3

23.6K 711 41
                                    

"No?" ucap Raymond datar.

"No," balas Kay tegas.

"Since when I must listen to small creature like you?" balas Raymond dengan wajah tidak pedulinya, lalu membalikkan tubuh Kay dengan kasar hingga gadis itu membelakanginya. Lampu ruang kerja itu temaram, menambah tensi panas di antara keduanya. Raymond meraih kondom dari lacinya dan Kay langsung tahu pria itu akan melakukan apa padanya.

"No, Sir!" ucap Kay lagi, lalu menggigit tangan Raymond yang menahan tubuhnya untuk berbalik. Raymond balas menggigit pundak Kay, membuat Kay refleks menjerit.

"Please, Sir, no... I don't like anal sex," mohon Kay dengan matanya yang berair sambil mendongak ke arah Raymond. Biasanya wajahnya yang memohon dengan mata yang berair akan meluluhkan . "It hurts."

"But I want it. Now," balas Raymond dengan nadanya yang datar dan dalam.

"Anda cemburu, Sir?" tanya Kay pelan, sambil menoleh ke arah Raymond. Sudah lama ia bersama Raymond, Kay tahu pola perilaku pria itu sedikit demi sedikit. Pria itu akan melakukan anal seks, penetrasi ganda, ball-gagging dan menyiksanya setiap kali pria itu marah padanya. Namun, Kay sendiri tidak mengerti mengapa pria itu marah padanya.

"Nonsense."

"You always be like this everytime you're angry," balas Kay sambil kembali mendongakkan kepalanya dengan wajah memohon. "Please... don't..." mohon Kay lagi dengan tatapannya yang seperti kelinci yang tidak ingin dibunuh.

Raymond menunduk dan ia merasa sangat gemas pada Kay. Matanya berkaca-kaca seperti berlian. Raymond menghela nafas pelan sambil menyandarkan dahinya di puncak kepala Kay. Dikecupnya puncak kepala Kay, sebelum turun ke telinga gadis itu. Kay berjengit pelan ketika dicium seperti itu. Raymond membalikkan tubuh gadis itu yang sudah gemetar di bawahnya. Dengan kekuatan tangannya, Raymond menaikkan Kay ke atas meja kerjanya.

"Open your legs for me," pinta Raymond yang langsung dituruti oleh Kay. Raymond menaikkan dua kaki Kay ke atas meja dan menekuknya, hingga terlihatlah kewanitaan gadis itu yang tidak lagi ditutupi oleh thong atau pun g-string. Raymond mendekati Kay, kemudian mengecup pipi gadis itu.

"Sebentar, Sir," tahan Kay sambil mendongakkan kepalanya ke arah Raymond.

"Hm?" bisik Raymond sambil mengusap wajah Kay.

"Bolehkah aku meminta sesuatu darimu, Sir?" mohon Kay lagi, menggunakan jurus merayunya yang biasanya selalu berhasil. Kay sengaja menatap Raymond dengan tatapannya yang rapuh dan penuh permintaan.

"What is it?" balas Raymond sembari mengelus bokong Kay dan mencium leher gadis itu.

"Apakah kontrak itu bisa diselesaikan bulan depan?" mohon Kay pada Raymond sambil mengusap dada bidang pria itu yang masih ditutupi kemeja birunya. "Sebagai gantinya, kau boleh memakai semua hari liburku, Sir dan memotong uang yang disepakati dari kontrak kita."

"Why?" bisik Raymond serak.

"Aku... aku harus menikah," jawab Kay pelan. "Aku juga tidak akan bekerja lagi di sini setelah kontrak itu berakhir."

"Fine," jawab Raymond seadanya. Begitu mudah dan cepat pria itu mengatakannya seolah tanpa keraguan, membuat Kay tidak percaya padanya.

"Kau berjanji akan memberikan semua hari liburmu?" bisik Raymond lagi, membuat Kay mengangguk. "Dan akan mematuhi semua keinginanku tanpa perlawanan?"

Kay menatap Raymond dengan tatapan ragunya. Ia memainkan kerah pria itu dengan perasaan takut luar biasa, sebab permainan Raymond tidak pernah normal. Kay menggigit bibirnya pelan.

"Bisakah kau memberiku kelonggaran mengenai itu, Sir?" mohon Kay lagi sambil memeluk tubuh Raymond.

