04. Teman

262 34 0
                                    

Matahari kembali menyapa mereka. Memaksa anak-anak manusia untuk segera beranjak dari ranjangnya. Memulai aktivitas dengan segala semangat yang disalurkan oleh cahaya sang surya. Membawa kembali masalah kemarin yang belum terselesaikan, menambahnya, atau lebih baik lagi segera menyelesaikannya.

Langkah-langkah panjang dari seorang siswa berseragam Hogwarts dengan logo Gryffindor di jubahnya itu memenuhi lorong menuju Great Hall pagi ini. Sedikit tergesa-gesa dan terlambat mengingat siswa-siswi lainnya telah duduk manis di deretan bangku-bangku panjang asrama sejak beberapa menit yang lalu.

Harry Potter, pemilik langkah panjang dengan kaki yang tak seberapa panjangnya itu, kini tengah bergulat dengan waktu. Berusaha agar ia tidak tertinggal jam sarapan pagi ini. Ia terlambat bangun. Jelas sekali, siapa pula yang menyuruhnya berkeliaran di kastil pada malam hari kemarin. Dan beruntungnya lagi, saat ia membuka mata pagi ini, rekan-rekan sekamarnya sudah tak terlihat lagi satu pun batang hidupnya.

Terkutuklah kau Ronald Weasley! Bisa-bisanya kau meninggalkanku!

Sudah bisa kita tebak siapa yang akan ia salahkan. Tentu saja ia tak akan menyalahkan dirinya sendiri. Ingat, kita sedang berbicara tentang Harry Potter dengan segala bentuk keras kepalanya.

Setibanya di aula, ia bisa sedikit merasa lega. Ternyata sarapan baru dimulai sekitar setengah jam yang lalu. Ia segera berjalan menuju meja asramanya. Sesekali ia menjawab sapaan beberapa murid, meski dengan sedikit enggan. Ia dengan segera telah mendudukkan dirinya di antara kedua sahabatnya yang sepertinya sengaja menyiapkan tempat duduk untuknya.

"Pagi, Harry. Ini baru hari pertama dan lihatlah dirimu! Sudah bangun kesiangan," seloroh Hermione Granger, sahabat perempuan Harry Potter yang memiliki rambut cokelat bergelombang.

Jangan terkejut jika kau melihat Hermione terlihat sedang memberi petuah untuk kedua sahabat laki-lakinya. Bukan hanya sahabat, Hermione sudah seperti sosok ibu bagi keduanya jika bisa dikatakan. Bagaimana tidak. Selalu mengingatkan tentang makan dan pekerjaan rumah, mengontrol mereka tentang kegilaan yang mereka lakukan, dan tentu saja memarahi mereka dalam beberapa kesempatan. Mau disebut apalagi jika bukan seorang ibu.

"Ayolah, Hermione! Biarkan Harry duduk dan menyantap sarapannya dulu. Belum apa-apa kau sudah mengomelinya saja," sergah Ron. Oh, Ronald. Jika kau tahu apa yang akan dilakukan sahabat berkacamatamu itu kepadamu pasti kau akan menyesal telah membelanya.

"Pagi, 'Mione," ucap Harry sambil melemparkan senyum manisnya pada sahabat perempuannya itu, "Dan kau, Ronald Weasley! Bisa-bisanya kau tidak membangunkanku dan malah meninggalkanku sendirian di asrama!" sambung Harry dengan penuh penekanan. Dan jangan lupakan tongkat sihirnya yang telah ia acungkan tepat ke depan hidung Ron.

"Wow, wow! Santai, Mate," ucap Ron sembari sedikit menjauhkan dirinya dari acungan tongkat Harry. Siapa pun yang masih memiliki kewarasan pasti tidak ingin berurusan dengan Harry Potter yang sedang marah dan kelaparan ini, "Hei, aku sudah membangunkanmu! Jangan salahkan aku jika kau tertidur seperti orang mati!"

"Apa kau bilang!"

"Berhenti kalian berdua! Harry, segeralah mengambil sarapanmu. Sebentar lagi jam pertama akan dimulai. Dan aku yakin kau tak ingin mengacaukan hari pertamamu dengan terlambat masuk kelas. Dan kau Ron! Segera habiskan sarapanmu! Bukankah kau tadi yang melarangku untuk mengganggu Harry. Justru sekarang kau yang bertengkar dengannya," kalimat panjang Hermione menginterupsi pertikaian pagi mereka berdua.

"Mione, tapi aku–" ucap Ron yang tak menyelesaikan kalimatnya tersebut karena mendapatkan pelototan dari Hermione.

"Yes, Mom."

"Bukk!"

"Aww! Untuk apa itu Hermione!" kata Harry sambil mengusap-usap kepalanya karena mendapatkan jitakan dari buku kesayangan Hermione. Jika kita bicara mengenai buku kesayangan Hermione yang selalu dia bawa itu, sudah bisa kita bayangkan seberapa tebalnya buku tersebut.

Astronomy TowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang