Sixth Scandal⚠️

979 10 3
                                    

⚠️MENGANDUNG ADEGAN YANG PERLU DITANGGAPI DENGAN BIJAK

****
****
****

"Berapa banyak waktu yang kita miliki?" Tanya Bagas pada Amelia.

Amelia memeriksa jam di pergelangan tangannya "Kita take off satu jam lagi."

"Lebih dari cukup." Bagas bergumam.

"Tetap di sini sampai kami kembali." Bagas memberikan perintah pada Argo, sekretarisnya. Setelah memastikan Argo mengerti perintahnya, dia menarik tangan Amelia dari ruang tunggu di bandara untuk mencari toilet paling sepi.

Kebetulan yang menyenangkan mendapati toilet di dekat mereka kebetulan sedang dibersihkan. Hanya ada petugas kebersihan di sana.

"30 menit." Kata Bagas pada petugas kebersihan sembari mengeluarkan 10 lembar uang pecahan seratus ribu.

"Apa kau tidak bisa menahannya sampai kita di Surabaya? It's only takes 2 hours." Ejek Amelia yang mengetahui niat Bagas.

Ejekan yang Amelia sendiri tahu tidak ada aritinya. Toh dia harus selalu menuruti kemauan Bagas. Kapanpun. Di manapun. Entah hand jobs atau oral, terserah saja.

Bagas yang memiliki hak menentukan, bukan Amelia. Amelia hanya bisa memberi batasan.

No penetration.

Bagas membawa Amelia memasuki bilik terdekat dari pintu masuk toilet. Menutup pintu tanpa perlu repot menguncinya.

"Berlututlah, Amelia." Bagas memberikan aba-aba setelah dia duduk di atas closet.

"Open it!"

Menuruti perintah tersebut, Amelia membuka sabuk dan resleting celana Bagas. Kini dia bisa merasakan milik Bagas yang mengeras.

Dia menurunkan celana beserta celana dalamnya. Membebaskan milik Bagas yang langsung terpampang di depan wajahnya.

Sejenak Amelia tertegun.

"Come on, Amelia. Kita harus bergegas."

Amelia mendekatkan wajahnya dan memasukkan milik bagas ke dalam mulutnya. Sebanyak yang dia bisa.

Meskipun dengan jelas mereka, dia dan Bagas, tahu mulutnya tak akan cukup menampung milik Bagas. Berapa kalipun mereka mencoba.

Amelia mulai menggerakkan kepalanya. Maju-mundur. Lidahnya turut serta bergerak-gerak di mulutnya, sesekali menghisapnya. Membuat Bagas mengerang.

Pandangan Amelia tidak pernah terputus. Dia mengamati setiap perubahan di wajah Bagas. Yang menjadikan patokan pergerakannya.

Amelia bisa merasakan napas Bagas yang semakin cepat. Seaekali terdengar suara geraman.

Dia memejamkan matanya, menikmati perlakuan Amelia.

Gerakan Amelia yang teratur terasa terlalu lambat bagi Bagas. Dia ingin menyelesaikan dengan cepat. Mengingat waktu mereka memang tidak banyak.

Tangan besar Bagas menarik rambut Amelia. Terlalu kencang membuat mata Amelia terpejam. Menahan perih di kepalanya.

"Faster..."

Bagas tidak melepaskan rambut Amelia. Dia justru menggengamnya. Berusaha menuntun Amelia bergerak dengan tempo yang dia mau.

Lebih cepat dan lebih dalam dari yang Amelia lakukan sebelumnya.

Terlalu dalam. Membuat Amelia mual.

Milik Bagas mulai membesar. Memberikan sensasi lebih perih dari sebelumnya. Membuat Amelia menutup mata, mencegah air mata menggenang lebih banyak.

Amelia merasakan tandanya. Milik Bagas mulai berkedut.

Bagas mempercepat gerakan tangannya di kepala Amelia. Dia bahkan ikut menggerakkan pinggulnya.

Bagas memyentakkan pinggulnya lebih dalam. Tangannya yang menahan belakang kepala Amelia agar tidak menghindar.

Dia mengeluarkan spermanya. Sangat banyak. Membuat Amelia kewalahan.

