〚 MEET YOU 〛

581 96 10
                                    

⚠️ Murder Plan, Death & Sensitive Words, Suicide Thought ⚠️

~~~

Menjadi pembunuh bayaran bukanlah pekerjaan mudah. Banyak proses tak menyenangkan yang Taehyung lalui hingga tiba di titik tatkala nama Eagle dikenal dan disegani banyak orang.

Eagle. Siapa yang tau dengan sosok itu? Di dunia kelam underground yang diliputi banyak tipu muslihat, rasa-rasanya tak ada yang tak kenal dengannya. Gesit, tangkas, dan bersih. Mangsa yang Taehyung incar selalu berhasil ia lumpuhkan tanpa setitik jejak yang mampu diendus tim penyidik. Hilang tak bersisa. Raib.

Eagle. Nama samaran yang Baeksung berikan pada Taehyung sebab tatap sepasang netra tajam dan teliti, melebihi seekor elang yang terbang menjelajah angkasa. Siap menerkam anak ayam yang lengah dari pengawasan induknya.

Eagle. Sama seperti nama samarannya, Taehyung selalu bisa mengintai sang mangsa tanpa bisa disadari eksistensinya. Daya kamuflase dan adaptasinya tak bisa diremehkan. Maka dari itu, tak pernah sekalipun Taehyung menuai kegagalan selama 8 tahun terjun dalam dunia kelam itu. Pekerjaannya selalu mulus berkat insting dan kecakapannya.

Eagle. Semua orang kenal sosoknya, tapi tak ada yang benar-benar tauㅡkecuali sesama anak buah Baeksung bagaimana rupa wajahnya, karena Taehyung tak pernah memperlihatkan wajah tatkala beraksi, hanya bagian mata tajamnya yang terekspos.

Biasanya, Taehyung hanya membutuhkan paling lama seminggu untuk mengenali, mencari celah hingga lengah, lalu mengeksekusi mangsanya. Tapi, kini justru dirinya yang lengah. Hampir 2 minggu sudah terbuang sia-sia dari tempo satu bulan waktu yang Baeksung berikan untuk melenyapkan si putra tunggal Park Inho.

Jujur, ini kali pertama Taehyung bergerak lamban. Ah, bukan lamban. Dirinya justru belum bergerak sama sekali.

Taehyung akui, ia benci Jimin yang telah meninggalkannya. Ia benci Jimin yang tak pernah kembali padanya. Tapi, bukan berarti ia tega menghabisi nyawa mantan sahabatnya itu dengan tangan sendiri. Di depan mata kepalanya sendiri.

Biar bagaimanapun juga, Jimin masih menempati salah satu ruang di hati Taehyung yang menyimpan banyak kenangan manis. Kendati memang, Jimin jugalah salah satu penoreh luka terbesar yang pernah Taehyung terima.

"Waktumu sudah banyak terbuang, Eagle, tapi langkahmu bahkan belum sampai setengah jalan. Kenapa kali ini lamban sekali, huh? Apa karena masih larut dalam nostalgia?"

Taehyung menatap tanpa ekspresi eksistensi di hadapannya.

"Kau bukan anak kemarin sore, Eagle. Sudah hapal benar 'kan prinsip utama dunia kita?" Baeksung berucap sembari menatap remeh Taehyung. "Jangan pernah mengasihani mangsamu. Karena jika itu terjadi, maka pilihan akhirmu hanya dua. Membunuhnya agar kau tetap hidup. Atau, membiarkannya hidup hingga akhirnya kau mati kelaparan."

"Waktumu tersisa 2 minggu lagi, jika kau tak berhasil, makaㅡ"

"Kau tau seberapa besar aku membencimu, Lee Baeksung?" Taehyung menukas kalimat pria tua itu.

Baeksung tertawa nyaring, suaranya menggema memenuhi ruangan. Sementara Taehyung tak bereaksi sama sekali, menatap kelewat jenuh pria yang ingin sekali ia tinju itu. Beberapa saat kemudian, Baeksung meredakan tawanya, kemudian menepuk bahu kanan Taehyung. Si empu hanya menatap sepintas tangan keriput itu lewat ekor matanya.

"Aku juga menyayangimu, putraku," kata Baeksung sarkas. "Tuhan mempertemukan kita sebagai ayah dan anak memang untuk saling melengkapi, benar?"

Buku jemari Taehyung kontan mengepal, bersama rahang yang kentara mengeras.

Broken Promise [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang