Iya? Belum cukup Mama ngekang Nata selama ini? Ngebatesin pergaulan Nata sampai-sampai gak ada orang yang-“
Naruto melotot kaget seiring suara tamparan yang menggema di ruangan besar itu, hening Naruto mengepalkan tangannya kuat hingga buku jarinya memutih. Dia melihat sendiri dengan mata kepalanya Hikari menampar Hinata untuk kesekian kalinya. Naruto tau, hidup kekasihnya tidak semulus yang terlihat.
Iya, Hinata itu cuma ceria di depan aja aslinya dia itu punya banyak beban pikiran yang sering bikin dia down.
“Anak gak berguna! Mama nyesel ngelahirin kamu!”
Pedih, tapi bukan Hinata yang merasakan melainkan Naruto. Pemuda itu merasakan dadanya berdenyut ngilu.
Dia emang suka adu bacot sama Hinata tapi percayalah pas liat secara langsung wanita yang paling dia cintai terluka, Naruto bisa ngerasain sakitnya berkali-kali lipat. Dia gak kuat, Naruto jalan nyusul Hinata.
“Aku juga gak pernah-“
“Permisi Ma,” ucapan Hinata kepotong Naruto yang tiba-tiba berdiri di sebelah Hinata sambil senyum. Senyum yang menyiratkan sejuta arti tersembunyi.
“Naruto, dari kapan kamu dateng sayang?”
Bermuka dua, ya julukan itu layak di sematkan kepada Hikari. Wanita sosialita yang sangat angkuh dan sombong.
“Baru aja Ma, tadi Nata minta jemput makanya aku dateng..” jawaban sekenanya dari Naruto itu medapat balasan senyuman ramah dari Hikari. Kemana perginya wajah sinis dan juga menyebalkan tadi? Kalau saja Hikari bukan Mama dari Hinata Naruto tidak akan sudi menghargai seseorang yang tidak pernah menghargai orang lain.
“Yaudah kalau gitu makan dulu yuk, biar di siapin Bibi makanannya..”
“Oh gak usah Ma, tadi aku udah bawain bekal buat Hinata.. langsung ke kampus aja Ma dia ada jam pagi soalnya.”
Hikari manggut-manggut, Hinata yang aslinya udah muak plus capek banget cuma bisa berdecih. Dia langsung narik tangan Naruto gitu aja terus pergi dari sana.
“Duluan Ma,” pamitanya.
Hikari tersenyum manis sementara Hinata berdecih jijik.
Naruto merubah raut wajahnya ketika berbalik, dia langsung narik tangan Hinata dan jalan lebih dulu dari cewek itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Purple | Namikaze Naruto✔️
Fanfikce18+ Jangan baca kalau masih bocil! 18 Februari 2021 Desclaimer : Masashi Kishimoto Cover : pinterest Story by me!