Jam sudah menunjukan pukul 3 pagi tapi aku masih belum bisa memejamkan mata setelah melihat seseorang yang mirip dengan dirinya. Apakah benar dia? atau bukan? sudah dua kali aku melihat seseorang yang pernah mengisi hari-hariku. Aku menghembuskan nafas dan membuang pikiran itu jauh-jauh, meyakinkan diriku sendiri bahwa apa yang aku lihat adalah salah. Meyakinkan hatiku yang dari tadi tidak menentu. Tapi tiba-tiba memory itu muncul di kepala.
"Bagaimana kalau aku melanjutkan sekolah di luar negri?" ucapnya saat kita duduk di taman belakang sekolah.
"Kenapa harus ke luar negri? Universitas disini tak kalah hebat dengan yang ada disana dan juga kita tidak perlu berpisah kan?" jawabku yang sedikit kesal. Entah apa yang di pikirkannya, sejak beberapa hari yang lalu dia selalu menanyakan pertanyaan yang sama.
"Tapi aku ingin terlihat sejajar denganmu oppa" sungutnya lalu dia menundukan kepala. "Kau hebat dan aku biasa saja, kau selalu mendapat peringkat pertama di kelas dan paralel, pintar dalam segala bidang olah raga dan kau tampan!" dia mengongkang-ongkangkan kakinya sambil tersenyum padaku.
"kenapa kau jadi minder seperti itu, aku mencintaimu apa adanya Raya, kau juga pintar, cantik dan supel. Aku beruntung memilikimu kalau kau ingin tau" jawabku sambil mengusap bagian belakang kepalanya.
"Jangan cintai aku apa adanya Minjunaaa, cintai aku karena aku memang pantas di cintai dan bisa kau banggakan, aku lebih menyukainya jika seperti itu".
Aku menghela nafas, kadang wanita di sampingku ini pemikirannya tidak sama dengan kebanyakan wanita lain dan aku telah jatuh cinta padanya untuk kesekian kalinya. "Aku bangga padamu dan aku mencintaimu bukan apa adanya".
"Tetap saja, aku sudah berjanji padanya" dia melenggang meninggalkanku yang termenung tanpa tau apa yang dia maksut. Janji? Janji apa? Janji dengan siapa? Sungguh aku tak tahu.
Memori-memori itu seperti di putar ulang di kepalaku. Aku hanya bisa mendesah dalam diam dan membenamkan diri ke dalam selimut dan mencoba memejamkan mata lagi berharap aku bisa terlelap.
*
Aku melangkahkan kakiku masuk ke dalam perusahaan keluarga, kakakku sekaligus satu-satunya keluarga yang kumiliki memintaku untuk datang ke kantornya. Aku kesal padanya dia pura-pura sibuk atau bagaimana? Adik satu-satunya kembali tapi dia tak pernah pulang kerumah, menelponku untuk sekedar menanyakan kabar saja tidak. Sungguh keterlaluan!
Aku menekan angka di tombol lift yang menunjukan dimana ruang kerja kakakku berada. Aku mendengus kesal, awas saja kau tuan Yoon!! tak ada maaf untukmu. Pintu lift terbuka dan aku langsung di sambut oleh seketaris pribadi Kakakku. Cantik, seksi tapi terlihat smart, sangat ideal dan tipe kakakku sekali. Dia terlihat sangat menguasai pekerjaannya, dari cara bicaranya saja sudah terlihat kalau dia tipe orang yang sangat ramah dan ceria. Dia mengatakan bahwa kakakku sedang ada rapat dengan klient bisnisnya dan memintaku untuk menunggu di dalam ruangannya. Dia memperkenalkan diri dan namanya Ahn Yoo Na. Dia permisi untuk melanjutkan kembali pekerjaannya dan mengatakan kalau aku butuh sesuatu bisa langsung menghubunginya melalui intercom.
Aku memandang sekeliling, ruangan ini sangat nyaman. Ada satu ruangan untuk beristirahat dan ada satu toilet di dalam. Gayanya sangat klasik pantas saja kakakku sangat betah dan bisa berhari-hari tidak pulang kerumah. Aku duduk di kursi kerja kakakku, tidak terlalu banyak barang di atas meja. Ada dua bingkai foto di atas meja, satu foto keluargaku dan satunya hanya ada aku dan kakakku yang sedang tertawa. Aku tersenyum memandangnya. Hanya dia satu-satunya keluargaku yang tersisa.
Ayah dan ibu sudah pergi mendahului kami karena sebuah kecelakaan mobil di Jepang tiga tahun yang lalu. Sekarang hanya ada aku dan kakakku, walaupun aku masih ada keluarga besar tapi rasanya sudah tidak seperti dulu. Semua berubah seiring berjalannya waktu. Ku hapus air mataku saat pintu ruangan terbuka. Laki-laki tinggi tegap lengkap dengan kemeja dan jas beserta dasi melangkah masuk. Sungguh dia sangat tampan. Andai saja dia bukan kakakku pasti saat ini juga sudah ku ajak berkencan.
