Dikta lagi diperjalanan menuju kantornya. Jalan raya cukup macet hari ini. Wajar aja, karena biasanya emang hari senin itu langganan kemacetan.
Apalagi banyak anak sekolah, kuliah, bahkan yang kerja jadi pemadat jalanan.
Sambil nunggu jalannya lancar, Dikta buka HP-nya yang barusan bunyi. Ternyata dapat pesan dari mamanya.
Ngabarin kalau Faza mau mampir ke rumah setelah pulang sekolah. Terus minta jemput sama Dikta. Anak cewek emang ribet.
Sesampainya di kantor, seluruh karyawan lagi berjejer rapi menyambut kedatangan Dikta. Semuanya pada ngucapin selamat atas pernikahan boss mereka.
Dikta senyum. "Makasih," ucapnya ramah. Gini-gini, Dikta tuh kalau lagi dalam mood bagus, pasti selalu ramah dan murah senyum.
Beda kalau suasana hatinya lagi kacau. Mungkin seluruh kantor berubah jadi bencana alam.
"Cie yang udah jadi bapak-bapak." Kata Aldrian jahil. Aldrian ini sahabat sekaligus sekretaris baru Dikta.
Kenapa nggak cewek? Soalnya Dikta nggak mau kalau Skala cemburu. Padahal kan belum tentu Skala suka sama dia. Biarin, lagi masa kasmarannya bapak muda.
Sebelum nikah, sekretaris Dikta itu cewek semua. Kayaknya dalam sebulan udah ganti 3 kali. Karena kerjaan mereka nggak beres. Cuman datang, berpakaian seksi, dan nempel ke Dikta mulu dengan alasan sebagai tugas seorang sekretaris.
Aldrian juga sekretaris, nggak centil tuh?—batin Dikta.
"Al, yang nikah duluan itu kamu. Jadi nggak usah sok cie-cie an. Bilang aja ngode mau nikah lagi, ntar saya bantu ngadu ke istrimu." Kata Dikta santai.
Sekarang mereka lagi duduk di ruangan Dikta. Biasalah, bapak-bapak mau ngobrol tentang rumah tangga. Sekalian, Dikta ada niatan minta saran, biar Skala nggak galak lagi.
Soalnya, istrinya Aldrian juga 11 12 sama Skala. Bedanya, pas nikah mereka saling jatuh cinta. Dikta nggak.
"Sembarang kalau ngomong. Udah mau punya bayi, yakali gue selingkuh. Bisa-bisa gue yang di jadiin adonan bayi sama Zela." Aldrian protes.
"Ya bagus. Biar populasi orang nggak berguna di dunia ini berkurang. Kan sedikit membantu kenyamanan seluruh rakyat Indonesia, Al." Dikta berucap lagi. Kali ini dengan wajah yang serius, nggak ada penyesalan sama sekali.
Aldrian yang denger sahabatnya ngomong gitu. Berasa beneran mirip debu jadinya. Kan sakit hati Aldrian.
"Kadang gue mikir. Om Bara kesurupan apa waktu cetak gol bikin lo?" Ujar Aldrian sinis. Lagi sensitif dia.
"Mungkin sop kodok dengan saus berudu." Jawab Dikta nggak kalah sinis.
Soalnya pertanyaan Al tuh ngaco banget buat Dikta. Lagian, bapaknya itu nyetak Dikta sebelum lahir. Lihat dunia aja belom, apalagi liat tutor pembuatan dirinya sendiri.
Mustahil.
"Ngaco bener jawaban lo."
"Ya sama kayak pertanyaan kamu."
Aldrian bangkit dari duduknya. "Mau kemana?" Tanya Dikta, "Beli minuman." Aldrian jawab cepet.
"Nggak boleh. Sini, kerjain semua tugasnya. Kalau belum selesai, jangan harap dapat jatah pulang dan istirahat. Itu hukuman," tegas Dikta.
Aldrian berdecih, tahu aja kelemahan dia. Tapi kan harusnya yang merajuk itu Aldrian, bukan Dikta. Udahlah, terserah boss aja alurnya mau gimana.
Aldrian balik duduk lagi, males dia ke ruangannya, panas. Jadi kerjain tugasnya di ruangan Dikta aja. Ac ruangan Aldrian tuh lagi rusak, karena pas jam istirahat, dia main bola basket. Terus kena Acnya sampai hancur.
KAMU SEDANG MEMBACA
UDAH HALAL -END
RandomFOLLOW SEBELUM MEMBACA√ •JANGAN LUPA MENINGGALKAN JEJAK√ •KRITIK SARAN DI PERBOLEHKAN√ •TIDAK MEMPLAGIAT KARYA SAYA√ Niatnya cuman mau ngelamar pekerjaan, eh malah di lamar. -Kanata Skala Mahameru Saya kira dia lemah lembut, ternyata kalah saing sam...