"Sebagai gantinya, uangmu tidak akan dipotong dan aku akan memberi bonus sebagai hadiahku untuk pernikahanmu nantinya," jelas Raymond lagi sambil menaikkan dagu gadis itu ke arahnya.

"I'm scared, Sir..." bisik Kay lagi sambil memeluk leher Raymond dengan erat. Wajah Raymond kembali datar dan tidak berperasaan. "Kenapa kau menjadi seperti ini, Sir? Kau tidak sekejam ini dulu."

"Aku tidak memaksamu, Kay. Silahkan memilih," jawab Raymond dengan jahatnya pada Kay. Keduanya tahu bahwa Kay sangat lemah pada uang berjumlah besar dan keinginan gadis itu untuk resigm secepatnya. Dan menurut Kay, Raymond sangat jahat, memanfaatkannya.

"You used to say that you love me," bisik Kay lagi sambil mengeratkan pelukannya di leher Raymond dan menghirup wangi tubuh pria itu.

"This is why James deserves better," balas Raymond membuat Kay langsung terdiam dengan jantung mencelus. "Kau manipulatif, Kay. Sengaja menggunakan kenangan indah hanya untuk merayuku."

"Apa bedanya aku dengan dirimu, Sir?" balas Kay dengan nadanya yang gemetar hebat dan matanya yang berair. "Kau sama manipulatifnya denganku. You took my virginity when I was only 17! You fucking groomer!"

"Was that my fault to do that? Kau duluan yang menciumku, Kay," balas Raymond tenang, membuat Kay terdiam. Ia skak mat. Kay menundukkan kepalanya. Saat itu, ia memang sangat menyukai Sir Raymond. Pria itu bagaikan malaikat di matanya, karena itulah Kay mencium bibir pria itu. Awalnya ia kira ciuman itu hanya ciuman malu-malu ala anak remaja, sampai Raymon terang-terangan menawarkan untuk tidur dengannya. Kay yang polos mempercayai pria itu dan merasa sangat senang ketika akhirnya keperawanannya diambil oleh pria yang ia idamkan. Sampai ia tahu sifat asli pria itu.

"Apa yang akan dikatakan James ketika tahu kau adalah gadis yang sangat liar?" bisik Raymond, memulai kesenangannya menundukkan gadis itu dengan mempermainkan emosi Kay.

"Kau sangat berbanding terbalik dengan James, Kay. Kau sangat berdosa," bisik Raymond lagi, sambil menarik rok gadis itu agar terlepas perlahan dari kakinya. Kay masih memalingkan wajahnya muak, namun ekspresinya kembali melunak dan matanya berair.

"James pasti akan sangat kaget ketika kau salah meneriakkan namaku saat bercinta dengannya," lanjut Raymond, lalu menggigit telinga Kay sensual. Kay menahan dada Raymond agar tidak terlalu dekat dengannya, namun kedekatan itu terus dipaksakan pria itu.

"Apa reaksinya saat tahu tubuh ini berkali-kali orgasme karena pria lain?" Raymond menurunkan bra Kay dan mengusap puting payudara gadis itu yang menegang, membuat nafas Kay berat.

"Mengetahui jika mulut kecil ini pernah memuaskan seorang pria sepertiku," bisik Raymond sambil memasukkan dua jarinya ke mulut Kay dan menekan lidah gadis itu.

Kay menitikkan air matanya sambil menatap Raymond, memohon pada pria itu untuk menghentikan siksaan mental ini. "You don't deserve any one, Kay," balas Raymond terang-terangan, menampar Kay lebih dari yang ia duga. "Gadis kecil sepertimu lebih pantas menjadi mainan di ranjang."

Kay menundukkan kepalanya dan kembali menitikkan air matanya. "A-aku akan memilih pilihan pertama," bisik Kay dengan nadanya yang benar-benar pasrah.

Kay membalikkan tubuhnya yang gemetar hebat hingga membelakangi Raymond. Diturunkannya kedua kakinya hingga menapak lantai, lalu Kay membungkuk, menyandarkan tubuhnya di meja kerja pria itu. Kay menaikkan bokongnya, sebagai persetujuan bagi pria itu untuk melakukan anal seks padanya. Kay merasa tidak berdaya di dekat Raymond, namun ia bertahan untuk orang-orang yang ia cintai.

Dan begitulah, malam itu, tubuh Kay kembali menjadi mainan untuk Raymond.

Comments everyone?

GOOD IN BEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang