Amelia mengerang, terbangun dari tidurnya. Dengan badan masih terbaring di ranjang, dia mencoba mengingat apa yang terjadi semalam.
Sialan! Kenapa aku tidak mengingat apapun! Amelia memaki dalam hati.
Ingatannya berakhir saat dia mencapai klimak. Hanya dengan jari, mulut, dan lidah teman kencannya. Dia tidak tahu apakah semalam sempat terjadi penetrasi atau tidak.
Amelia berusaha bangkit, meskipun kepalanya terasa seperti akan meledak. Mungkin karena efek alkohol yang dia konsumsi semalam. Jelas dengan kadar jauh dari toleransinya.
Dia berhasil duduk membuat selimut yang menutup sampai leher terjatuh di pangkuannya. Pandangannya tertuju ke arah badannya. Terkejut mendapati dirinya yang telanjang.
Tak ada seutas benangpun yang melekat di badannya.
Apa mungkin dia sempat melakukan one night stand?
Amelia berusaha turun dari ranjang meski dengan sedikit sempoyongan. Dia menyibak selimut yang menutup ranjang.
Tidak ada noda apapun.
Dia meneliti kembali dengan perlahan untuk memastikan lagi. Dia yakin, tidak ada noda apapun. Misalnya cairan sperma yang mengering.
****
****
****
Baru satu injakan kaki di keramik halaman rumahnya, pintu di hadapannya langsung terbuka.
"Ternyata darah pelacur memang diwariskan ya." Ucapan pedas bernada sinis dari perempuan paruh baya di hadapannya dia abaikan.
Amelia memilih untuk diam dan melewati Imah, ibunya. Setidaknya begitulah yang tertulis di akta lahir dan dokumen lain miliknya.
Meski nyatanya tidak ada sedikitpun gen yang Imah wariskan kepadanya.
Amelia tetap melangkah memasuki rumah ingin segera mencapai kamarnya. Dia tahu, Imah membuntutinya dengan langkah tergesa.
Ketika berhasil menipiskan jarak, Imah menarik rambut Amelia yang tergerai. Tubuh Amelia sempat limbung ke belakang, untungnya dia berhasil menyeimbangkan tubuhnya kembali.
Tangan Amelia terangkat, reflek menggenggam tangan Imah yang masih menarik rambutnya.
"Ayah kamu semalaman nungguin, eh anaknya malah ngelacur?! Bener-bener anak durhaka!"
Amelia segera mendorong Imah agar melepaskan jambakan di rambutnya. Tubuh Imah sempat terdorong ke belakang namun tidak sampai jatuh. Dia segera kembali mengikis jarak antara dirinya dan Amelia.
Mengangkat tangan kanannya untuk ia layangkan di pipi Amelia. Namun Amelia dengan sigap menahan tangan tersebut.
"Aku bukan lagi gadis 16 tahun, yang bisa ibu perlakukan seenaknya!"
Setelah mengatakan hal tersebut, Amelia bergegas masuk ke dalam kamarnya dan mengunci pintu.
Meskipun dari luar terdengar gedoran pintu dan makian Imah, dia tidak peduli. Amelia memilih merebahkan badannya di kasur, mencoba tidur sejenak.
****
****
****
Hanya ada dua jenis laki-laki di dunia ini, brengsek dan sangat brengsek. Setidaknya itulah yang Amelia yakini, sebelum bertemu dengan Timur. Salah satu jajaran petinggi di kantornya.
"Jangan berani menyentuh saya dengan tangan kotormu." Kata-kata Timur yang hingga kini membekas di benaknya. Seperti halnya cinta pertama, penolakan pertama pasti juga akan membekas.
Sialan! Maki Amelia sekali lagi jika mengingat kejadian itu. Dia membanting lipstick yang seharusnya dia gunakan ke wastafel di hadapannya. Kedua tangannya menggengam erat marmer wastafel. Menyalurkan emosinya.