"Hyerayaaa...kau kembali! Aku merindukanmu!!!" dia memelukku, mengusap-usap rambut belakangku, aroma parfumnya menyeruak membuatku hangat di peluknya.
Aku melonggarkan pelukanku. "Siapa yang mengijinkanmu memelukku tuan Yoon? Setelah apa yang kau perbuat padaku"
"Apa yang sudah ku perbuat padamu nona manis?" kerlingnya nakal.
"Cih, berusaha menggodaku? tidak mempan! Kemana saja? Tidak pulang tidak memberi kabar, tidak rindu padaku?"
"Rindu sangat rindu tapi pekerjaan menuntutku tidak bisa bertemu denganmu segera, baru hari ini aku bisa bernafas lega karena penderitaanku selama seminggu ini sudah terbayarkan" dia memasang wajah menyesalnya.
"Kau mau makan siang bersamaku untuk menebus kesalahan yang sudah kuperbuat?" ajaknya sambil memberekan berkas-berkas yang tersebar di mejanya. Aku hanya mengangguk, melihatnya seperti ini aku merasa kasihan padanya, dengan umur sekarang harusnya dia masih bisa bersenang-senang dengan temannya tapi dia sudah memikul beban perusahaan dan menjagaku sejak kematian orang tuaku. Aku menyayangimu oppa!.
Disinilah kita, di sebuah restaurant western untuk makan siang bersama. Setelah memesan makanan kita berbincang melepas rindu kalau kata orang.
"Jadi kenapa oppa memanggilku ke kantor?" tanyaku menyelidik sambil menyeruput orange juice yang kupesan.
"Raya, sejujurnya aku membutuhkan bantuanmu" dia berhenti dan terlihat ragu untuk melanjutkan ucapannya tadi.
"Kenapa? Apa yang bisa ku bantu untuk kakak kesayanganku ini" aku mencoba menyairkan suasanya yang tiba-tiba canggung.
Dia tersenyum, menyesap kopi yang dia pesan lalu mencoba untuk berbicara lagi padaku.
"Cabang perusahaan yang ada di Daegu sedang dalam kondisi tidak baik, oppa ingin kamu mengecek keadaan disana, membenahi apa yang salah".
Aku ingin menyela perkataannya tapi kakakku seperinya mengetahui apa yang ada di pikiranku.
"Hanya beberapa hari hye, hanya beberapa hari bukan untuk jangka panjang kau tinggal disana. Oppa tau apa yang ada di pikiranmu saat ini, oppa bukan bermaksut mengembalikan ingatan masa lalu mu. Tapi hanya kamu harapan oppa. Aku tidak bisa meninggalkan perusahaan yang disini, banyak yang harus ku selesaikan Raya" dia menyelesaikan kalimatnya dengan nada memohon.
Aku tidak tahu harus bagaimana, di satu sisi aku ingin membantu kakakku tapi disi lain aku masih belum siap. Mendengar kata Daegu saja sudah membuat perutku mulas.
"Aku tahu hanya aku yang bisa kau percaya, tapi sungguh oppa aku belum siap untuk kesana. Kau tau apa yang terjadi padaku, semua alasan-alasanku kau tahu jadi ku mohon mengertilah. Atau kalau tidak berikan aku waktu untuk memikirnya kembali, untuk memantapkan dan menyiapkan hati agar aku bisa menginjakkan kaki lagi disana" aku memasang muka memohon di depan kakakku.
"baiklah Raya, aku menghormati segala keputusanmu dan tidak akan memaksamu"
"terimakasih oppa."
Aku memikirkannya, memikirkan permintaan kakakku. Jika aku mengiyakan berarti aku harus siap dengan segalanya. Tapi jika aku menolak aku merasa kasihan pada kakakku, pekerjaan disini memang sedang tidak bisa di tinggalkan. Aku menatap langit malam dari arah balkon kamarku. Akankah aku siap kembali kesana? akankah aku siap jika suatu saat lubang yang ada disana semakin menganga dan membuat semua yang sudah ku tata rapi selama ini menjadi serpihan-serpihan lagi?. Jujur di lubuk hatiku yang terdalam aku tidak siap.
~continue~
terimakasih buat yang udah baca sampai part ini, maaf kalau seandainya banyak typo dan kurang pas. Selalu di tunggu vote dan komentnya :]
KAMU SEDANG MEMBACA
PROMISE
RandomAku tak mengerti dengan segala keputusanku sekarang. Entah hal apa yang mendasari aku mau kembali ke sini. Beribu pertanyaan menenuhi pikiranku. Apakah aku siap? Apakah aku berani untuk berdiri tegak? Apakah aku sanggup menjelaskan semua apa yang te...