"Mari mati bersama, Jim." Taehyung berucap santai. "Aku dan kau."
Mata bulan sabit Jimin kontan membola, namun kakinya membeku. Bukannya berlari menjauh, ia justru tak bergerak barang seinci pun untuk menyelamatkan diri. Entahlah. Meski terkejut dengan ucapan Taehyung, Jimin terlalu mempercayai sahabatnya itu. Beranggapan jika kalimat tersebut hanya sekedar lelucon, sebab Taehyung-nya dulu suka sekali berlelucon.
Namun, semua dugaan Jimin luruh tatkala Taehyung berucap lagi sembari menarik pelatuk revolver di jemarinya.
"Dulu, kau punya dua janji. Ingat?"
'Jangan tinggalkan aku seperti Kak Hoseok ya, Tae. Kita harus selalu bersama.'
Jimin tak akan pernah lupa dua janjinya dengan Taehyung sekian tahun silam.
"Kau memintaku untuk tak meninggalkanmu, tapi kau yang meninggalkanku."
Jantung Jimin bak ditinju detik itu, terasa amat nyeri tatkala teringat betapa ingkar dirinya. Benar. Ia yang meminta Taehyung berjanji, namun ia jugalah yang mengingkari. Pengkhianat.
"Kau boleh menghukumku, Tae. Aku akan menerima hukuman apapun yang kau berikan." Jimin berujar mantap.
Senyum miring tersungging di bibir Taehyung. Kemudian, tangannya yang mengarahkan moncong revolver ke Jimin ia turunkan. "Kenapa buru-buru sekali meminta hukuman? Tidak mau bersenang-senang dulu? Bukankah hidupmu bahagia selama ini, pewaris tunggal Park?"
Mata Jimin berkedip lain tanpa mengalihkan fokus. "Menurutmu begitu?"
Taehyung tak menyahut, namun senyum yang membingkai bibirnya kini sepenuhnya sirna, tergantikan oleh raut tanpa ekspresi yang lagi-lagi mampu menyadarkan Jimin bahwasanya, pria di hadapannya itu bukan Taehyung-nya.
"Hidup bahagia yang kau maksud itu nyatanya penjara, Tae." Mata Jimin menyendu, kakinya mengambil 3 langkah maju untuk mendekati yang lebih muda.
"Aku tau, kau membenciku karna aku tak pernah menjengukmu. Tidak apa. Aku tak masalah. Sebab aku memang pantas untuk dibenci."
Bibir Taehyung mengatup rapat, bersama mata yang menatap lurus-lurus ke dalam sekembar netra sabit Jimin tanpa setitik emosi. Hatinya sudah terlalu sering tersakiti oleh ekspektasi, jadi ia sudah kebal jika harus diserang lagi dan lagi.
"Kau tau? Sejak mengadopsiku, mereka yang kupanggil ayah dan ibu itu tak pernah membiarkanku keluar rumah barang sejengkal. Selalu mengurungku layaknya aku ini si buruk rupa yang tak pantas dilihat dunia."
Taehyung masih diam.
"Mereka memaksaku belajar, belajar, dan belajar. Katanya, karena aku pewaris keluarga Park, seperti katamu tadi. Puluhan guru didatangkan untukku, mulai dari pengajar akademik hingga non-akademik." Jimin menghela napas dalam.
"Sejak keluar dari panti, hidupku serasa di penjara. Bagai merpati yang terkungkung dalam sangkar emas dan selalu dipuja burung-burung yang terbang bebas di luar sana. Tanpa mereka tau, merpati itu nyaris mati kesepian. Temanku hanya buku, benda mati yang tak bisa ku ajak mengobrol. Benda mati yang tak bisa mengoceh seperti dirimu selama di panti dahulu," tambah Jimin.
Rahang Taehyung mengeras, menahan buncahan emosi dalam dirinya. Entahlah, itu marah atau justru sedih. Dapat Taehyung lihat, Jimin maju lagi 2 langkah lebih dekat.