Amelia memukuli paha Bagas meminta dilepaskan. Tentunya sia-sia. Bagas tetap menahannya.

Beberapa detik yang terasa sangat panjang bagi Amelia.

Akhirnya Bagas melepaskan cekalannya. Amelia segera melepaskan diri.

Uhuk

Uhuk

Amelia terbatuk-batuk. Berusaha mengeluarkan sisa sperma bagas dari mulutnya.

"Don't do this again, it's hurt me!"

Amelia memprotes perlakuan kasar Bagas.

"Itu terdengar seperti perintah. Kau tahu kan, perempuan sepertimu tidak layak memberikan perintah kepadaku, Amelia."

Bagas segera merapikan celananya dan meninggalkan Amelia begitu saja.

Bagas sialan! Batin Amelia.

****
****
****

Amelia dan Bagas langsung terpisah begitu keluar dari kamar mandi.

Setelah pengumuman pesawat akan take off sebentar lagi, Amelia segera berjalan ke arah gate masuk pesawat. Menyeret koper ukuran kabin di tangan kanannya.

Dengan raut muka yang tegang dan kepalan tangannya, orang yang melihat sekilaspun akan tahu bahwa Amelia sedang marah.

Dia bahkan terus menyumpahi Bagas dalam hati.

Bisa-bisanya dia membelikan tiket untuk kelas ekonomi untukku!!! Batin Amelia.

Amelia tidak keberatan jika dia dan Bagas akan berada di pesawat yang berbeda untuk menghindari Scandal. Dia tidak masalah menunggu lebih lama untuk jadwal selanjutnya.

Amelia tahu, Bagas bukanlah pemilik perusahaan yang dipimpinnya. Tapi Amelia juga tahu, Bagas cukup kaya untuk membelikannya tiket kelas bisnis.

Masih tetap menggerutu dalam hati, Amelia terus berjalan mencari kursinya. Dia menemukannya dalam waktu singkat.

Amelia segera menempati kursi tersebut. Memainkan ponselnya sebentar untuk menunggu waktu take off.

Tak lama kemudian, ada orang yang duduk di sebelahnya. Amelia tidak ingin basa-basi. Dia tetap fokus pada ponselnya.

"Apa ini kebetulan?" Suara orang yang duduk di sebelahnya terasa tidak asing. Amelia mengalihkan pandangan dari ponselnya untuk melihat siapa yang duduk di sebelahnya.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" Tanya Amelia terkejut melihat Fatih duduk di sebelahnya.

Ya, Fatih. Orang yang membayarnya untuk mendekati salah seorang petinggi di perusahaan mereka.

"Tentunya gue bakal ke Surabaya. Apa lagi?" Fatih mengangkat bahunya.

"Kenapa bisa di sini?" Tanya Amelia lagi.

"Ya bisa. Lu bukan nyewa seluruh pesawat, kan?" Sindir Fatih.

Seketika, suasana hati Amelia yang sudah buruk karena Bagas kian memburuk akibat si menyebalkan—Fatih.

****
****
****

"Dimana dia?" Pria berjas abu-abu dengan dasi hitam yang sedang duduk membelakangi pintu bertanya kepada seseorang melalui sambungan teleponnya.

"Surabaya, Tuan." Jawab suara di seberang.

"Siapa yang bersamanya?" Pria tersebut mengetukkan jemarinya di meja kerja. Menghasilkan suara ketukan yang  berirama.

"Sejak take off, dia terlihat sendiri Tuan. Apa saya perlu membawanya ke hadapan Tuan saat ini juga?"

"Hmmmm... Tidak. Biarkan dia menikmati kebebasannya saat ini. Dia mungkin akan merindukannya nanti. Setidaknya aku harus berbaik hati nenberikannya kenangan tentang apa itu kebebasan." Jawab pria yang dipanggil 'Tuan' oleh lawan bicaranya.

"Terus awasi dia dan orang di sekitarnya." Pria tersebut mengakhiri panggilannya dan tersenyum.

"Sepertinya bukan ide yang buruk untuk sedikit bermain dengannya."

****
****
****

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 13, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Amelia [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang