Aku melangkahkan kaki menuju toko buku langgananku dulu. Dengan sedikit gontai ku langkahkan setapak demi setapak menuju kesana. Kepalaku rasanya ingin meledak, memikirkan perkataan kakakku sungguh membuatku pusing. Entah apa yang akan aku lakukan nanti, entah apa keputusan yang akan kubuat nanti.
Aku mencari buku yang kubutuhkan untuk kelanjutan sekolahku. Setelah mendapatkan buku yang kucari, aku menuju bagian fiksi/novel. Ku baca satu persatu sinopsis yang ada di bagian belakang buku mencari cerita yang menarik minat bacaku. Sedang sibuk memilah-milah sederetan novel yang berjejeran di rak, bahuku di tepuk dari belakang.
"Hyera? Yoon Hyera?" tanyanya menyelidik. Aku masih memunggunginya, aku sedikit was-was untuk menoleh ke belakang.
Kau Yoon Hyera bukan?" tanyanya lagi. Terdengar dari suaranya kalau dia sedikit ragu sekarang.
Aku mencoba tenang dan berbalik arah untuk melihat siapa yang meyapaku. Aku shock dan tak percaya siapa yang ada di hadapanku saat ini. Ohh God, tolong selamatkan aku dari laki-laki ini sekarang. Sungguh aku tak ingin bertemu dengannya, bukan, lebih tepatnya aku belum siap untuk bertemu siapa-siapa.
Keringat dingin mulai membasahi pelipisku. Matanya sungguh mengisyaratkan agar aku bersiap-siap karna dirinya akan segera membabat habis diriku tanpa sisa. Sungguh menakutkan.
Aku hanya menunduk menatap ujung sepatuku dan tak berani menatap wajahnya sampai akhirnya dia mengelurkan suara, membuat aura kelam mulai mengabur.
"Kita harus bicara sekarang! dan kau harus menjelaskan segalanya padaku nona Yoon!" tegasnya sambil menggeret tanganku keluar dari toko buku. Aku hanya pasrah mengikutinya tanpa membuka mulutku sedikitpun. Aku terlalu shock kali ini sampai-sampai lututku terasa tak punya tulang, ingin rasanya saat ini aku melepas cengkraman di pergelangan tanganku dan lari sekencang-kencangnya tapi apa daya aku sudah tidak sanggup lagi untuk berlari.
Dia membawaku ke kedai kopi yang tak jauh dari toko buku tadi. Dia mendudukanku dan memesan americano dua buah untuk kita. Aku tak suka americano aku lebih suka cappuccino batinku. Setelah memesan pada waitress, sekarang dia sudah duduk di depanku. Memijat pelipisnya tanda dia merasa pusing memikirkan sesuatu. Dia menghela nafas sebelum membuka mulutnya untuk bertanya padaku. Oke aku pasrah.
"Kau kenapa ada disini? kenapa kau kembali kesini?" tanyanya mendelik padaku. Aku tak tau harus menjawab bagaimana. Aku hanya diam memandang pot bunga kecil di tengah-tengah meja.
"Kau tak mau menjawab? seagung apakah alasanmu untuk tidak menjawab perkataanku huh?" suaranya sudah mulai meninggi pertanda dia sudah mulai kesal pada ku.
"Aku punya alasan saat itu dan aku juga punya alasan untuk tidak menjawab pertanyaanmu kali ini" aku menyesap americano yang di pesannya. Pahit.
"Dan aku juga punya hak untuk bertanya padamu hyeraya, kenapa saat itu kau pergi begitu saja, pergi tanpa berpamitan dengan kami pergi tanpa alasan apapun. Kau tau bagaimana kami, bukan, dia mencarimu?" dia membombardirku dengan segala pertanyaan yang menyudutkankanku.
"Kau tak tahu apa yang sebenarnya terjadi, aku punya alasan untuk melakukannya" aku hanya bisa menjawab seperti itu. Ingin rasanya aku menjelaskan segalanya, tentang apa yang terjadi tentang apa yang aku rasakan tentang semua alasan-alasanku. Tapi bukannya sudah terlambat sekarang kalau aku harus menjelaskannya, bubur tak mungkin jadi nasi lagi kan?. Sungguh hatiku rasanya seperti ditusuk jarum. Perih.
"Lalu apa alasannya? apa alasan yang akan kau tuturkan untuk menjawab semua pertanyaan yang ada, menjawab semua teka-teki yang kau buat selama ini dan juga agar benar kusut ini menjadi terurai hyeraya" terlihat otot-otot di rahangnya yang mengeras menandakan kalau dia sedang marah sekarang dan kemarahannya itu tertujukan padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
PROMISE
RandomAku tak mengerti dengan segala keputusanku sekarang. Entah hal apa yang mendasari aku mau kembali ke sini. Beribu pertanyaan menenuhi pikiranku. Apakah aku siap? Apakah aku berani untuk berdiri tegak? Apakah aku sanggup menjelaskan semua apa yang te...