Mana mungkin ada laki-laki yang bisa menolak perempuan semenarik dirinya, kecuali memiliki kelainan seksual. Entah impotent ataupun homoseksual.
Beruntungnya, dia memang tidak tertarik dengan Timur ini. Dia hanya menjalankan misi dari Fatih, sesama karyawan di perusahaan tempat Amelia mencari nafkah.
Entah apa maksud Fatih dengan meminta Amelia menggoda Timur. Amelia tidak ingin ikut campur. Dia hanya mau uang yang ditawarkan Fatih sebagai imbalan.
Amelia duduk menunggu Fatih. Harusnya mereka bertemu sejak 30 menit lalu, tapi hingga kini Fatih belum menampakkan batang hidungnya.
Amelia mengambil ponselnya, mengecek jamnya sekali lagi. Dia berdecak kesal. Tidak ada pesan dari Fatih yang menjelaskan dia akan terlambat.
Sekitar 10 menit kemudian, saat Amelia sudah menghabiskan gelas kedua jus alpukatnya, Fatih memasuki pintu cafe tersebut.
Akhirnya! Batin Amelia.
Begitu Fatih menempatkan pantatnya di kursi tepat di hadapannya.
"Kamu terlambat." Ucap Amelia.
"Sorr__"
Amelia memotong ucapan Fatih yang belum sempat selesai.
"Kalo bukan gay, impotent, ya aseksual." Amelia memberikan hasil setelah seminggu berusaha mendekati Timur, salah satu jajaran pimpinan perusahaan. Rangkuman dari beberapa kali percobaan untuk mendekati Timur.
"Atau lu gak bisa bikin dia selera?" Kata Fatih dengan nada mengejek.
Sialan! Batin Amelia menahan emosi. Pertanyaan yang berbalut ejekan itu tentunya melukai egonya. Dia mengeratkan kepalan tangannya, berusaha mengendalikan diri.
Dia menyunggingkan senyum tipis, menemukan cara untuk memperbaiki egonya.
Dia berdiri dari kursinya dan mencondongkan badan ke arah Fatih duduk di hadapannya. Tangannya bertumpu pada sekotak meja di antara mereka.
Dengan posisi tersebut dan V neck blouse warna putih yang dia kenakan membuat belahan dadanya tersaji di depan mata Fatih. Terlihat jelas bra hitam berenda yang membalut buah dada seputih susu miliknya.
Amelia bisa melihat, bagaimana Fatih terus memandangi payudaranya dengan beberapa kali menelan ludah.
Dia semakin mencondongkan badan, semakin dekat mendekat. Sengaja menempelkan bibir merahnya di telinga kiri Fatih.
Dia tahu, Fatih semakin menegang. Karena itulah, dia bertindak kebih jauh lagi.
Amelia mengeluarkan lidahnya, menjilat daun telinga Fatih.
"Berkediplah!" Bisiknya lirih diakhiri kecupan di daun telinga tersebut.
Dia beranjak melangkah, meninggalkan Fatih yang masih terkejut dengan tingkah Amelia.
"Menarik." Senyum kemenangan tercetak di bibirnya.
Sementara Fatih yang sudah tersadar dari keterkejutan—akibat aksi Amelia— segera merogoh ponselnya. Mencari nomor dengan caller ID Rega.
"Gue butuh bantuan." Fatih langsung menyatakan keinginannya tanpa menggunakan kalimat pembuka.
"Ya Tuan." Balas suara di seberang.
"I need another background check."
"Hemm"
"Amelia. Only Amelia."
****
****
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Amelia [21+]
RomanceIf 50 men call one women a 'hoe', you'll believe it. But if 50 women call one man rapist, you find it questionable- Amber Rose. **** **** **** Amelia mengerang, terbangun dari tidurnya. Dengan badan masih terbaring di ranjang, dia mencoba mengingat...