"Kau tau, Tae? Aku muak. Kemana-mana selalu diikuti dan diawasi bagai buronan. Aku tak bebas. Tak bisa berlarian kesana kemari untuk mengejarmu, seperti dulu," ungkap Jimin. "Mungkin kau tak akan percaya jika dulu aku pernah mencoba kabur. Tapi, aku tak cukup gesit hingga akhirnya tertangkap."
"Dan kau tau hukuman apa yang aku dapatkan? Pewaris Park ini dilibas dengan ikat pinggang dan dikurung di gudang seharian penuh tanpa diberi makan." Jimin tersenyum, namun tak sampai ke matanya. Manik legam itu justru menguarkan kesedihan. "Tapi kau tau benar, aku bukan anak yang suka menyerah. Aku tidak jera, dan itu bukan kali pertama aku melakukannya."
Jimin lantas membuka masker dan bucket hat yang menutupi wajahnya, kemudian menjatuhkan dua benda tersebut ke tanah. "Menyedihkan sekali ya, pewaris tunggal keluarga Park ini?"
Saat itu, dada Taehyung mulai diinvasi sesak. Namun, sebisa mungkin ia mengontrol emosinya. Tak mau dianggap lemah oleh orang yang telah meninggalkannya itu.
"Lebih menyedihkan lagi saat aku tau jika diriku hanyalah sosok pengganti," lanjut Jimin. Satu helaan napas panjang ia buang, bersama mata yang memerangkap fokus kedua netra Taehyung.
"Hukuman adalah sahabatku sejak kita tak lagi bersama, Tae. Jadi, kau boleh memberikannya padaku, sesuka hatimu. Hukum aku yang telah mengingkari janji kita. Aku memang tak pantas dimaafkan karena telah meninggalkanmu."
Taehyung bergeming, tatapannya tak terbaca, menyorot tepat ke kedua mata sayu Jimin yang terlihat begitu lelah selama beberapa detik.
"Mari mati bersama, Jim," Taehyung akhirnya bersuara setelah cukup lama, mengulang kembali kalimat yang sempat ia lontarkan sebelumnya. "Mari akhiri hidup. Bukankah kita berjanji untuk selalu bersama?"
Bohong jika Jimin tidak takut. Ia hanya manusia biasa dan takut mati adalah hal yang manusiawi. Tapi bodohnya, kepalanya malah mengangguk. Entah mengapa, tungkainya seakan otomatis bergerak dan berhenti tepat di depan Taehyung.
"Taehyungie, meski aku tak tau pasti apa yang kau lalui selama ini, tapi aku mengerti, pasti banyak sekali hari buruk yang telah kau lewati untuk sampai ke hadapanku hari ini." Jimin berucap lembut. "Mungkin, pribadimu tak lagi sama seperti Taehyungie-ku dulu yang bahkan terlalu kasihan menjadikan cacing sebagai umpan mancing. Tapi, perlu kau ketahui bahwa, sejauh apapun kau berubah, bagiku kau tetap Taehyung ku yang berharga."
Pijakan Jimin kokoh, tak gentar sama sekali kendati bisa saja ini hari terakhirnya menghirup udara.
"Mau menembak jantungku 'kan?"
Taehyung membeku kala memandangi senyum terpatri di wajah Jimin. Kali ini, matanya sampai menyipit membentuk bukan sabit, mengingatkan Taehyung pada senyum Jimin dahulu, saat mereka berbagi gula-gula kapas.
Jimin nampak bahagia. Seolah menembak jantungnya adalah hal membahagiakan yang mendatangkan begitu banyak kupu-kupu di perutnya.
"Jadi, ayo mati bersama, Taehyungie." Jimin mengarahkan revolver di genggaman Taehyung tepat di depan dada kirinya. Tempat detaknya yang berirama hanya dilindungi oleh sehelai kaos mahal yang ia kenakan.
~~~
ㅡyoursunrisegirl, 22 Agustus 2023
~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Promise [END]
Fanfiction❝Mari mati bersama, Jim.❞ ~~~ Ini tentang janji yang bertaut diantara kelingking mungil dua bocah laki-laki, belasan tahun silam. Janji yang akhirnya diingkari. Janji yang akhirnya dikhianati.